Jumat, 13 Januari 2017

PERKEMBANGAN KOTA PEMATANG SIANTAR DAN PERTUMBUHAN PEDUDUK.



A.    Perkembangan Kota
Nama Pematang Siantar merupakan perpaduan dari dua kata yaitu kata pematang dan siantar. Kedua kata ini tidak pula dapat dipastikan berasal kata dari bahasa batak sekarang tetapi lebih jauh berasal dari kata melayu kuno yang sudah diadopsi dalam kosa kata sehari-hari dalam bahasa batak pesisir khususnya di daerah Simalungun. Diabad 20 sekarang , bila ada orang mengatakan kata ‘siantar’ maka akan terkenang atau mengingatkannya pada suatu kota yang terkenal keras dan premanis dan banyak jawaranya. Padahal dari kota siantar ini sangat banyak menghasilkan manusia-manusia yang berhasil bahkan sudahpun ada yang sampai menjadi pemimpin Negara tercinta ini.
Masyarakat di Pematang Siantar memang mempunyai heterogen yang sangat banyak, berbagai suku, agama dan budaya ada terdapat disana. Hal ini yang pada masa lalu membuat masing-masing masyarakat yang ada dalam mempertahankan identitas dirinya masing-masing terutama disaat adanya interaksi dapat menimbulkan perselisihan yang tajam. Keadaan demikian tentu tidak menghidarkan masyarakat tersebut untuk saling curiga dan mudah tersinggung bahkan terjadi perkelahian. Dalam mencari rezeki dipusat kota atau dipasar , hal itupun akan menjadi sesuatu yang laten untuk saling melindungi golongannya. Syukurlah dari pembangunan yang dilakukan pemerintah telah memberikan kesadaran akan perlunya saling toleransi dan saling menghormati disemua aspek membuat hal-hal yang jelek ada dahulunya sudah mulai terkikis.
Masyarakat Pematang Siantar sudah sibuk membangun dirinya masing-masing terutama adanya patron yang ditiru dari putra-putri asal Pematang Siantar yang telah berhasil dibidang pendidikannya maupun karir. Masyarakat disana sangat suka dan berlomba-lomba untuk menyekolahkan anaknya sampai setingi-tingginya.
Di awal abad ke-20 Pematang Siantar merupakan kota kedua yang terpenting dan  terbesar di kawasan Sumatera Timur setelah Medan. Sebelum Belanda masuk ke Sumatera Timur, Pematang Siantar merupakan salah satu bagian dari Kerajaan Siantar, yang berkedudukan di Pulau Holing. Raja terakhir dari kerajaan Siantar adalah keturunan marga Damanik yaitu Tuan Sangnawaluh Damanik, yang memegang kekuasaan sebagai raja hingga tahun 1906. Setelah Belanda memasuki daerah Sumatera Utara, Simalungun menjadi daerah kekuasaan Belanda dan di tahun 1907 praktis berakhirlah kekuasaan raja. Pada masa penjajahan Belanda, Pematang Siantar termasuk wilayah AfdelingSimalungun dan Tanah Karo. Afdeling ini merupakan bagian dari keresidenan Sumatera Timur yang diperintah oleh seorang residen yang berkedudukan di kota Medan. Simalungun dan Tanah Karo digabung ke dalam satu daerah pemerintahan yang disebut Afdeling Simalungun en Karo Landen dipimpin oleh Asisten Residenyang berkedudukan di Pematang Siantar. Controleur Belanda yang semula berkedudukan di Perdagangan, pada tahun 1907 dipindahkan ke Pematang Siantar. Selanjutnya berdasarkan Besluit GouvernementHindia Belanda pada tanggal 27 Desember 1913 No. 4 Pematang Siantar merupakan ibu kota Onder-afdeling Simalungun. Dengan dibukanya perkebunan di wilayah ini, Pematang Siantar kemudian  berkembang pesat, ditandai dengan pertambahan jumlah penduduk akibat banyaknya pendatang baru yang datang dari luar untuk mendukung industri perkebunan. Pada tahun 1910 didirikan Badan Persiapan Kota Pematang Siantar.

Selanjutnya pada tanggal 1 Juli 1917, berdasarkan Staatsblad No. 285, Pematang Siantar berubah menjadi Gemeente yang mempunyai otonomi sendiri. Sejak Januari 1939 berdasarkan Staatsblad No. 117 Pematang Siantar berubah menjadi Gemeente yang mempunyai dewan.
Pada zaman Jepang, Gemeente Pematang Siantar berubah nama menjadi Siantar Estate dan dewan dihapus. Kemudian, setelah proklamasi kemerdekaan. Pematang Siantar berubah kembali menjadi daerah otonomi. Selanjutnya, berdasarkan UU No.22/1948 status Gemeente berubah menjadi Kota Kabupaten Simalungun, dan jabatan Walikota dirangkap oleh Bupati Simalungun sampai 1957. Berdasarkan UU No. 1/1957 Pematang Siantar berubah menjadi Kota Praja Penuh, untuk kemudian dengan keluarnya
UU No. 18/1965 berubah menjadi Kotamadya. Akhirnya, dengan keluarnya UU No. 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Di Daerah Kotamadya Pematang Siantar berubah menjadi Daerah Tingkat II Pematang Siantar. Kota Pematang Siantar memiliki beberapa keunikan yang merupakan ciri khas dari kota tersebut. Paling tidak ada dua hal yang khas dari kota Pematang Siantar yaitu, becak Siantar dan Taman Hewan Pematang Siantar. Taman hewan ini merupakan satu dari dua taman hewan yang ada di Propinsi Sumatera Utara selain Kebun Binatang Medan. Taman Hewan Pematang Siantar merupakan peninggalan dari zaman Kolonial Belanda, dan didirikan pada tanggal 27 Nopember 1936. Setelah berakhirnya kekuasaan Kolonial Belanda selanjutnya Taman Hewan Pematang Siantar dikelola oleh Pemerintah  Kotamadya Pematang Siantar. Taman hewan merupakan tempat berbagai jenis satwa dikumpulkan, dipelihara, dan diperagakan untuk umum dan berfungsi sebagai sarana rekreasi alam sehat, dalam mendidik dan mengembangkan budaya masyarakat untuk memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.
Taman Hewan Pematang Siantar terletak di Jalan Gunung Simanuk-manuk kelurahan Timbang Galung dan terletak di pusat kota. Jika, ditinjau dari sudut pandang ekonomis, tentunya posisi ini sangat strategis, karena terletak di pusat kegiatan kota Pematang Siantar serta mudah dijangkau dari berbagai sudut kota. Ketika dikelola oleh pemerintah setempat banyak terjadi perubahan terhadap taman hewan itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya jumlah binatang, kondisinya yang terawat, kebersihan yang terjaga, kenaikan jumlah pengunjung, serta mulai dilengkapinya berbagai fasilitas, seperti taman bermain. Taman Hewan Pematang Siantar mengalami banyak perkembangan di bawah pengelolaan Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Pematang Siantar.
Penelitian ini membahas tentang perkembangan Taman Hewan Pematang Siantar khususnya pada periode 1978-1990. Selama periode 1978 sebagai awal dari penelitian ini setelah ada wacana untuk menutup taman hewan ini pada tahun 1978. Mungkin, inilah yang menjadi pemicu Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Pematang Siantar untuk meningkatkan Taman Hewan Pematang Siantar. Tahun 1990 sebagai akhir dari penulisan berdasarkan pada kenyataan bahwa selama satu dasawarsa ini telah tampak perkembangan dari taman hewan ini. Dengan dikembangkannya wisata safari ataupun wisata taman hewan, pola seperti akan mampu menjawab permasalahan pembangunan dan konservasi satwa. Sejauh ini konflik antara kehidupan liar dengan manusia banyak terjadi di belahan dunia. Konflik tersebut, terutama terjadi dalam hal penggunaan dan penguasaan habitat.Pertumbuhan penduduk mengakibatkan permintaan akan tempat tinggal dan fasilitas lainnya meningkat, sementara perencanaan habitat seringkali mengorbankan kehidupan liar, baik secara langsung maupun tidak langsung.  


