BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG MASALAH
Peninggalan
sejarah merupakan lambang dari kehidupan manusia zaman dahulu. Peran dari
peninggalan sejarah adalah sebagai bukti bahwa kehidupan zaman dahulu mengalami
perubahan, namun ada yang tetap membawa tradisi tersebut hingga saat ini.
Tradisi yang dibawa biasanya merupakan cara hidup masyarakat yang wajib
dilakukan sehingga tradisi diwariskan secara turun temurun.
Arkeologi
pariwisata dapat dilakukan didalam berbagai bidang keilmuan, seperti hal nya di
bidang ilmu sejarah. Dalam studi lapangan ilmu sejarah yang menjadi objek
penelitian bisa dalam bentuk situs-situs peninggalan kegiatan manusia di masa
lampau yang hingga saat ini masih terlihat oleh pandangan mata, bisa juga dalam
bentuk tradisi atau budaya yang masih dilakukan dan merupakan cerminan
asal-muasal manusia tersebut, dan semua itu dapat dikaji untuk mengungkapkan
kisah berdasarkan fakta yang harus diuji secara ilmiah.
Pada prinsipnya dapat disebutkan bahwa
arkeologi adalah ilmu yang secara sistematis dan terkendali mempelajari manusia
dan kebudayaan masa lampau berdasarkan peninggalannya yang tersisa, tidak saja
bagi kepentingan ilmu pengetahuan melainkan untuk kepentingan lain yang lebih
luas. Berkenaan dengan itu maka masuk dalam kerja arkeologi adalah upaya
penemuan, pencatatan, preservasi, serta interpretasi atas jejak okupasi manusia
dan lingkungan tempat kehidupannya di masa lampau.
Dalam upaya pengembangan kepariwisataab adalah
dengan memanfaatkan potensi wisata. Adapun untuk menemukan potensi
kepariwisataan di suatu daerah orang harus mengacu kepada apa yang dicari oleh
wisatawan. Sesuatu yang dapat menarik wisatawan yaitu alam, kebudayaan dan
manusia itu sendiri. Aktivitas arkeologi yang menyangkut upaya penelitian dan
pelestarian harus juga dipandang sebagai potensi kepariwisataan yang harus di
berdayakan.
Dalam
hal ini penelitian yang akan kami lakukan lebih mengacu kepada Kabupaten Batu
Bara Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Batubara merupakan salah satu kabupaten yang
berada di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang baru menginjak usia 8 tahun
ini diresmikan tepatnya pada 15 Juni 2007, merupakan hasil pemekaran dari
Kabupaten Asahan dan beribukota di Limapuluh. Penduduknya kini didominasi oleh
suku Melayu dan Jawa yang merupakan keturunan kuli kontrak perkebunan Deli yang
didatangkan pada akhir abad ke- 19. Penduduk Batubara terdiri dari
berbagai suku bangsa. Kelompok yang terbesar ialah suku bangsa Melayu. Selain
itu terdapat lagi suku bangsa Jawa, Minangkabau, Batak Toba, Mandailing,
Banjar, Cina, dan lain-lain.
Disinilah banyak terdapat situs
situs bersejarah yang dapat dijadikan objek arkeologi pariwisata. Salah satunya
yaitu Istana Niat Lima Laras yang merupakan salah satu peninggalan sejarah yang
menjadi bukti kemegahan kerajaan Melayu pada masa itu. Istana Lima Laras juga
yang menjadi pusat pemerintahan di Batu Bara. Cikal bakal dari Istana Lima
Laras tidak terlepas dari Kesultanan Siak Sri Indrapura di Riau. Pada tahun
1717 Raja kecil dari Siak mendirikan secara resmi pemerintahan suku di Batu
Bara. Negeri Batu Bara terdiri dari 4 kedatukan, mengepalai 4 suku dan 4
wilayah suku, yaitu Lima Laras, Pesisir, Tanah Datar,dan Lima Puluh. Oleh
karena itu Batu Bara dikenal juga sebagai negeri Datuk Empat Suku. Keempat suku
dan wilayah ini dipimpin oleh seorang Datuk, yang dikoordinir oleh seorang
Bendahara dari Siak. Sampai saat ini masih ada peninggalan Kedatukan Batu Bara,
yaitu Istana Niat Lima Laras milik Datuk Lima Laras yang terletak di Tanjung
Tiram, Batu Bara. Tidak ini saja, tidak jauh dari Istana Niat Lima Laras
terdapat makam yang dinamakan makam catur yang merupakan makam Raja Boga
beserta keturunannya.
Pengaruh
yang ditimbulkan peninggalan sejarah yang masih ada sampai sekarang tidak dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sehingga peniggalan tersebut
berlarut-larut dimakan usia tanpa adanya campur tangan manusia untuk
melestarikannya.
B. RUMUSAN MASALAH
Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah
1. Apakah istana Niat Lima Laras dapat menjadi
bukti kejayaan kerajaan Melayu ?
2. Bagaimana sejarah Istana Niat Lima Laras
1907-1919 ?
3. Bagaimana keadaan geografis Istana Niat Lima
Laras 1907-1919 ?
4. Apa pengaruh peninggalan sejarah bagi
kehidupan masyarakat sekarang ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian
ini memiliki tujuan dan manfaat yang penting tentunya, bukan hanya bagi
peneliti tetapi juga bagi masyarakat umum. penelitian ini bertujuan untuk
memaparkan tentang :
1. Mengetahui apakah Istana Niat Lima Laras dapat
menjadi bukti kejayaan kerajaan Melayu.
