A.
Perkembangan
Kota
Nama Pematang Siantar merupakan perpaduan dari dua
kata yaitu kata pematang dan siantar. Kedua kata ini tidak pula dapat
dipastikan berasal kata dari bahasa batak sekarang tetapi lebih jauh berasal
dari kata melayu kuno yang sudah diadopsi dalam kosa kata sehari-hari dalam
bahasa batak pesisir khususnya di daerah Simalungun. Diabad 20 sekarang , bila
ada orang mengatakan kata ‘siantar’ maka akan terkenang atau mengingatkannya
pada suatu kota yang terkenal keras dan premanis dan banyak jawaranya. Padahal
dari kota siantar ini sangat banyak menghasilkan manusia-manusia yang berhasil
bahkan sudahpun ada yang sampai menjadi pemimpin Negara tercinta ini.
Masyarakat di Pematang Siantar memang mempunyai
heterogen yang sangat banyak, berbagai suku, agama dan budaya ada terdapat
disana. Hal ini yang pada masa lalu membuat masing-masing masyarakat yang ada
dalam mempertahankan identitas dirinya masing-masing terutama disaat adanya
interaksi dapat menimbulkan perselisihan yang tajam. Keadaan demikian tentu
tidak menghidarkan masyarakat tersebut untuk saling curiga dan mudah
tersinggung bahkan terjadi perkelahian. Dalam mencari rezeki dipusat kota atau
dipasar , hal itupun akan menjadi sesuatu yang laten untuk saling melindungi
golongannya. Syukurlah dari pembangunan yang dilakukan pemerintah telah
memberikan kesadaran akan perlunya saling toleransi dan saling menghormati
disemua aspek membuat hal-hal yang jelek ada dahulunya sudah mulai terkikis.
Masyarakat Pematang Siantar sudah sibuk membangun
dirinya masing-masing terutama adanya patron yang ditiru dari putra-putri asal
Pematang Siantar yang telah berhasil dibidang pendidikannya maupun karir. Masyarakat
disana sangat suka dan berlomba-lomba untuk menyekolahkan anaknya sampai
setingi-tingginya.
Di awal abad ke-20 Pematang Siantar merupakan kota
kedua yang terpenting dan terbesar di
kawasan Sumatera Timur setelah Medan. Sebelum Belanda masuk ke Sumatera Timur,
Pematang Siantar merupakan salah satu bagian dari Kerajaan Siantar, yang
berkedudukan di Pulau Holing. Raja terakhir dari kerajaan Siantar adalah
keturunan marga Damanik yaitu Tuan Sangnawaluh Damanik, yang memegang kekuasaan
sebagai raja hingga tahun 1906. Setelah Belanda memasuki daerah Sumatera Utara,
Simalungun menjadi daerah kekuasaan Belanda dan di tahun 1907 praktis
berakhirlah kekuasaan raja. Pada masa penjajahan Belanda, Pematang Siantar
termasuk wilayah AfdelingSimalungun dan Tanah Karo. Afdeling ini merupakan
bagian dari keresidenan Sumatera Timur yang diperintah oleh seorang residen
yang berkedudukan di kota Medan. Simalungun dan Tanah Karo digabung ke dalam
satu daerah pemerintahan yang disebut Afdeling Simalungun en Karo Landen dipimpin
oleh Asisten Residenyang berkedudukan di Pematang Siantar. Controleur Belanda
yang semula berkedudukan di Perdagangan, pada tahun 1907 dipindahkan ke
Pematang Siantar. Selanjutnya berdasarkan Besluit GouvernementHindia Belanda
pada tanggal 27 Desember 1913 No. 4 Pematang Siantar merupakan ibu kota
Onder-afdeling Simalungun. Dengan dibukanya perkebunan di wilayah ini, Pematang
Siantar kemudian berkembang pesat,
ditandai dengan pertambahan jumlah penduduk akibat banyaknya pendatang baru
yang datang dari luar untuk mendukung industri perkebunan. Pada tahun 1910
didirikan Badan Persiapan Kota Pematang Siantar.
