Senin, 09 Januari 2017

ISTANA LIMA LARAS



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH

Peninggalan sejarah merupakan lambang dari kehidupan manusia zaman dahulu. Peran dari peninggalan sejarah adalah sebagai bukti bahwa kehidupan zaman dahulu mengalami perubahan, namun ada yang tetap membawa tradisi tersebut hingga saat ini. Tradisi yang dibawa biasanya merupakan cara hidup masyarakat yang wajib dilakukan sehingga tradisi diwariskan secara turun temurun.

Arkeologi pariwisata dapat dilakukan didalam berbagai bidang keilmuan, seperti hal nya di bidang ilmu sejarah. Dalam studi lapangan ilmu sejarah yang menjadi objek penelitian bisa dalam bentuk situs-situs peninggalan kegiatan manusia di masa lampau yang hingga saat ini masih terlihat oleh pandangan mata, bisa juga dalam bentuk tradisi atau budaya yang masih dilakukan dan merupakan cerminan asal-muasal manusia tersebut, dan semua itu dapat dikaji untuk mengungkapkan kisah berdasarkan fakta yang harus diuji secara ilmiah.

Pada prinsipnya dapat disebutkan bahwa arkeologi adalah ilmu yang secara sistematis dan terkendali mempelajari manusia dan kebudayaan masa lampau berdasarkan peninggalannya yang tersisa, tidak saja bagi kepentingan ilmu pengetahuan melainkan untuk kepentingan lain yang lebih luas. Berkenaan dengan itu maka masuk dalam kerja arkeologi adalah upaya penemuan, pencatatan, preservasi, serta interpretasi atas jejak okupasi manusia dan lingkungan tempat kehidupannya di masa lampau.

Dalam upaya pengembangan kepariwisataab adalah dengan memanfaatkan potensi wisata. Adapun untuk menemukan potensi kepariwisataan di suatu daerah orang harus mengacu kepada apa yang dicari oleh wisatawan. Sesuatu yang dapat menarik wisatawan yaitu alam, kebudayaan dan manusia itu sendiri. Aktivitas arkeologi yang menyangkut upaya penelitian dan pelestarian harus juga dipandang sebagai potensi kepariwisataan yang harus di berdayakan.
            Dalam hal ini penelitian yang akan kami lakukan lebih mengacu kepada Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Batubara merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang baru menginjak usia 8 tahun ini diresmikan tepatnya pada 15 Juni 2007, merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Asahan dan beribukota di Limapuluh. Penduduknya kini didominasi oleh suku Melayu dan Jawa yang merupakan keturunan kuli kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke- 19. Penduduk Batubara terdiri dari berbagai suku bangsa. Kelompok yang terbesar ialah suku bangsa Melayu. Selain itu terdapat lagi suku bangsa Jawa, Minangkabau, Batak Toba, Mandailing, Banjar, Cina, dan lain-lain.
                 Disinilah banyak terdapat situs situs bersejarah yang dapat dijadikan objek arkeologi pariwisata. Salah satunya yaitu Istana Niat Lima Laras yang merupakan salah satu peninggalan sejarah yang menjadi bukti kemegahan kerajaan Melayu pada masa itu. Istana Lima Laras juga yang menjadi pusat pemerintahan di Batu Bara. Cikal bakal dari Istana Lima Laras tidak terlepas dari Kesultanan Siak Sri Indrapura di Riau. Pada tahun 1717 Raja kecil dari Siak mendirikan secara resmi pemerintahan suku di Batu Bara. Negeri Batu Bara terdiri dari 4 kedatukan, mengepalai 4 suku dan 4 wilayah suku, yaitu Lima Laras, Pesisir, Tanah Datar,dan Lima Puluh. Oleh karena itu Batu Bara dikenal juga sebagai negeri Datuk Empat Suku. Keempat suku dan wilayah ini dipimpin oleh seorang Datuk, yang dikoordinir oleh seorang Bendahara dari Siak. Sampai saat ini masih ada peninggalan Kedatukan Batu Bara, yaitu Istana Niat Lima Laras milik Datuk Lima Laras yang terletak di Tanjung Tiram, Batu Bara. Tidak ini saja, tidak jauh dari Istana Niat Lima Laras terdapat makam yang dinamakan makam catur yang merupakan makam Raja Boga beserta keturunannya.

            Pengaruh yang ditimbulkan peninggalan sejarah yang masih ada sampai sekarang tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sehingga peniggalan tersebut berlarut-larut dimakan usia tanpa adanya campur tangan manusia untuk melestarikannya.

B.     RUMUSAN MASALAH
Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah
1.      Apakah istana Niat Lima Laras dapat menjadi bukti kejayaan kerajaan Melayu ?
2.      Bagaimana sejarah Istana Niat Lima Laras 1907-1919 ?
3.      Bagaimana keadaan geografis Istana Niat Lima Laras 1907-1919 ?
4.      Apa pengaruh peninggalan sejarah bagi kehidupan masyarakat sekarang ?


C.     TUJUAN PENELITIAN
            Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang penting tentunya, bukan hanya bagi peneliti tetapi juga bagi masyarakat umum. penelitian ini bertujuan untuk memaparkan tentang :
1.      Mengetahui apakah Istana Niat Lima Laras dapat menjadi bukti kejayaan kerajaan Melayu.
2.      Mengetahui sejarah Istana Niat Lima Laras 1907-1919.
3.      Mengetahui keadaan geografis Istana Niat Lima Laras 1907-1919.
4.      Mengetahui peninggalan sejarah sekitar Istana Niat Lima Laras.
5.      Mengetahui apa pengaruh peninggalan sejarah bagi kehidupan masyarakat sekarang.


D.    MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Menambah wawasan terhadap situs-situs peninggalan sejarah ataupun kebudayaan dan menambah referensi bagi masyarakat umum.
2.      Dapat mengetahui perspektif masyrakat setempat terhadap peninggalan sejarah yang ada di Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara.
3.      Apabila dapat terekspos dengan baik, akan menaikkan tingkat kepedulian masyarakat secara luas terhadap peninggalan sejarah maupun kebudayaan yang ada di Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara.


E.     METODE PENELITIAN
Penelitian yang kami lakukan adalah sebuah penelitian sejarah yang menekankan pada aspek manusia, temporal dan spasial. Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan metode sejarah. Yang dimaksud dengan metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Metode sejarah berisi tahapan yang harus dilalui untuk menghasilkan sebuah tulisan sejarah. Tahapan-tahapan tersebut adalah heuristic, kritik dan interpretasi, dan historiografi.

Tahap pertama adalah heuristik. Secara sederhana heuristik proses pengumpulan sumber-sumber historis yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam kaitannya dengan hal ini, kami sebagai peneliti akan mengumpulkan sumber baik sumber primer maupun skunder. Sumber skunder melalui studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan sumber-sumber yang berhubungan dengan topik penelitian ini baik dalam bentuk buku, jurnal, disertasi dan lainnya. Dalam mengumpulkan data, kami juga melakukan teknik wawancara dari narasumber.

Setelah mendapatkan sumber-sumber yang diinginkan, maka tahap yang selanjutnya adalah kritik sumber. Pada tahap ini sumber-sumber relavan yang telah diperoleh diverifikasi kembali untuk mengetahui keabsahannya[1]. Oleh karena itu perlu dilakukan kritik, baik kritik ekstern maupun intern. Kritik ekstern mencakup seleksi dokumen. Apakah dokumen tersebut perlu digunakan atau tidak dalam penelitian. Kemudian juga menyoroti tampilan fisik dokumen, mulai dari ejaan yang digunakan, jenis kertas, stempel, atau apakah dokumen tersebut tidak dirubah atau masih orisinil.

Tahap selanjutnya adalah interpretasi merupakan penafsiran-penafsiran terhadap sumber-sumber yang telah dikritik. Dalam tahap ini, peneliti akan melakukan analisis dan sintesa. Analisis berarti menguraikan. Dari proses analisa akan diperoleh fakta-fakta. Kemudian data-data yang telah diperoleh disintesakan sehingga mendapat sebuah kesimpulan.

Tahap terakhir dari penelitian sejarah adalah historiografi. Historiografi merupakan proses penulisan fakta-fakta yang telah diperoleh secara kronologis dan krisis analitis.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Istana Niat Lima Laras 1907-1919
·         Istana Niat Lima Laras dapat menjadi bukti kejayaan kerajaan Melayu
Daerah rawa-rawa yang luas di selatan Sumatra Timur sangat lambat merasakan dampak pengaruh perkebunan-perkebunan asing yang terpusat di lahan-lahan tanah endapan pengunungan yang subur di sekitar Medan. Ada Sembilan kerajaan kecil di lembah-lembah luas tiga Sungai Rokan, Siak dan Kampar, tetapi delapan antaranya berpenduduk sangat tipis dan miskin. Raja-rajanya yang terkait perjanjian Korte Veklaring[2] dengan Belanda hampir tidak mempunyai kekuasaan karena tidak mempunyai daya andalan dalam berunding.

Kerajaan yang kesembilan, Siak Sri Indrapura, pernah dalam sejarahnya menguasai seluruh pantai timur Sumatra, dan meskipun tuntutan ini telah bisa diselesaikan Belanda, sultannya sulit menerima suatu posisi resmi yang disamakan dengan Sultan-sultan Deli dan Langkat yang sedang naik martabatt dan harta kekayaan berkat perusahaan-perusahaan perkebunan Belanda. Kesultanan Siak yang relative kurang digarap oleh perkebunan-perkebunan asing dapat lebih mempertahankan sifat tradisional dan semangat keuletannya jika dibanding dengan kerajaan-kerajaan Melayu lainnya. Secara kesukuan, 117.000 penduduknya relative serba sama dengan 30.000 orang Minangkabau yang merantau. Faktor-faktor kesukuan dan sejarah telah mengantarkan raja-raja di Asahan kepada peranan yang lebih sederhana dan longgar, bersifat lebih mencari persetujuan dibanding dengan raja-raja Melayu lainnya. Lima kerajaan  kecil yang bergabung dalam bentuk “konfederasi” Batu Bara terdiri dari penduduk asal Minangkabau (orang pesisir) yang merantau kedaerah itu pada abad ke- 18, dan mereka telah lebih dipersatukan oleh keturunan keluarga daripada dipersatukan oleh suatu bentuk monarki[3].

Dahulu  Negeri Batu Bara disinggahi oleh orang-orang Minangkabau, Pagaruyung. Tanah ini mulanya merupakan tempat persinggahan para pedagang-pedangang dan menjadi tempat baru pula bagi perantau dari Minangkabau. Orang-orang Minangkabau ini datangg dari tanah Minang melalui Sungai Kampar, lalu berlayar mengarungi Selat Malaka, yang pada waktu itu menjadi jalur perdagangan kerajaan-kerajaan di Pesisir Timur Sumatera, mulai dari Aceh, Malaka, Langkat, Deli, Asahan, Pelalawan dan Siak, serta kerajaan lainnya.

Raja Kecil dari Siak mendirikan secara resmi pemerintahan suku di Batubara. Negeri Batubara terdiri dari 4 kedatukan mengepalai 4 suku di wilayah 4 suku, yaitu Lima Laras, Pesisir, Tanah Datar, dan Lima Puluh. Oleh karena itu Batubara dikenal juga sebagai negeri Datuk, yang dikoordinir oleh seorang Bendahar dari Siak. Sampai saat ini masih ada peninggalan Kedatukan Batubara, yaitu Istana Niat Lima Laras, milik Datuk Lima Laras, yang terletak di Tanjung Tiram, Batubara.

         Masing-masing Datuk ini dipilih oleh para Kepala Kampung, yang disebut Tungkat. Sementara seorang Tungkat dipilih oleh orang tua Kampung. Keempat datuk ini membentuk Dewan yang akan memilih anggota suku untuk menempati jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan[4].

                  Sebagai sebuah peninggalan sejarah dari kerajaan Lima Laras dapat dikatakan bahwa sebuah istana adalah bukti kejayaan kerajaan Melayu. Dimana dapat dilihat dari motif dan lambang serta ukiran yang terdapat di bangunan istana. Bangunan tersebut melambangkan bahwa pada masa itu untuk membangun sebuah istana sudah terdapat jenis motif yang akan dipilih oleh raja atau datuk. Motif bangunan yang sangat megah merupakan bukti  kejayaan kerajaan Melayu. Dalam hal pembangunannya juga mendapat dukungan dari Kesultanan Siak, dimana Sultan Siak banyak membantu membuktikan bahwa kerajaan Melayu pada saat itu telah diakui kebesarannya.


·         Sejarah Istana Niat Lima Laras 1907-1919
     Sebuah situs peninggalan sejarah masyarakat Melayu pesisir. Istana ini lebih dikenal dengan nama Lima Laras. Meskipun namanya tidak sebesar dan tenar dari Istana Maimun di Medan, namun Istana yang dibangun ini, menyimpan kisah perjalanan dan perjuangan bangsa Indonesia, dimasa penjajahan Belanda. Terutama perjuangan masyarakat Melayu ketika itu.
            Mengunjungi dan melihat langsung kondisi Istana Lima Laras yang terletak di Jalan Istana, dusun 2 desa Lima Laras, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara Untuk menuju ke Istana ini sekitar 136 km dari Kota Medan. Menurut narasumber yang kami wawancari yang bernama  Datuk  Muhammad  Azminsyah  (72)  Istana  Datuk  Lima Laras  adalah  peninggalan  sejarah  zaman  Belanda,  yang  didirikan  oleh  Datuk[5]  Matyoeda Seri Diraja pada tahun 1907 dan selesai pada tahun 1912.
            Datuk Muhammad Azminsyah (72), yang merupakan pemangku adat Melayu Istana Lima Laras saat ini dan merupakan keturunan yang ke- 13. Datuk Muhammad Azminsyah adalah cucu dari pendiri Istana Lima Laras, Datuk Matyoeda Seri Diraja, Raja ke 11 dari Kerajaan Lima Laras. Pada masa itu pengerjaan Istana ini dengan mendatangkan tenaga ahli   dari China, pembangunan Istana ini dengan biaya 150.000 Golden dan dipimpin langsung oleh Datuk Matyoeda Seri Diraja (Raja ke-11) sendiri. Menurut narasumber Datuk Muhammad Azminsyah (72) bahwa istana ini dibuat berdasarkan niat Datuk Matyoeda Seri Diraja pada masa pemerintahannya sehingga istana ini diberi nama Istana Niat Lima Laras. Pada masa itu Pemerintah Hindia Belanda melarang para raja untuk berdagang. Tidak jelas diketahui alasan larangan tersebut, namun asumsi karena tindakan monopoli oleh VOC. Sedangkan Datuk Matyoeda Seri Diraja sendiri sering berdagang ke Malaysia(Malaka), Singapura, dan Thailand. Ia berdangang dengan menjual kopra (kelapa kering), dammar, dan rotan[6]. Saat larangan tersebut diberlakukan, beberapa armada kapal beserta isinya disita oleh Belanda setibanya kembali di Asahan. Namun Datuk Matyoeda berniat jika dagangan terakhirnya selamat, hasilnya akan digunakan membangun istana. Kapal tersebut kembali dengan selamat, maka ia gunakan untuk membangun istana Lima Lara situ. Dari hasil ia berdaganglah makanya Istana Niat Lima Laras berdiri. Datuk Matyoeda Seri Diraja di nobatkan pada tahun 1883 hingga tahun 1919. Ia memiliki 4 istri yaitu:
1.      Incik[7] Sojuk (Sajuk/dingin) yang memiliki 7 anak. 5 anak laki-laki dan 2 anak perempuan.
2.      Incik Ulung Masuko yang tidak memiliki anak(mandul).
3.      Incik Deromo yang memiliki 3 anak laki-laki.
4.      Incik Antik Zahara yang memiliki 1 anak perempuan.
            Sesuai dengan namanya, Istana Niat Lima Laras berada di Desa Lima Laras, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Sumatra Utara. Walaupun sedikit terlihat usang, namun Istana Niat Lima Laras masih berdiri kokoh, ditengah keberagaman dan kemajuan zaman saat ini. Bahkan umur Istana inipun telah mendekati 1 abad. Namun sayang istana yang sempat megah disepanjang abad 20 ini, kurang mendapat perhatian serius sebagai situs peninggalan sejarah budaya Melayu dan bangsa Indonesia .
            Istana Niat Lima Laras ini memiliki hubungan baik dengan kerajaan lain yaitu Kesultanan Siak Sri Indarapura. Bahwa kita ketahui sendiri Istana Niat Lima Laras merupakan cikal bakal dari Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dimana kerajaan ini merupakaan bukti sejarah perjuangan suku Melayu. Kerajaan Lima Laras diperkirakan sudah berdiri sejak abad ke 16, namun sering berpindah-pindah dan belum memiliki istana permanen. Namun pada tahun 1912 baru didirikan Istana Niat Lima Laras tersebut di Batu Bara yang pada masa itu dikenal sebagai daerah strategis untuk perdagangan (karena berdekatan dengan Tanjung Balai yang dikuasai oleh kerajaan batu bara). Hubungan yang terjalin antara Kesultanan Siak dengan Istana Niat Lima Laras, jika Sultan Siak ingin berperang maka Datuk Matyoeda Seri Diraja akan membantu dengan memberika bala tentara untuk berperang. Hubungan yang baik inilah yang mengakibatkan Istana banyak memperoleh suatu persembahan dari Kesultanan Siak. Seperti meriam yang ada didepan istana. Meriam yang masih utuh sampai saat ini namun tidak bisa lagi digunakan bagi masyarakat setempat. Narasumber mengatakan meriam yang diberikan oleh Kesultanan Siak tersebut merupakan meriam yang diberikan oleh Belanda kepada Siak, lalu Siak memberikannya sebagai hadiah untuk istana. Pada tahun 1920 meriam tersebut sudah ada di istana Niat Lima Laras. Penggunaan meriam pada masa itu digunakan untuk keperluan acara-acara yang diadakan di istana seperti acara suka cita. Masyarakat setempat akan dipanggil untuk menghadiri acara tersebut dan meriam itu akan dibunyikan sebagai pertanda acara yang dilaksana di istana tersebut. Sekarang meriam yang berada tepat didepan istana Niat Lima Laras hanya sebagai icon penting dari istana tersebut karena memang sudah tidak berfungsi lagi.
            Pada 7 Juni 1919 Datuk Matyoeda Seri Diraja wafat yang sekaligus menandai berakhirnya masa kejayaannya. Setelah Datuk Matyoeda Seri Diraja wafat, maka yang menggantikannya adalah Datuk Abdul Ghani keturunan raja ke- 12. Pada tahun 1923 Istana Niat Lima Laras mengalami kemunduran. Namun pada tahun 1942 tentara Jepang masuk Asahan dan menguasai istana, pada saat itu juga keluarga kerajaan beserta keturuannya harus terusir dari istana. Kekuasaan Jepang di Indonesia sejak Maret 1942 hingga 1945 mengakibatkan keadaan yang semakin carut-marut. Tiga hari setelah jatuhnya bom di Hiroshima, Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Di saat yang sama pula, diumumkanlah pemerintah Republik Indonesia dengan Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakilnya. Dengan demikian, dimulailah revolusi republik di seluruh wilayah Indonesia. Sebagian raja dan kesultanan dihabisi para kaum nasionalis dan bala tentara Jepang.
            Keluarga Kesultanan Deli dan Serdang terselamatkan berkat penjagaan tentara Sekutu yang sedang bertugas di Medan untuk menerima penyerahan dari Jepang. Sementara di Serdang, beberapa orang keluarga raja sedari awal telah mendukung rakyat menentang Belanda.
            Akan tetapi, di Langkat, Istana Sultan dan rumah-rumah kerabat diserang dan rajanya dibunuh bersama keluarganya termasuklah penyair besar Indonesia, Tengku Amir Hamzah yang dipancung di Kuala Begumit.
            Keganasan yang paling dahsyat terjadi pada bulan Maret 1946 di Asahan dan di kerajaan-kerajaan Melayu di Labuhanbatu seperti Kualuh, Panai dan Kota Pinang. Di Labuhanbatu, daerah yang paling jauh dengan Kota Medan tidak dapat dilindungi pasukan sekutu. Istana raja dikepung dan raja-rajanya pun dibunuh seperti Yang Dipertuan Tengku Al Haji Muhammad Syah (Kualuh), Sultan Bidar Alam Syah IV (Bilah), Sultan Mahmud Aman Gagar Alam Syah (Panai) dan Tengku Mustafa gelar Yang Dipertuan Besar Makmur Perkasa Alam Syah (Kota Pinang). Baru pada masa Agresi Militer II, istana kembali ke tangan Republik dan ditempati Angkatan Laut Republik Indonesia di bawah pimpinan Mayor Dahrif Nasution.
            Namun pada saat ini istana Niat Lima Laras tersebut diwariskan kepada keturanan raja yang ke-13 yaitu Datuk Muhammad Azminsyah (72) selaku narasumber kami. Ia yang menjaga istana dan merawat istana tersebut.

·         Keadaan geografis Istana Niat Lima Laras 1907-1919
   Batas-batas wilayah istna Niat Lima Laras yaitu:
-          Sebelah timur berbatasan dengan sungai Silau Kanan
-          Sebelah barat berbatasan dengan Tinjoan
-          Sebelah utara berbatasan dengan Pelabuhan Bebas
-          Sebelah selatan berbatasan dengan sungai Balai.
            Warna asli dari istana Lima Laras adalah biru manis. Namun sekarang berganti menjadi warna hijau dan kunung dengan alasan untuk lebih mempercantik tampilan istana, seperti yang kita ketahui warna kuning dan hijau merupakan warna khas melayu. Keadaan warna pada istana sedikit kelihatan kusam pada bangunan Istana Lima Laras, seolah menjadi icon kemegahan Istana. Namun sayang itu hanya sebuah kiasan belaka.
            Bila kita memasuki bahagian dalam Istana Lima Laras ini, kondisinya sangat memprihatinkan. Lantai dan dinding bangunan Istana masih berbahan kayu, dan hampir sebahagian sudah lapuk tanpa perawatan bahkan rusak termakan usia. Padahal sesungguhnya bangunan Istana ini, sangat  mengagumkan. Hampir keseluruhan bahan bangunan Istana, menggunakan kayu ukiran bernuansa Melayu. Keseluruhan dinding, jendela, dan pintu, bentuknya sangat unik dan menakjubkan karena penuh dengan lukisan dan ukiran yang cantik. Kondisi sekarang telah banyak berubah termasuk kaca jendela istana Niat Lima Laras. Saat ini banyak jendela yang telah direnovasi dan diganti dengan kaca. Dibandingkan dengan sebelumnya/ aslinya yang terbuat dari kayu yang terdiri dari 2 lapis, lapisan pertama merupakan daun jendela dan lapisan dalam dilindungi dengan jerjak.
            Secara geografis, Istana Lima Laras menghadap ke arah Utara atau menghadap lautan. Istana Niat Lima Laras memeliki luas 102 x 98 meter dengan denah persegi panjang seperti pola penyusun sebuah kubus atau balok. Bangunan ini berlantai empat dengan  luas 40 x 35 meter. Istana ini memiliki empat anjungan dari empat arah mata angin. Sepintas bila dilihat dari depan, hampir mirip kapal yang berlayar di laut. Istana Lima Lima Laras memang masih terlihat megah, itu karena Istana ini dibangun dengan empat lantai di dalamnya. Lantai pertama terbuat dari beton, dilengkapi balai dan ruang atau tempat bermusyawarah masyarakat adat Melayu ketika masa pemerintahan Datuk Matyoeda. Di lantai dua, tiga dan empat terdapat sejumlah kamar dengan ukuran sekitar 6 x 5 meter. Jika dideskripsikan keselurahan isi istana yaitu naik keatas istana yang pertama terlihat balkon, masuk kedalam terdapat ruang kosong untuk para prajurit, disebelah kanan kirinya terdapat masing-masing 6 kamar yang dipergunakan untuk anak-anak nya. Kamar-kamar ini biasanya juga digunakan untuk para tamu kerjaan, yang datang berkunjung ke Istana Lima Laras. Sehingga jangan heran kalau Istana termegah di zaman kolonial Belanda ini, paling banyak pintu dan daun jendelanya. Ada sekitar 28 pintu dan 66 pasang daun jendela di Istana ini. Didalam ruangan tengah, terlihat sebuah tangga dengan model berputar yang terbuat dari kayu, tangga ini terlihat begitu indah. Seni ukiran dan model tangga, sudah menggunakan model dari Eropa. Namun 27 anak tangga diruangan Istana, juga masih berbahan dasar kayu. Tangga istana Lima Laras berbeda dengan istana-istana lainnya yang bercorak melayu yang biasanya berada didepan istana. Sedangkan istana Lima Laras memiliki 2 tangga yang berada di sisi kanan dan sisi kiri bertujuan untuk memisahkan atau membedakan pintu masuk dan keluar antara perempuan dengan laki-laki yang bukan muhrim. Dibawah istana merupakan tempat kamar tahanan (penjara) serta penghulu balang (tentara) serta tempat menyimpan atau meletakan beras (lumbung). Ada sebuah symbol unik yang berada di ujung atap istana Lima Laras yang merupakan anti petir. Hal ini menunjukkan bahwa di masa dulu telah ada pengetahuan mengenai bagaimna cara menangkal petir dan hal ini bisa di lihat di istana Niat Lima Laras.
            Kami juga melakukan wawancara dengan narasumber di sekitar istana yang bernama bapak Azhar (39). Narasumber tersebut adalah masyarakat biasa yang tinggal di sekitaran istana. Ia juga bertugas membersihkan dan menjaga istana. Jika memasuki lebih dalam lagi istana dan penggunaan ruangan-ruangannya yaitu, narasumber mengatakan ruangan/kamar raja dan istri-istrinya berada mulai dari memasuki ruang utama sampai di tangga putar, lalu setalah dari tangga putar sampai ke bagian belakang merupakan kamar anak-anak raja. Di dalam istana ada sebuah pemandian raja, yang mana di dalam pemandian itu ada sebuah sumur besar serta terdapat 2 bak besar yang berada di sisi kanan dan kiri yang digunakan untuk menampung air serta di tengah antara kedua bak tersebut ada tempat duduk raja. Jadi, saat raja mandi, raja duduk di antara sisi bak tadi yang  terdapat dudukan raja, lalu ada 2 dayang-dayang yang bertugas memandikan raja. Inilah deskripsi ruangan yang terdapat didalam istana.
            Inilah keunikan dan keistimewaan Istana Lima Laras. Namun sayang bila ingin berkunjung ke Istana yang pernah megah ini, jangan bayangkan masih bisa melihat tangga putar itu masih utuh. Beberapa anak tangga ada yang sudah rusak dan patah. Harus hati-hati bila ingin menuju ke lantai dasar Istana.
            Namun narasumber mengatakan peninggalan-peninggalan istana sudah dambil alih oleh  pihak keluarga Datuk Matyoeda Seri Diraja tersebut.Peninggalan tersebut diwariskan kepada anak-anak nya yang banyak, ada juga masyarakat sekitar istana pada masa itu yang mengambil bekas peninggalan istana. Akan tetapi Datuk Muhammad Azminsyah (72) masih menyimpan bukti-bukti beberapa peninggalan barang pusaka perlengkapan istana seperti Tempayan berukiran naga, barang pecah belah, dan 2 pedang 1 buah tombak, barang tersebut disimpan dirumahnya yang berjarak sekitar 100 meter dari bangunan istana.
            Jika kita lihat keadaan Istana Niat Lima Laras ini sangat memprihatinkan walaupun sekarang sudah ada campur tangan pemerintah untuk memperbaikinya. Pada tahun 2015 Inalum juga memberikan bantuan untuk memperbaiki Istana Niat Lima Laras yang terjadi kerusakan.
            Tidak jauh dari dari istana terdapat pemakaman raja, isteri dan keluarganya/keturunannya. Makam tersebut terletak di sebelah kiri istana. Pemakaman tersebut masih terkontaminasi oleh percampuran antara Hindu-Budha dan Islam karena dapat dilihat dari bentuk makam tersebut. Pemakamannya yang dipagar/ dikelilingi oleh batu yang disusun yang berbentuk tembok-tembok tersebut berupa gunongan-gunongan yang bergaya pada abad ke- 20 meniru gaya hindhu dan buddha. Gunungan itu berfungsi sebagai penanda statu/kedudukan seseorang serta terdapat sebuah paying yang juga menandakan kedudukan seseorang. Salah satu makam tersebut merupakan makam Datuk Matyoeda itu sendiri. Motif makam itu sendiri menggunakan motif tua, di batu nisan terdapat tulisan epitap (prasti singkat yang terdapat di batu nisan). Dalam penulisan tahun, salah satu batu nisan menggunakan tahun hijriyah dan juga menggunakan tahun masehi. Salah satunya yaitu makam Abdul Rasyid yang merupakan keluarga dari Datuk Matyoeda Seri Diraja, di batu nisan tersebut memakai tulisan aksara arab yang berisi 1367 H atau 1947 M. Sedangkan makam Datuk Matyoeda Seri Diraja dibuat berbeda dengan makam keluarganya. Makamnya ditutupi oleh wadah kain yang bewarna kuning, dibagian makam tersebut terdapat 2 payung yang berwarna kuning. Bentuk makam Datuk Matyoeda Seri Diraja menandakan suatu kedudukan bahwa ia seorang raja ke-11 Istana Niat Lima Laras.

B.     Makam Catur
·         Peninggalan Sejarah Sekitar Istana Niat Lima Laras
         Makam ini terdapat di desa Lalang dusun 5, Jalan Rahmadsyah, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara. Dinamakan makam catur karena batu nisannya berbentuk buah-buah catur. Makam ini terletak di depan sekolah SMN1 Tanjung Tiram.

         Narasumber  Mahmuddin (70) selaku penjaga makam mengatakan luas areal makam ini yaitu 20 x 12 m. Sebelumnya makam ini terletak di Bogak. Namun terjadi pemindahan makam dari Bogak ke desa Lalang pada tahun 90-an. Pemindahan makam ini terjadi karena di Bogak dekat dengan pantai, ketakutan tersebut yaitu terkena abrasi, menyebabkan makam harus dipindahkan ke areal tersebut. Makam yang dipindahkan dari Bogak berjumlah 7. Namun pada awalnya makam ini berjumlah 8, akan tetapi salah satu makam terkena abrasi laut sebelum di pindahkan. Tanah pemakaman tersebut berasal dari bapak Mahmuddin itu sendiri yang berada di sekitar rumah beliau karena menurut beliau masih memiliki hubungan/keturunan raja Bogak tersebut. Namun sekarang ini makam tersebut berjumlah 16 makam. Makam-makam tersebut tidak jelas diketahui secara pasti, namun narasumber mengatakan makam-makam itu merupakan keturunan/kelurga raja Bogak.  Salah satu makam yang paling besar itu merupakan makam raja Bogak.

         Selain makam di areal tersebut kami melihat 2 meriam yang tidak diketahui pemiliknya. Hanya saja meriam tersebut terus berganti kepemilikan (turun-temurun) dan sekarang meriam itu di miliki oleh isteri dari bapak Mahmuddin karena isteri bapak itu merupakan keturunan raja Asahan. Meriam itu memiliki ukuran yang berbeda. Narasumber mengatakan, meriam yang paling panjang adalah meriam perempuan dan yang besar memiliki lubang adalah meriam laki-laki. Jadi, pada awalnya rumah yang ditempati narasumber duluya masjid namun dipindahkan. Disekitar makam itu juga terdapat sebuah sumur yang masih ada sampai sekarang merupakan bagian dari masjid yang sudah dipindahkan tersebut, berfungsi untuk kebutuhan masyarakat umum.

         Keadaaan makam tersebut tertata rapi dan bersih, dimana makam tersebut masih utuh sampai sekarang karena memang ada yang merawat makam itu. Namun, makam tersebut bukan merupakan tempat berziarah bagi masyarakat sekitar. Makam itu hanya dipaki berziarah oleh keturunan raja Bogak itu sendiri. Tidak diketahui penyebab masyarakat sekitar tidak berziarah di makam tersebut, namun jika di lihat sekeliling makam tersebut jauh dari penduduk menyebabkan kurang minatnya masyarakat sekitar.

C.     Pengaruh Peninggalan Sejarah Bagi Kehidupan Masyarakat Sekarang
        Pengaruh yang didapatkan oleh masyarakat dari peninggalan sejarah seperi Istana Niat Lima Laras, makam catur dll tidak begitu banyak karena kurangnya pengetahuan masyarakat sekitar terhadap betapa pentingnya peninggalan sejarah tersebut. Padahal upaya melestarikan istana dan makam sangat penting mengingat sejarah dan nilai budaya yang dikandungnya. Istana Lima Laras tidak dihuni lagi. Malam hari, tidak ada penerangan berarti. Halaman istana juga ditumbuhi semak yang tingginya bisa mencapai satu meter lebih.
            Selain bangunan dan lantai Istana yang mulai usang, Singgasana dan perlengkapan ruangan Istana Lima Laras juga sudah tidak terlihat lagi. Namun bukan rusak atau terjual, tetapi pihak keluarga kerjaan terpaksa harus menyimpan dan merawatnya agar tidak rusak. Datuk Muhammad Azminsyah (72) cucu kandung Datuk Matyoeda. Beliau beruntung masih menyimpan beberapa barang pusaka perlengkapan Istana milik kakeknya.
        Walaupun ada melakukan perbaikan pada istana Niat Lima Laras, namun perbaikan kecil itu sifatnya hanya menunda kehancuran, sebab bangunan utama di bagian depan masih berantakan. Dinding-dinding sudah bercopotan papannya, demikian juga atap dan lantai. Beberapa tiang penyangga yang terbuat dari kayu pun bernasib serupa.
            Di depannya ada bangunan kecil tempat dua meriam berada. Hampir keseluruhan bangunan berarsitektur Melayu, terutama pada model atap dan kisi-kisinya. Akan tetapi ada juga beberapa bagian istana berornamen China. Kecuali batu bata, bahan bangunan seperti kaca untuk jendela dan pintu didatangkan dari luar negeri. Dua buah meriam itu hanya panjangan yang bisa dilihat sampai sekarang.
            Kurangnya pengetahuan masyarakat sekitar, membuat peninggalan yang ada di sekitar Tanjung Tiram kurang menarik karena perawatan yang tidak dilakukan dengan baik. Perawatan yang kurang akan mengakibatkan peninggalan tersebut akan rusak di makan usia. Hal ini juga dapat berdampak kepada kurang minatnya masyarakat untuk mengunjungi daerah ini. Seharusnya jika bisa di berlakuka dengan baik, maka akan menjadi destinasi wisata yang banyak dikunjungi oleh orang luar dan masyarakat itu sendiri. Dengan begitu pengaruh peninggalan sejarah bagi masyarakat sekarang dapat membuat daerah ini lebih sering dikunjungi oleh masyarakat luar dan tertarik untuk melihat peninggalan yang ada di daerah tersebut.



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN

Kabupaten Batubara merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang baru menginjak usia 8 tahun ini diresmikan tepatnya pada 15 Juni 2007, merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Asahan dan beribukota di Limapuluh. Penduduknya kini didominasi oleh suku Melayu dan Jawa yang merupakan keturunan kuli kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke- 19. Penduduk Batubara terdiri dari berbagai suku bangsa. Kelompok yang terbesar ialah suku bangsa Melayu. Selain itu terdapat lagi suku bangsa Jawa, Minangkabau, Batak Toba, Mandailing, Banjar, Cina, dan lain-lain.

Di daerah Kecamatan Tanjung Tiram, Batu Bara inilah terdapat beberapa peninggalan sejarah yang dapat menarik untuk diteliti dalam arkeologi pariwisata. Salah satunya yaitu Istana Niat Lima Laras dan Makam Catur. Bahwa Istana Niat Lima Laras merupakan cikal bakal  dan tidak terlepas dari Kesultanan Siak Sri Indrapura. Raja Kecil dari Siak mendirikan secara resmi pemerintahan suku di Batubara. Negeri Batubara terdiri dari 4 kedatukan mengepalai 4 suku di wilayah 4 suku, yaitu Lima Laras, Pesisir, Tanah Datar, dan Lima Puluh. Oleh karena itu Batubara dikenal juga sebagai negeri Datuk, yang dikoordinir oleh seorang Bendahar dari Siak. Sampai saat ini masih ada peninggalan Kedatukan Batubara, yaitu Istana Niat Lima Laras, milik Datuk Lima Laras, yang terletak di Tanjung Tiram, Batubara. Masing-masing Datuk ini dipilih oleh para Kepala Kampung, yang disebut Tungkat. Sementara seorang Tungkat dipilih oleh orang tua Kampung. Keempat datuk ini membentuk Dewan yang akan memilih anggota suku untuk menempati jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan.

Istana Niat Lima Laras yang terletak di Jalan Istana dusun 2 desa Lima Laras, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara yang didirikan sendiri dengan niat oleh Datuk Matyoeda Seri Diraja (Raja ke-11). Istana ini yang dibangun pada tahun 1907 dan baru selesai pada tahun 1912. Masa pemerintahan Datuk Matyoeda berakhir ketika ia wafat pada tahun 1919, ini juga menjadi landasan berakhirnya Istana Niat Lima Laras tersebut. Sampai pada saat ini Istana Niat Lima Laras diambil alih oleh Datuk Muhammad Azminsyah keturunan raja yang ke-13. Ia yang menjaga dan merawat istana tersebut. Disekitar istana terdapat makam raja Datuk Matyoeda Seri Diraja beserta keluarga/keturunannya. Dibagian depan istana terdapat 2 meriam yang merupakan pemberian dari Sultan Siak kepada Istana Niat Lima Laras. Meriam itu sudah ada sejak tahun 1920 yang merupakan pemeberian Belanda kepada Sultan Siak. Tidak jauh dari Istana Niat Lima Laras terdapat makam catur yang terletak didepan SMAN1 Tanjung Tiram. Lokasi makam catur ini di desa Lalang dusun 5, Jalan Rahmadsyah, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara. Dikatakan makam catur karena bentuk batu nisannya seperti buah-buah catur(pion). Makam ini merupakan makam dari Raja Bogak dan keturunannya. Namun tidak diketahui pasti siapa aja keturunanya. Makam ini berjumlah 16 makam. Makam ini sudah ada sejak tahun 1990-an. Disekitar makam terdapat meriam dan sumur. Meriam tersebut merupakan milik warga sekitar yang masih mempunyai hubungan/keturunan dari Raja Bogak itu sendiri.

Pengaruh yang didapatkan oleh masyarakat dari peninggalan sejarah seperi Istana Niat Lima Laras, makam catur dll tidak begitu banyak karena kurangnya pengetahuan masyarakat sekitar terhadap betapa pentingnya peninggalan sejarah tersebut. Padahal upaya melestarikan istana dan makam sangat penting mengingat sejarah dan nilai budaya yang dikandungnya.

B.     SARAN
         Berdasarkan penelitian yang telah kami lakukan, kami berharap masyarakat sekitar daerah peninggalan sejarah dapat menjaga dan merawat. Agar peninggalan sejarah tersebut tetap utuh dan bisa dilihat hingga kedepannya. Dengan begitu dapat menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung. Adanya peran pemerintah Kabupaten Batu Bara bisa merenovasi dan memperbaiki istana itu agar peninggalan sejarah melayu bisa dilestarikan kembali serta bisa dikenal oleh seluruh masyarakat luas. Kepada Departemen Kebudayaan Indonesia bisa melestarikan dan mempublikasikan kepada masyarakat luas tentang keberadaan peninggalan sejarah ini.



DAFTAR PUSTAKA

Putra, Ade. 2014. Korelasi Kebudayaan dan Pendidikan Membangun Pendidikan Berbasis
           Budaya Lokal. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Reid, Anthony. 1987. Perjuangan Rakyat Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera.          Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Reid, Anthony. 2005. Asal Mula Konflik Aceh Dari Perebutan Pantai Timut Sumatera Hingga   
           Akhir Kerajaan Aceh Abad ke-19. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995.


                [1] Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995, hlm. 99
                [2] Korte verklaring merupakan perjanjian pendek berisi pernyataan setia kepada raja Belanda atau gubernur jenderal sebagai wakilnya.
                [3] Anthony Reid, Perjuangan Rakyat Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera: Pustaka Sinar Harapan, 1987, hlm 94
                [4] Ade Putra, Korelasi Kebudayaan dan Pendidikan Membangun Pendidikan Berbasis Budaya Lokal: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014, hlm 89
                [5] Datuk merupakan sebutan bagi Datuk Empat Suku yang merupakan seorang kepala urung. Sebutan ini diberikan secara turun temurun kepada anak laki-laki Datuk. Selain itu, gelar datuk ini juga dapat diberikan sebagai hadiah Sultan kepada orang yang telah berjasa. Keturunan dari Datuk yang merupakan gelar pemberian disebut dengan Orang Kaya.
                [6] Menurut narasumber Datuk Muhammad Azminsyah (72) sebagai penjaga istana Niat Lima Laras.
                [7] Incik merupakan suatu sapaan yang memuliakan seorang laki-laki maupun perempuan dari orang kebanyakan




http://sarinahwiwid.blogspot.co.id/2017/01/istana-lima-laras.html 

NB : JIKA INGIN MENGCOPY CANTUMKAN SUMBER JUGA YA ^^

3 komentar:

  1. Merdeka sarinah wiwid.
    KOMISARIAT TEKNIK UNA
    GMNI CABANG ASAHAN

    BalasHapus
  2. Sudah seharus nya harus dilestarikan adat dan budaya melayu

    BalasHapus
  3. adakah Yang Dipertuan Ghani itu Datuk Ghani...?

    BalasHapus

KAPITA SELEKTA SEJARAH INDONESIA : Korespondensi Cina Di Hindia Belanda 1865-1949

Korespondensi Cina Di Hindia Belanda, 1865-1949 SIEM TJONG HAN, M.D . Artikel ini merupakan upaya untuk menggambarkan beberapa aspek ...