2. Mengetahui sejarah Istana Niat Lima Laras
1907-1919.
3. Mengetahui keadaan geografis Istana Niat Lima
Laras 1907-1919.
4. Mengetahui peninggalan sejarah sekitar Istana
Niat Lima Laras.
5. Mengetahui apa pengaruh peninggalan sejarah
bagi kehidupan masyarakat sekarang.
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Menambah wawasan terhadap situs-situs
peninggalan sejarah ataupun kebudayaan dan menambah referensi bagi masyarakat
umum.
2. Dapat mengetahui perspektif masyrakat setempat
terhadap peninggalan sejarah yang ada di Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten
Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara.
3. Apabila dapat terekspos dengan baik, akan
menaikkan tingkat kepedulian masyarakat secara luas terhadap peninggalan
sejarah maupun kebudayaan yang ada di Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu
Bara, Provinsi Sumatera Utara.
E. METODE PENELITIAN
Penelitian
yang kami lakukan adalah sebuah penelitian sejarah yang menekankan pada aspek
manusia, temporal dan spasial. Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan
metode sejarah. Yang dimaksud dengan metode sejarah adalah proses menguji dan
menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Metode sejarah
berisi tahapan yang harus dilalui untuk menghasilkan sebuah tulisan sejarah.
Tahapan-tahapan tersebut adalah heuristic, kritik dan interpretasi, dan
historiografi.
Tahap
pertama adalah heuristik. Secara sederhana heuristik proses pengumpulan
sumber-sumber historis yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam kaitannya
dengan hal ini, kami sebagai peneliti akan mengumpulkan sumber baik sumber
primer maupun skunder. Sumber skunder melalui studi pustaka. Studi pustaka
dilakukan untuk mengumpulkan sumber-sumber yang berhubungan dengan topik
penelitian ini baik dalam bentuk buku, jurnal, disertasi dan lainnya. Dalam
mengumpulkan data, kami juga melakukan teknik wawancara dari narasumber.
Setelah
mendapatkan sumber-sumber yang diinginkan, maka tahap yang selanjutnya adalah
kritik sumber. Pada tahap ini sumber-sumber relavan yang telah diperoleh
diverifikasi kembali untuk mengetahui keabsahannya[1].
Oleh karena itu perlu dilakukan kritik, baik kritik ekstern maupun intern.
Kritik ekstern mencakup seleksi dokumen. Apakah dokumen tersebut perlu
digunakan atau tidak dalam penelitian. Kemudian juga menyoroti tampilan fisik
dokumen, mulai dari ejaan yang digunakan, jenis kertas, stempel, atau apakah
dokumen tersebut tidak dirubah atau masih orisinil.
Tahap
selanjutnya adalah interpretasi merupakan penafsiran-penafsiran terhadap
sumber-sumber yang telah dikritik. Dalam tahap ini, peneliti akan melakukan
analisis dan sintesa. Analisis berarti menguraikan. Dari proses analisa akan
diperoleh fakta-fakta. Kemudian data-data yang telah diperoleh disintesakan
sehingga mendapat sebuah kesimpulan.
Tahap
terakhir dari penelitian sejarah adalah historiografi. Historiografi merupakan
proses penulisan fakta-fakta yang telah diperoleh secara kronologis dan krisis
analitis.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Istana
Niat Lima Laras 1907-1919
·
Istana Niat Lima Laras
dapat menjadi bukti kejayaan kerajaan Melayu
Daerah rawa-rawa yang luas di selatan Sumatra
Timur sangat lambat merasakan dampak pengaruh perkebunan-perkebunan asing yang
terpusat di lahan-lahan tanah endapan pengunungan yang subur di sekitar Medan.
Ada Sembilan kerajaan kecil di lembah-lembah luas tiga Sungai Rokan, Siak dan
Kampar, tetapi delapan antaranya berpenduduk sangat tipis dan miskin.
Raja-rajanya yang terkait perjanjian Korte Veklaring[2]
dengan Belanda hampir tidak mempunyai kekuasaan karena tidak mempunyai daya
andalan dalam berunding.
Kerajaan yang kesembilan, Siak Sri Indrapura,
pernah dalam sejarahnya menguasai seluruh pantai timur Sumatra, dan meskipun
tuntutan ini telah bisa diselesaikan Belanda, sultannya sulit menerima suatu
posisi resmi yang disamakan dengan Sultan-sultan Deli dan Langkat yang sedang
naik martabatt dan harta kekayaan berkat perusahaan-perusahaan perkebunan
Belanda. Kesultanan Siak yang relative kurang digarap oleh
perkebunan-perkebunan asing dapat lebih mempertahankan sifat tradisional dan
semangat keuletannya jika dibanding dengan kerajaan-kerajaan Melayu lainnya.
Secara kesukuan, 117.000 penduduknya relative serba sama dengan 30.000 orang
Minangkabau yang merantau. Faktor-faktor kesukuan dan sejarah telah
mengantarkan raja-raja di Asahan kepada peranan yang lebih sederhana dan
longgar, bersifat lebih mencari persetujuan dibanding dengan raja-raja Melayu
lainnya. Lima kerajaan kecil yang
bergabung dalam bentuk “konfederasi” Batu Bara terdiri dari penduduk asal
Minangkabau (orang pesisir) yang merantau kedaerah itu pada abad ke- 18, dan
mereka telah lebih dipersatukan oleh keturunan keluarga daripada dipersatukan
oleh suatu bentuk monarki[3].