Selanjutnya pada tanggal 1 Juli 1917, berdasarkan
Staatsblad No. 285, Pematang Siantar berubah menjadi Gemeente yang mempunyai
otonomi sendiri. Sejak Januari 1939 berdasarkan Staatsblad No. 117 Pematang
Siantar berubah menjadi Gemeente yang mempunyai dewan.
Pada zaman Jepang, Gemeente Pematang Siantar berubah
nama menjadi Siantar Estate dan dewan dihapus. Kemudian, setelah proklamasi kemerdekaan.
Pematang Siantar berubah kembali menjadi daerah otonomi. Selanjutnya,
berdasarkan UU No.22/1948 status Gemeente berubah menjadi Kota Kabupaten
Simalungun, dan jabatan Walikota dirangkap oleh Bupati Simalungun sampai 1957.
Berdasarkan UU No. 1/1957 Pematang Siantar berubah menjadi Kota Praja Penuh,
untuk kemudian dengan keluarnya
UU No. 18/1965 berubah menjadi Kotamadya. Akhirnya,
dengan keluarnya UU No. 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Di Daerah
Kotamadya Pematang Siantar berubah menjadi Daerah Tingkat II Pematang Siantar. Kota
Pematang Siantar memiliki beberapa keunikan yang merupakan ciri khas dari kota
tersebut. Paling tidak ada dua hal yang khas dari kota Pematang Siantar yaitu, becak
Siantar dan Taman Hewan Pematang Siantar. Taman hewan ini merupakan satu dari
dua taman hewan yang ada di Propinsi Sumatera Utara selain Kebun Binatang Medan.
Taman Hewan Pematang Siantar merupakan peninggalan dari zaman Kolonial Belanda,
dan didirikan pada tanggal 27 Nopember 1936. Setelah berakhirnya kekuasaan Kolonial
Belanda selanjutnya Taman Hewan Pematang Siantar dikelola oleh Pemerintah Kotamadya Pematang Siantar. Taman hewan
merupakan tempat berbagai jenis satwa dikumpulkan, dipelihara, dan diperagakan
untuk umum dan berfungsi sebagai sarana rekreasi alam sehat, dalam mendidik dan
mengembangkan budaya masyarakat untuk memelihara keseimbangan dan kelestarian
lingkungan hidup.
Taman Hewan Pematang Siantar terletak di Jalan
Gunung Simanuk-manuk kelurahan Timbang Galung dan terletak di pusat kota. Jika,
ditinjau dari sudut pandang ekonomis, tentunya posisi ini sangat strategis,
karena terletak di pusat kegiatan kota Pematang Siantar serta mudah dijangkau
dari berbagai sudut kota. Ketika dikelola oleh pemerintah setempat banyak
terjadi perubahan terhadap taman hewan itu sendiri. Hal ini dapat dilihat
dengan meningkatnya jumlah binatang, kondisinya yang terawat, kebersihan yang
terjaga, kenaikan jumlah pengunjung, serta mulai dilengkapinya berbagai
fasilitas, seperti taman bermain. Taman Hewan Pematang Siantar mengalami banyak
perkembangan di bawah pengelolaan Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya
Pematang Siantar.
Penelitian ini membahas tentang perkembangan Taman
Hewan Pematang Siantar khususnya pada periode 1978-1990. Selama periode 1978
sebagai awal dari penelitian ini setelah ada wacana untuk menutup taman hewan
ini pada tahun 1978. Mungkin, inilah yang menjadi pemicu Pemerintah Daerah
Tingkat II Kotamadya Pematang Siantar untuk meningkatkan Taman Hewan Pematang
Siantar. Tahun 1990 sebagai akhir dari penulisan berdasarkan pada kenyataan
bahwa selama satu dasawarsa ini telah tampak perkembangan dari taman hewan ini.