B.     Keadaan Penduduk
Setelah menjadi Kota Madya Pematang Siantar 1955, Kota pematang Siantar mengalami perkembangan pada tahun 1960 dimana Pematang Siantar termasuk kota indah, bersih, Dan terbaik di Sumatera, jalan-jalan yang mulus, perencanaan kota yang memadai, hotel yang bertaraf Internasional.
Pematang Siantar juga memiliki salah satu alat transportasi yang cukup unik yaitu BSA (Becak Siantar Asli), yang dapat di jadikan ciri khas kota ini. Kota Madya Pematang Siantar adalah daerah kedua terpenting dan terbesar setelah Kota Medan. Perkembangan Daerah ini termasuk cepat di bandingkan dengan  daerah-daerah lain yang ada di Sumatera Utara. Pematang Siantar merupakan contoh daerah yang penduduk asli Kota Pematang Siantar di dominasi oleh Suku Batak Simalungun, namun setelah terjadinya urbanisasi, maka penduduk Kota Pematang Siantar terdiri dari berbagai macam suku antara lain Tapanuli, Jawa, Aceh, Padang, Karo, Cina, India, dan Melayu. Pusat pertokoan terutama dimiliki Warga Negara Keturunan Tionghoa, sedangkan pasar dan toko-toko kelontong kecil dimiliki oleh orang asli pribumi. Pematang Siantar juga berfungsi sebagai kota transit dagang bagidaerah perkebunan disekitarnya, dan kota persinggahan bagi mereka yang ingin berkunjung ke Danau Toba.
Perkampungan baru bermunculan tanpa rencana serta tanpa prasaranadan sarana yang memadai. Selama bertahun-tahun Kota Pematang Siantar mengalami giliran pemadaman listrik bahkan terkadang bagi daerah tertentu berbulan-bulan tidak mendapat aliran listrik. Setingkat demi setingkat p perbaikan wajah kota yang lama tidak dapat di kenali lagi. Beberapa daerah taman dan tempat berjalan kaki yang dahulu terawatt baik dan teduh hamper tidak ada agi. Beberapa sudut pusat kota yang dahulu longgar, kini telah di jejali dengan berbagai bangunan perumahan dan perkantoran.
Dalam periode tahun 1960-1966 merupakan masa puncak perkembangan dan pertumbuhan kota dan penduduk Pematang Siantar, ternyata kedudukan orang pribumi hampir dapat menggeser kedudukan orang ngan. Pusat pertokoan banyak berpindah tangan dari orang keturunan Cina ke orang asli pribumi.
Hal ini di mungkinkan karena adanya peristiwa G 30 S PKI, dimana pada masa itu telah bermunculan gerakan anti Cina, akibatnya banyak orang Cina yang berkeluaran dari daerah Pematang Siantar.  Tetapi semenjak tahun 1968 keadaan tersebut berbalik seakan-akan masa jaya orang asli pribumi pudar kembali, Kota Pematang Siantar kembali di dominasi oleh orang ketuunan Cina. Sedangkan pada periode 1981-1990 ami penurunan, hal ini di karenakan Kota Pematang Siantarpada umumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KAPITA SELEKTA SEJARAH INDONESIA : Korespondensi Cina Di Hindia Belanda 1865-1949

Korespondensi Cina Di Hindia Belanda, 1865-1949 SIEM TJONG HAN, M.D . Artikel ini merupakan upaya untuk menggambarkan beberapa aspek ...