Dahulu Negeri Batu Bara disinggahi oleh orang-orang
Minangkabau, Pagaruyung. Tanah ini mulanya merupakan tempat persinggahan para
pedagang-pedangang dan menjadi tempat baru pula bagi perantau dari Minangkabau.
Orang-orang Minangkabau ini datangg dari tanah Minang melalui Sungai Kampar,
lalu berlayar mengarungi Selat Malaka, yang pada waktu itu menjadi jalur
perdagangan kerajaan-kerajaan di Pesisir Timur Sumatera, mulai dari Aceh,
Malaka, Langkat, Deli, Asahan, Pelalawan dan Siak, serta kerajaan lainnya.
Raja Kecil dari Siak mendirikan secara resmi
pemerintahan suku di Batubara. Negeri Batubara terdiri dari 4 kedatukan
mengepalai 4 suku di wilayah 4 suku, yaitu Lima Laras, Pesisir, Tanah Datar,
dan Lima Puluh. Oleh karena itu Batubara dikenal juga sebagai negeri Datuk,
yang dikoordinir oleh seorang Bendahar dari Siak. Sampai saat ini masih ada
peninggalan Kedatukan Batubara, yaitu Istana Niat Lima Laras, milik Datuk Lima
Laras, yang terletak di Tanjung Tiram, Batubara.
Masing-masing Datuk ini
dipilih oleh para Kepala Kampung, yang disebut Tungkat. Sementara seorang
Tungkat dipilih oleh orang tua Kampung. Keempat datuk ini membentuk Dewan yang
akan memilih anggota suku untuk menempati jabatan-jabatan penting dalam
pemerintahan[4].
Sebagai sebuah peninggalan
sejarah dari kerajaan Lima Laras dapat dikatakan bahwa sebuah istana adalah
bukti kejayaan kerajaan Melayu. Dimana dapat dilihat dari motif dan lambang
serta ukiran yang terdapat di bangunan istana. Bangunan tersebut melambangkan
bahwa pada masa itu untuk membangun sebuah istana sudah terdapat jenis motif
yang akan dipilih oleh raja atau datuk. Motif bangunan yang sangat megah
merupakan bukti kejayaan kerajaan
Melayu. Dalam hal pembangunannya juga mendapat dukungan dari Kesultanan Siak,
dimana Sultan Siak banyak membantu membuktikan bahwa kerajaan Melayu pada saat
itu telah diakui kebesarannya.
·
Sejarah Istana Niat Lima
Laras 1907-1919
Sebuah
situs peninggalan sejarah masyarakat Melayu pesisir. Istana ini lebih dikenal
dengan nama Lima Laras. Meskipun namanya tidak sebesar dan tenar dari Istana
Maimun di Medan, namun Istana yang dibangun ini, menyimpan kisah perjalanan dan
perjuangan bangsa Indonesia, dimasa penjajahan Belanda. Terutama perjuangan
masyarakat Melayu ketika itu.
Mengunjungi dan melihat langsung
kondisi Istana Lima Laras yang terletak di Jalan Istana, dusun 2 desa Lima
Laras, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara Untuk
menuju ke Istana ini sekitar 136 km dari Kota Medan. Menurut narasumber yang
kami wawancari yang bernama Datuk Muhammad
Azminsyah (72) Istana
Datuk Lima Laras adalah
peninggalan sejarah zaman
Belanda, yang didirikan
oleh Datuk[5] Matyoeda Seri Diraja pada tahun 1907 dan
selesai pada tahun 1912.
Datuk Muhammad Azminsyah (72), yang
merupakan pemangku adat Melayu Istana Lima Laras saat ini dan merupakan
keturunan yang ke- 13. Datuk Muhammad Azminsyah adalah cucu dari pendiri Istana
Lima Laras, Datuk Matyoeda Seri Diraja, Raja ke 11 dari Kerajaan Lima Laras. Pada
masa itu pengerjaan Istana ini dengan mendatangkan tenaga ahli dari China, pembangunan Istana ini dengan
biaya 150.000 Golden dan dipimpin langsung oleh Datuk Matyoeda Seri Diraja
(Raja ke-11) sendiri. Menurut narasumber Datuk Muhammad Azminsyah (72) bahwa
istana ini dibuat berdasarkan niat Datuk Matyoeda Seri Diraja pada masa
pemerintahannya sehingga istana ini diberi nama Istana Niat Lima Laras. Pada
masa itu Pemerintah Hindia Belanda melarang para raja untuk berdagang. Tidak
jelas diketahui alasan larangan tersebut, namun asumsi karena tindakan monopoli
oleh VOC. Sedangkan Datuk Matyoeda Seri Diraja sendiri sering berdagang ke
Malaysia(Malaka), Singapura, dan Thailand. Ia berdangang dengan menjual kopra
(kelapa kering), dammar, dan rotan[6].
Saat larangan tersebut diberlakukan, beberapa armada kapal beserta isinya
disita oleh Belanda setibanya kembali di Asahan. Namun Datuk Matyoeda berniat
jika dagangan terakhirnya selamat, hasilnya akan digunakan membangun istana.
Kapal tersebut kembali dengan selamat, maka ia gunakan untuk membangun istana
Lima Lara situ. Dari hasil ia berdaganglah makanya Istana Niat Lima Laras
berdiri. Datuk Matyoeda Seri Diraja di nobatkan pada tahun 1883 hingga tahun
1919. Ia memiliki 4 istri yaitu:
2. Incik
Ulung Masuko yang tidak memiliki anak(mandul).
3. Incik
Deromo yang memiliki 3 anak laki-laki.
4. Incik
Antik Zahara yang memiliki 1 anak perempuan.
Sesuai dengan namanya, Istana Niat Lima
Laras berada di Desa Lima Laras, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara,
Sumatra Utara. Walaupun sedikit terlihat usang, namun Istana Niat Lima Laras
masih berdiri kokoh, ditengah keberagaman dan kemajuan zaman saat ini. Bahkan
umur Istana inipun telah mendekati 1 abad. Namun sayang istana yang sempat
megah disepanjang abad 20 ini, kurang mendapat perhatian serius sebagai situs
peninggalan sejarah budaya Melayu dan bangsa Indonesia .
Istana Niat Lima Laras ini memiliki
hubungan baik dengan kerajaan lain yaitu Kesultanan Siak Sri Indarapura. Bahwa
kita ketahui sendiri Istana Niat Lima Laras merupakan cikal bakal dari
Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dimana kerajaan ini merupakaan bukti sejarah
perjuangan suku Melayu. Kerajaan Lima Laras diperkirakan sudah berdiri sejak
abad ke 16, namun sering berpindah-pindah dan belum memiliki istana permanen.
Namun pada tahun 1912 baru didirikan Istana Niat Lima Laras tersebut di Batu
Bara yang pada masa itu dikenal sebagai daerah strategis untuk perdagangan
(karena berdekatan dengan Tanjung Balai yang dikuasai oleh kerajaan batu bara).
Hubungan yang terjalin antara Kesultanan Siak dengan Istana Niat Lima Laras,
jika Sultan Siak ingin berperang maka Datuk Matyoeda Seri Diraja akan membantu
dengan memberika bala tentara untuk berperang. Hubungan yang baik inilah yang
mengakibatkan Istana banyak memperoleh suatu persembahan dari Kesultanan Siak.
Seperti meriam yang ada didepan istana. Meriam yang masih utuh sampai saat ini
namun tidak bisa lagi digunakan bagi masyarakat setempat. Narasumber mengatakan
meriam yang diberikan oleh Kesultanan Siak tersebut merupakan meriam yang
diberikan oleh Belanda kepada Siak, lalu Siak memberikannya sebagai hadiah
untuk istana. Pada tahun 1920 meriam tersebut sudah ada di istana Niat Lima
Laras. Penggunaan meriam pada masa itu digunakan untuk keperluan acara-acara
yang diadakan di istana seperti acara suka cita. Masyarakat setempat akan
dipanggil untuk menghadiri acara tersebut dan meriam itu akan dibunyikan
sebagai pertanda acara yang dilaksana di istana tersebut. Sekarang meriam yang
berada tepat didepan istana Niat Lima Laras hanya sebagai icon penting dari
istana tersebut karena memang sudah tidak berfungsi lagi.
Pada
7 Juni 1919 Datuk Matyoeda Seri Diraja wafat yang sekaligus menandai
berakhirnya masa kejayaannya. Setelah Datuk Matyoeda Seri Diraja wafat, maka
yang menggantikannya adalah Datuk Abdul Ghani keturunan raja ke- 12. Pada tahun
1923 Istana Niat Lima Laras mengalami kemunduran. Namun pada tahun 1942 tentara
Jepang masuk Asahan dan menguasai istana, pada saat itu juga keluarga kerajaan
beserta keturuannya harus terusir dari istana. Kekuasaan Jepang di Indonesia
sejak Maret 1942 hingga 1945 mengakibatkan keadaan yang semakin carut-marut.
Tiga hari setelah jatuhnya bom di Hiroshima, Soekarno memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia. Di saat yang sama pula, diumumkanlah pemerintah Republik
Indonesia dengan Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakilnya.
Dengan demikian, dimulailah revolusi republik di seluruh wilayah Indonesia.
Sebagian raja dan kesultanan dihabisi para kaum nasionalis dan bala tentara
Jepang.
Keluarga
Kesultanan Deli dan Serdang terselamatkan berkat penjagaan tentara Sekutu yang
sedang bertugas di Medan untuk menerima penyerahan dari Jepang. Sementara di
Serdang, beberapa orang keluarga raja sedari awal telah mendukung rakyat
menentang Belanda.
Akan
tetapi, di Langkat, Istana Sultan dan rumah-rumah kerabat diserang dan rajanya
dibunuh bersama keluarganya termasuklah penyair besar Indonesia, Tengku Amir
Hamzah yang dipancung di Kuala Begumit.
Keganasan
yang paling dahsyat terjadi pada bulan Maret 1946 di Asahan dan di
kerajaan-kerajaan Melayu di Labuhanbatu seperti Kualuh, Panai dan Kota Pinang.
Di Labuhanbatu, daerah yang paling jauh dengan Kota Medan tidak dapat
dilindungi pasukan sekutu. Istana raja dikepung dan raja-rajanya pun dibunuh
seperti Yang Dipertuan Tengku Al Haji Muhammad Syah (Kualuh), Sultan Bidar Alam
Syah IV (Bilah), Sultan Mahmud Aman Gagar Alam Syah (Panai) dan Tengku Mustafa
gelar Yang Dipertuan Besar Makmur Perkasa Alam Syah (Kota Pinang). Baru pada
masa Agresi Militer II, istana kembali ke tangan Republik dan ditempati
Angkatan Laut Republik Indonesia di bawah pimpinan Mayor Dahrif Nasution.
Namun
pada saat ini istana Niat Lima Laras tersebut diwariskan kepada keturanan raja
yang ke-13 yaitu Datuk Muhammad Azminsyah (72) selaku narasumber kami. Ia yang
menjaga istana dan merawat istana tersebut.
·
Keadaan geografis
Istana Niat Lima Laras 1907-1919
Batas-batas
wilayah istna Niat Lima Laras yaitu:
-
Sebelah timur
berbatasan dengan sungai Silau Kanan
-
Sebelah barat
berbatasan dengan Tinjoan
-
Sebelah utara
berbatasan dengan Pelabuhan Bebas
-
Sebelah selatan
berbatasan dengan sungai Balai.
Warna
asli dari istana Lima Laras adalah biru manis. Namun sekarang berganti menjadi
warna hijau dan kunung dengan alasan untuk lebih mempercantik tampilan istana,
seperti yang kita ketahui warna kuning dan hijau merupakan warna khas melayu.
Keadaan warna pada istana sedikit kelihatan kusam pada bangunan Istana Lima
Laras, seolah menjadi icon kemegahan Istana. Namun sayang itu hanya sebuah
kiasan belaka.
Bila
kita memasuki bahagian dalam Istana Lima Laras ini, kondisinya sangat
memprihatinkan. Lantai dan dinding bangunan Istana masih berbahan kayu, dan
hampir sebahagian sudah lapuk tanpa perawatan bahkan rusak termakan usia.
Padahal sesungguhnya bangunan Istana ini, sangat mengagumkan. Hampir keseluruhan bahan
bangunan Istana, menggunakan kayu ukiran bernuansa Melayu. Keseluruhan dinding,
jendela, dan pintu, bentuknya sangat unik dan menakjubkan karena penuh dengan
lukisan dan ukiran yang cantik. Kondisi sekarang telah banyak berubah termasuk
kaca jendela istana Niat Lima Laras. Saat ini banyak jendela yang telah
direnovasi dan diganti dengan kaca. Dibandingkan dengan sebelumnya/ aslinya
yang terbuat dari kayu yang terdiri dari 2 lapis, lapisan pertama merupakan
daun jendela dan lapisan dalam dilindungi dengan jerjak.
Secara geografis, Istana Lima Laras
menghadap ke arah Utara atau menghadap lautan. Istana Niat Lima Laras memeliki
luas 102 x 98 meter dengan denah persegi panjang seperti pola penyusun sebuah
kubus atau balok. Bangunan ini berlantai empat dengan luas 40 x 35 meter. Istana ini memiliki empat
anjungan dari empat arah mata angin. Sepintas bila dilihat dari depan, hampir
mirip kapal yang berlayar di laut. Istana Lima Lima Laras memang masih terlihat
megah, itu karena Istana ini dibangun dengan empat lantai di dalamnya. Lantai
pertama terbuat dari beton, dilengkapi balai dan ruang atau tempat
bermusyawarah masyarakat adat Melayu ketika masa pemerintahan Datuk Matyoeda.
Di lantai dua, tiga dan empat terdapat sejumlah kamar dengan ukuran sekitar 6 x
5 meter. Jika dideskripsikan keselurahan isi istana yaitu naik keatas istana
yang pertama terlihat balkon, masuk kedalam terdapat ruang kosong untuk para
prajurit, disebelah kanan kirinya terdapat masing-masing 6 kamar yang
dipergunakan untuk anak-anak nya. Kamar-kamar ini biasanya juga digunakan untuk
para tamu kerjaan, yang datang berkunjung ke Istana Lima Laras. Sehingga jangan
heran kalau Istana termegah di zaman kolonial Belanda ini, paling banyak pintu
dan daun jendelanya. Ada sekitar 28 pintu dan 66 pasang daun jendela di Istana
ini. Didalam ruangan tengah, terlihat sebuah tangga dengan model berputar yang
terbuat dari kayu, tangga ini terlihat begitu indah. Seni ukiran dan model
tangga, sudah menggunakan model dari Eropa. Namun 27 anak tangga diruangan
Istana, juga masih berbahan dasar kayu. Tangga istana Lima Laras berbeda dengan
istana-istana lainnya yang bercorak melayu yang biasanya berada didepan istana.
Sedangkan istana Lima Laras memiliki 2 tangga yang berada di sisi kanan dan
sisi kiri bertujuan untuk memisahkan atau membedakan pintu masuk dan keluar
antara perempuan dengan laki-laki yang bukan muhrim. Dibawah istana merupakan
tempat kamar tahanan (penjara) serta penghulu balang (tentara) serta tempat menyimpan
atau meletakan beras (lumbung). Ada sebuah symbol unik yang berada di ujung
atap istana Lima Laras yang merupakan anti petir. Hal ini menunjukkan bahwa di
masa dulu telah ada pengetahuan mengenai bagaimna cara menangkal petir dan hal
ini bisa di lihat di istana Niat Lima Laras.
Kami
juga melakukan wawancara dengan narasumber di sekitar istana yang bernama bapak
Azhar (39). Narasumber tersebut adalah masyarakat biasa yang tinggal di
sekitaran istana. Ia juga bertugas membersihkan dan menjaga istana. Jika
memasuki lebih dalam lagi istana dan penggunaan ruangan-ruangannya yaitu,
narasumber mengatakan ruangan/kamar raja dan istri-istrinya berada mulai dari
memasuki ruang utama sampai di tangga putar, lalu setalah dari tangga putar
sampai ke bagian belakang merupakan kamar anak-anak raja. Di dalam istana ada
sebuah pemandian raja, yang mana di dalam pemandian itu ada sebuah sumur besar
serta terdapat 2 bak besar yang berada di sisi kanan dan kiri yang digunakan
untuk menampung air serta di tengah antara kedua bak tersebut ada tempat duduk
raja. Jadi, saat raja mandi, raja duduk di antara sisi bak tadi yang terdapat dudukan raja, lalu ada 2
dayang-dayang yang bertugas memandikan raja. Inilah deskripsi ruangan yang terdapat
didalam istana.
Inilah
keunikan dan keistimewaan Istana Lima Laras. Namun sayang bila ingin berkunjung
ke Istana yang pernah megah ini, jangan bayangkan masih bisa melihat tangga
putar itu masih utuh. Beberapa anak tangga ada yang sudah rusak dan patah.
Harus hati-hati bila ingin menuju ke lantai dasar Istana.
Namun
narasumber mengatakan peninggalan-peninggalan istana sudah dambil alih
oleh pihak keluarga Datuk Matyoeda Seri
Diraja tersebut.Peninggalan tersebut diwariskan kepada anak-anak nya yang
banyak, ada juga masyarakat sekitar istana pada masa itu yang mengambil bekas
peninggalan istana. Akan tetapi Datuk Muhammad Azminsyah (72) masih menyimpan
bukti-bukti beberapa peninggalan barang pusaka perlengkapan istana seperti
Tempayan berukiran naga, barang pecah belah, dan 2 pedang 1 buah tombak, barang
tersebut disimpan dirumahnya yang berjarak sekitar 100 meter dari bangunan
istana.
Jika
kita lihat keadaan Istana Niat Lima Laras ini sangat memprihatinkan walaupun
sekarang sudah ada campur tangan pemerintah untuk memperbaikinya. Pada tahun
2015 Inalum juga memberikan bantuan untuk memperbaiki Istana Niat Lima Laras
yang terjadi kerusakan.
Tidak
jauh dari dari istana terdapat pemakaman raja, isteri dan
keluarganya/keturunannya. Makam tersebut terletak di sebelah kiri istana.
Pemakaman tersebut masih terkontaminasi oleh percampuran antara Hindu-Budha dan
Islam karena dapat dilihat dari bentuk makam tersebut. Pemakamannya yang
dipagar/ dikelilingi oleh batu yang disusun yang berbentuk tembok-tembok
tersebut berupa gunongan-gunongan yang bergaya pada abad ke- 20 meniru gaya
hindhu dan buddha. Gunungan itu berfungsi sebagai penanda statu/kedudukan
seseorang serta terdapat sebuah paying yang juga menandakan kedudukan
seseorang. Salah satu makam tersebut merupakan makam Datuk Matyoeda itu
sendiri. Motif makam itu sendiri menggunakan motif tua, di batu nisan terdapat
tulisan epitap (prasti singkat yang terdapat di batu nisan). Dalam penulisan
tahun, salah satu batu nisan menggunakan tahun hijriyah dan juga menggunakan
tahun masehi. Salah satunya yaitu makam Abdul Rasyid yang merupakan keluarga
dari Datuk Matyoeda Seri Diraja, di batu nisan tersebut memakai tulisan aksara
arab yang berisi 1367 H atau 1947 M. Sedangkan makam Datuk Matyoeda Seri Diraja
dibuat berbeda dengan makam keluarganya. Makamnya ditutupi oleh wadah kain yang
bewarna kuning, dibagian makam tersebut terdapat 2 payung yang berwarna kuning.
Bentuk makam Datuk Matyoeda Seri Diraja menandakan suatu kedudukan bahwa ia
seorang raja ke-11 Istana Niat Lima Laras.
B. Makam
Catur
·
Peninggalan Sejarah
Sekitar Istana Niat Lima Laras
Makam ini terdapat di desa Lalang dusun
5, Jalan Rahmadsyah, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Provinsi
Sumatera Utara. Dinamakan makam catur karena batu nisannya berbentuk buah-buah
catur. Makam ini terletak di depan sekolah SMN1 Tanjung Tiram.
Narasumber Mahmuddin (70) selaku penjaga makam
mengatakan luas areal makam ini yaitu 20 x 12 m. Sebelumnya makam ini terletak
di Bogak. Namun terjadi pemindahan makam dari Bogak ke desa Lalang pada tahun
90-an. Pemindahan makam ini terjadi karena di Bogak dekat dengan pantai,
ketakutan tersebut yaitu terkena abrasi, menyebabkan makam harus dipindahkan ke
areal tersebut. Makam yang dipindahkan dari Bogak berjumlah 7. Namun pada
awalnya makam ini berjumlah 8, akan tetapi salah satu makam terkena abrasi laut
sebelum di pindahkan. Tanah pemakaman tersebut berasal dari bapak Mahmuddin itu
sendiri yang berada di sekitar rumah beliau karena menurut beliau masih
memiliki hubungan/keturunan raja Bogak tersebut. Namun sekarang ini makam
tersebut berjumlah 16 makam. Makam-makam tersebut tidak jelas diketahui secara
pasti, namun narasumber mengatakan makam-makam itu merupakan keturunan/kelurga
raja Bogak. Salah satu makam yang paling
besar itu merupakan makam raja Bogak.
Selain makam di areal tersebut kami
melihat 2 meriam yang tidak diketahui pemiliknya. Hanya saja meriam tersebut
terus berganti kepemilikan (turun-temurun) dan sekarang meriam itu di miliki
oleh isteri dari bapak Mahmuddin karena isteri bapak itu merupakan keturunan
raja Asahan. Meriam itu memiliki ukuran yang berbeda. Narasumber mengatakan,
meriam yang paling panjang adalah meriam perempuan dan yang besar memiliki
lubang adalah meriam laki-laki. Jadi, pada awalnya rumah yang ditempati
narasumber duluya masjid namun dipindahkan. Disekitar makam itu juga terdapat
sebuah sumur yang masih ada sampai sekarang merupakan bagian dari masjid yang
sudah dipindahkan tersebut, berfungsi untuk kebutuhan masyarakat umum.
Keadaaan makam tersebut tertata rapi
dan bersih, dimana makam tersebut masih utuh sampai sekarang karena memang ada
yang merawat makam itu. Namun, makam tersebut bukan merupakan tempat berziarah
bagi masyarakat sekitar. Makam itu hanya dipaki berziarah oleh keturunan raja
Bogak itu sendiri. Tidak diketahui penyebab masyarakat sekitar tidak berziarah
di makam tersebut, namun jika di lihat sekeliling makam tersebut jauh dari
penduduk menyebabkan kurang minatnya masyarakat sekitar.
C. Pengaruh
Peninggalan Sejarah Bagi Kehidupan Masyarakat Sekarang
Pengaruh yang didapatkan oleh masyarakat dari peninggalan
sejarah seperi Istana Niat Lima Laras, makam catur dll tidak begitu banyak
karena kurangnya pengetahuan masyarakat sekitar terhadap betapa pentingnya
peninggalan sejarah tersebut. Padahal upaya melestarikan istana dan makam sangat
penting mengingat sejarah dan nilai budaya yang dikandungnya. Istana Lima Laras
tidak dihuni lagi. Malam hari, tidak ada penerangan berarti. Halaman istana
juga ditumbuhi semak yang tingginya bisa mencapai satu meter lebih.
Selain
bangunan dan lantai Istana yang mulai usang, Singgasana dan perlengkapan
ruangan Istana Lima Laras juga sudah tidak terlihat lagi. Namun bukan rusak
atau terjual, tetapi pihak keluarga kerjaan terpaksa harus menyimpan dan
merawatnya agar tidak rusak. Datuk Muhammad Azminsyah (72) cucu kandung Datuk
Matyoeda. Beliau beruntung masih menyimpan beberapa barang pusaka perlengkapan
Istana milik kakeknya.
Walaupun
ada melakukan perbaikan pada istana Niat Lima Laras, namun perbaikan kecil itu
sifatnya hanya menunda kehancuran, sebab bangunan utama di bagian depan masih
berantakan. Dinding-dinding sudah bercopotan papannya, demikian juga atap dan
lantai. Beberapa tiang penyangga yang terbuat dari kayu pun bernasib serupa.
Di
depannya ada bangunan kecil tempat dua meriam berada. Hampir keseluruhan
bangunan berarsitektur Melayu, terutama pada model atap dan kisi-kisinya. Akan
tetapi ada juga beberapa bagian istana berornamen China. Kecuali batu bata,
bahan bangunan seperti kaca untuk jendela dan pintu didatangkan dari luar
negeri. Dua buah meriam itu hanya panjangan yang bisa dilihat sampai sekarang.
Kurangnya
pengetahuan masyarakat sekitar, membuat peninggalan yang ada di sekitar Tanjung
Tiram kurang menarik karena perawatan yang tidak dilakukan dengan baik.
Perawatan yang kurang akan mengakibatkan peninggalan tersebut akan rusak di
makan usia. Hal ini juga dapat berdampak kepada kurang minatnya masyarakat
untuk mengunjungi daerah ini. Seharusnya jika bisa di berlakuka dengan baik,
maka akan menjadi destinasi wisata yang banyak dikunjungi oleh orang luar dan
masyarakat itu sendiri. Dengan begitu pengaruh peninggalan sejarah bagi
masyarakat sekarang dapat membuat daerah ini lebih sering dikunjungi oleh
masyarakat luar dan tertarik untuk melihat peninggalan yang ada di daerah
tersebut.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kabupaten Batubara merupakan salah
satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang baru
menginjak usia 8 tahun ini diresmikan tepatnya pada 15 Juni 2007, merupakan
hasil pemekaran dari Kabupaten Asahan dan beribukota di Limapuluh. Penduduknya
kini didominasi oleh suku Melayu dan Jawa yang merupakan keturunan kuli kontrak
perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke- 19.
Penduduk
Batubara terdiri dari berbagai suku bangsa. Kelompok yang terbesar ialah suku
bangsa Melayu. Selain itu terdapat lagi suku bangsa Jawa, Minangkabau, Batak
Toba, Mandailing, Banjar, Cina, dan lain-lain.
Di daerah Kecamatan Tanjung Tiram,
Batu Bara inilah terdapat beberapa peninggalan sejarah yang dapat menarik untuk
diteliti dalam arkeologi pariwisata. Salah satunya yaitu Istana Niat Lima Laras
dan Makam Catur. Bahwa Istana Niat Lima Laras merupakan cikal bakal dan tidak terlepas dari Kesultanan Siak Sri
Indrapura. Raja
Kecil dari Siak mendirikan secara resmi pemerintahan suku di Batubara. Negeri
Batubara terdiri dari 4 kedatukan mengepalai 4 suku di wilayah 4 suku, yaitu
Lima Laras, Pesisir, Tanah Datar, dan Lima Puluh. Oleh karena itu Batubara
dikenal juga sebagai negeri Datuk, yang dikoordinir oleh seorang Bendahar dari
Siak. Sampai saat ini masih ada peninggalan Kedatukan Batubara, yaitu Istana
Niat Lima Laras, milik Datuk Lima Laras, yang terletak di Tanjung Tiram,
Batubara. Masing-masing Datuk ini dipilih oleh para Kepala Kampung, yang
disebut Tungkat. Sementara seorang Tungkat dipilih oleh orang tua Kampung.
Keempat datuk ini membentuk Dewan yang akan memilih anggota suku untuk
menempati jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan.
Istana Niat Lima Laras yang terletak di Jalan
Istana dusun 2 desa Lima Laras, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara,
Provinsi Sumatera Utara yang didirikan sendiri dengan niat oleh Datuk Matyoeda
Seri Diraja (Raja ke-11). Istana ini yang dibangun pada tahun 1907 dan baru
selesai pada tahun 1912. Masa pemerintahan Datuk Matyoeda berakhir ketika ia
wafat pada tahun 1919, ini juga menjadi landasan berakhirnya Istana Niat Lima
Laras tersebut. Sampai pada saat ini Istana Niat Lima Laras diambil alih oleh
Datuk Muhammad Azminsyah keturunan raja yang ke-13. Ia yang menjaga dan merawat
istana tersebut. Disekitar istana terdapat makam raja Datuk Matyoeda Seri Diraja
beserta keluarga/keturunannya. Dibagian depan istana terdapat 2 meriam yang
merupakan pemberian dari Sultan Siak kepada Istana Niat Lima Laras. Meriam itu
sudah ada sejak tahun 1920 yang merupakan pemeberian Belanda kepada Sultan
Siak. Tidak jauh dari Istana Niat Lima Laras terdapat makam catur yang terletak
didepan SMAN1 Tanjung Tiram. Lokasi makam catur ini di desa Lalang dusun 5,
Jalan Rahmadsyah, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara. Dikatakan makam
catur karena bentuk batu nisannya seperti buah-buah catur(pion). Makam ini
merupakan makam dari Raja Bogak dan keturunannya. Namun tidak diketahui pasti
siapa aja keturunanya. Makam ini berjumlah 16 makam. Makam ini sudah ada sejak
tahun 1990-an. Disekitar makam terdapat meriam dan sumur. Meriam tersebut
merupakan milik warga sekitar yang masih mempunyai hubungan/keturunan dari Raja
Bogak itu sendiri.
Pengaruh
yang didapatkan oleh masyarakat dari peninggalan sejarah seperi Istana Niat
Lima Laras, makam catur dll tidak begitu banyak karena kurangnya pengetahuan
masyarakat sekitar terhadap betapa pentingnya peninggalan sejarah tersebut.
Padahal upaya melestarikan istana dan makam sangat penting mengingat sejarah
dan nilai budaya yang dikandungnya.
B. SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah kami lakukan, kami
berharap masyarakat sekitar daerah peninggalan sejarah dapat menjaga dan
merawat. Agar peninggalan sejarah tersebut tetap utuh dan bisa dilihat hingga
kedepannya. Dengan begitu dapat menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung.
Adanya peran pemerintah Kabupaten Batu Bara bisa merenovasi dan memperbaiki
istana itu agar peninggalan sejarah melayu bisa dilestarikan kembali serta bisa
dikenal oleh seluruh masyarakat luas. Kepada Departemen Kebudayaan Indonesia
bisa melestarikan dan mempublikasikan kepada masyarakat luas tentang keberadaan
peninggalan sejarah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Putra, Ade.
2014. Korelasi Kebudayaan dan Pendidikan
Membangun Pendidikan Berbasis
Budaya Lokal.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Reid, Anthony.
1987. Perjuangan Rakyat Revolusi dan
Hancurnya Kerajaan di Sumatera. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Reid, Anthony.
2005. Asal Mula Konflik Aceh Dari
Perebutan Pantai Timut Sumatera Hingga
Akhir Kerajaan Aceh Abad ke-19.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta:
Yayasan Bentang Budaya, 1995.
[5] Datuk
merupakan sebutan bagi Datuk Empat Suku yang merupakan seorang kepala urung.
Sebutan ini diberikan secara turun temurun kepada anak laki-laki Datuk. Selain
itu, gelar datuk ini juga dapat diberikan sebagai hadiah Sultan kepada orang
yang telah berjasa. Keturunan dari Datuk yang merupakan gelar pemberian disebut
dengan Orang Kaya.
Merdeka sarinah wiwid.
BalasHapusKOMISARIAT TEKNIK UNA
GMNI CABANG ASAHAN
Sudah seharus nya harus dilestarikan adat dan budaya melayu
BalasHapusadakah Yang Dipertuan Ghani itu Datuk Ghani...?
BalasHapus