Dengan dikembangkannya wisata safari ataupun wisata taman hewan, pola seperti
akan mampu menjawab permasalahan pembangunan dan konservasi satwa. Sejauh ini
konflik antara kehidupan liar dengan manusia banyak terjadi di belahan dunia.
Konflik tersebut, terutama terjadi dalam hal penggunaan dan penguasaan habitat.Pertumbuhan
penduduk mengakibatkan permintaan akan tempat tinggal dan fasilitas lainnya
meningkat, sementara perencanaan habitat seringkali mengorbankan kehidupan
liar, baik secara langsung maupun tidak langsung.
B.
Keadaan
Penduduk
Setelah menjadi Kota Madya Pematang Siantar 1955,
Kota pematang Siantar mengalami perkembangan pada tahun 1960 dimana Pematang
Siantar termasuk kota indah, bersih, Dan terbaik di Sumatera, jalan-jalan yang
mulus, perencanaan kota yang memadai, hotel yang bertaraf Internasional.
Pematang Siantar juga memiliki salah satu alat
transportasi yang cukup unik yaitu BSA (Becak Siantar Asli), yang dapat di
jadikan ciri khas kota ini. Kota Madya Pematang Siantar adalah daerah kedua
terpenting dan terbesar setelah Kota Medan. Perkembangan Daerah ini termasuk
cepat di bandingkan dengan daerah-daerah
lain yang ada di Sumatera Utara. Pematang Siantar merupakan contoh daerah yang
penduduk asli Kota Pematang Siantar di dominasi oleh Suku Batak Simalungun,
namun setelah terjadinya urbanisasi, maka penduduk Kota Pematang Siantar
terdiri dari berbagai macam suku antara lain Tapanuli, Jawa, Aceh, Padang,
Karo, Cina, India, dan Melayu. Pusat pertokoan terutama dimiliki Warga Negara
Keturunan Tionghoa, sedangkan pasar dan toko-toko kelontong kecil dimiliki oleh
orang asli pribumi. Pematang Siantar juga berfungsi sebagai kota transit dagang
bagidaerah perkebunan disekitarnya, dan kota persinggahan bagi mereka yang
ingin berkunjung ke Danau Toba.
Perkampungan baru bermunculan tanpa rencana serta
tanpa prasaranadan sarana yang memadai. Selama bertahun-tahun Kota Pematang
Siantar mengalami giliran pemadaman listrik bahkan terkadang bagi daerah
tertentu berbulan-bulan tidak mendapat aliran listrik. Setingkat demi setingkat
p perbaikan wajah kota yang lama tidak dapat di kenali lagi. Beberapa daerah
taman dan tempat berjalan kaki yang dahulu terawatt baik dan teduh hamper tidak
ada agi. Beberapa sudut pusat kota yang dahulu longgar, kini telah di jejali
dengan berbagai bangunan perumahan dan perkantoran.
Dalam periode tahun 1960-1966 merupakan masa puncak
perkembangan dan pertumbuhan kota dan penduduk Pematang Siantar, ternyata
kedudukan orang pribumi hampir dapat menggeser kedudukan orang ngan. Pusat
pertokoan banyak berpindah tangan dari orang keturunan Cina ke orang asli
pribumi.
Hal ini di mungkinkan karena adanya peristiwa G 30 S
PKI, dimana pada masa itu telah bermunculan gerakan anti Cina, akibatnya banyak
orang Cina yang berkeluaran dari daerah Pematang Siantar. Tetapi semenjak tahun 1968 keadaan tersebut
berbalik seakan-akan masa jaya orang asli pribumi pudar kembali, Kota Pematang
Siantar kembali di dominasi oleh orang ketuunan Cina. Sedangkan pada periode
1981-1990 ami penurunan, hal ini di karenakan Kota Pematang Siantarpada
umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar