Sabtu, 14 Januari 2017

PERGERAKAN POLITIK PADA MASA JEPANG



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Memasuki  era  abad  ke-20,  kemajuan  dalam  bidang  industri  dan  kepadatan  penduduk  di  Jepang,  akhirnya  membawanya  menjadi  negara  penjajah.  Penjajahan  pertama Jepang dilakukan terhadap Korea pada tahun 1905. Pada masa selanjutnya Jepang  memulai  menaklukan  Manchuria pada  tahun  1931,  Cina  pada  tahun  1937, dan  Asia  Tenggara  pada  1938.  Minat  Jepang  terhadap  daerah  Asia  tenggara  adalah  karena   ajaran   Shintoisme tentang   Hokka-ichiu yaitu   ajaran   tentang   kesatuan   keluarga  manusia.  Jepang  sebagai  bangsa  yang  telah  maju  mempunyai  kewajiban  untuk mempersatukan bangsa-bangsa di dunia ini dan memajukannya.
Besarnya  pengaruh  ajaran  Shintoisme tentang  Hokka-ichiu,  banyak  para  Antropolog  Jepang  pada  tahun  1930  mengatakan  bahwa  Jepang  dan  seluruh  negara  di Asia Tenggara yang salah satunya Indonesia merupakan saudara serumpun. Maka dari itu tidaklah heran jika pada proses penaklukan Indonesia, Jepang menggunakan Lingkup gerakan politik dimaksudkan bahwa gerakan tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bidang seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, militer. Sedangkan pola gerakan dimaksudkan bahwa dalam gerakan itu dapat berupa dukungan terhadap kebijakan pemerintah atau perlawanan terhadap pemerintah Jepang. Oleh karena itu pola gerakan ini ada yang bersifat kooperatif artinya bekerjasama dengan pemerintah. Untuk hal seperti ini organisasi dimana gerakan itu berhimpun tidak jarang kelahirannya dibidani oleh pemerinatah Jepang. Dilain pihak terdapat pola gerakan yang non kooperatif yaitu dengan melakukan perlawanan atau pemberontakan bahkan tidak jarang dilakukan sebagai gerakan bawah tanah.
Munculnya pola gerakan bawah tanah ini tidak terlepas dari keluarnya peraturan Pemerintah Militer pada tanggal 20 Maret 1942 yang berkaitan dengan larangan terhadap setiap bentuk diskusi, gerakan, saran-saran dan propaganda yang berkaitan dengan pemerintahan. Disamping itu terdapat juga larangan terhadap pengibaran benderan termasuk Sang Saka Merah Putih selain bendera Jepang (Hinomaru). Pada bagian ini dicoba didiskripsikan lingkup dan pola gerakan yang dilakukan rakyat Indonesia dalam menghadapi Jepang, terutama yang berkaitan dengan apa saja yang dilakukan setiap bentuk gerakan ini
secara nyata sebagai suatu gerakan politik.


BAB II
PEMBAHASAN

Gerakan yang Direstui Jepang
1). Gerakan Tiga A
Munculnya Gerakan Tiga A merupakan propaganda Jepang yang telah dirancang oleh “Badan Propaganda” dalam upaya mendapatkan dukungan rakyat Indonesia terhadap regim   yang baru. Banyak harapan diletakkan dipundak gerakan ini terutama dalam upaya mengakomodir kepentingan orang – orang Asia (Indonesia). Organisasi ini oleh Jepang diharapkan dapat berfungsi sebagai pengganti dari organisasi yang ada sebelumnya (pada    masa Hindia Belanda) seperti organisasi politik, keagamaan, sosial maupun kultural.  Gerakan Tiga A dengan semboyan Nippon cahaya Asia, Nippon pelindung Asia  dan  Nippon  pemimpin Asia, merupakan wujud terjadinya hubungan dan kerjasama kaum nasionalis dengan pihak Jepang. Munculnya gerakan ini tidak terlepas dari upaya “Sendenbu”  (bagian propaganda Jepang) menjadi sponsornya, sebagai ketuanya kemudian diangkat Mr. Dyamsudin  seorang  tokoh  dari  Parindra. 
Pemilihan Mr. Syamsudin sebagai pimpinan Gerakan  Tiga  A  diharapkan merekrut kelompok intelektual, pejabat-pejabat pemerintah, kaum priyayi, serta tokoh-tokoh dari   berbagai kelompok agama (Islam dan Kristen). Gerakan yang didirikan pada tanggal 29   April 1942 ini,  kemudian disosialisasikan ke daerah-daerah  diseluruh pulau Jawa. Dalam    upaya konsolidasi organisasi, maka setiap daerah kemudian dibentuk  komite-komite  seperti  komite  nasional,  komite rakyat. Untuk mempercepat sosialisasinya, maka  sejak Mei 1942 mulai diperkenalkan melalui media masa.
Semula propaganda dilakukan dengan mengedepankan “persamaan” seperti semboyan yang didengungkan dalam gerakan tersebut. Fenomena ini. oleh sebagian para pemuda dianggap sebagai datangnya angin segar  mengingat pada masa penjajahan Belanda sangat  sarat  dengan  kehidupan yang diskriminatif. Dilain pihak mengingat antusiasme    para    pemuda, maka  program  pelajaran  yang  diberikan pada  para  anggotanya  khususnya  yang berasal dari Indonesia ditekankan pada upaya  menanamkan semangat (seishin) sehingga diharapkan mampu menumbuhkan jiwa kesatria (bushido). Secara langsung  maupun tidak  langsung, ternyata upaya penanaman semangat kesatria ini menimbulkan semangat “ke-Indonesia-an” pada diri para pemuda, bahkan pada akhirnya menjadi bumerang bagi Jepang. Dalam  perjalanannya,  organisasi ini oleh  Jepang  dianggap  kurang  efektif dalam   rangka   mobilisasi   (pengerahan masa). 
Pemerintah balatentara Jepang rupanya kurang memahami bahwa gerakan ini    bukanlah suatu gerakan nasionalis yang bersifat sukarela sehingga banyak berharap untuk kepentingannya,  melainkan  suatu  drama komedi yang ditulis dan dipentaskan oleh   pimpinan  Shimizu   Hitosi. Oleh karena  itu  gerakan  yang  disponsori  oleh Jepang  lebih  banyak  bermanfaat  dalam rangka  penggalangan terhadap  kelompok nasionalis   yang   bagi   Jepang   dianggap kurang     efektif.     Pertemuan-pertemuan yang dilaksanakan oleh gerakan ini justru lebih meningkatkan solidaritas rakyat.2). Barisan Pemuda Asia Raya (BPAR) Dalam   upaya   menarik   simpati bangsa  Indonesia,  Jepang  memperguna-kan  “pendidikan”    sebagai  salah  satu sarana daya tarik terhadap simpati rakyatIndonesia. Di samping pendidikan formal seperti  sekolah,  terdapat  juga  pendidikan khusus berupa latihan-latihan.  Semua ini merupakan upaya  agar   para   pemuda berperilaku  pro terhadap  kehadiran Jepang.  Pendidikan  yang  berupa  latihan bagi  kaum  muda    adalah “Barisan Pemuda  Asia  Raya” (BPAR) pada tingkat pusat, sedangkan  untuk  daerah-daerah  telah  terbentuk  Komite  Keinsafan Pemuda dimana  keanggotaannya  terdiri dari  unsur  kepemudaan.  Karena  bersifat lokal  tersebut  maka  unsur-unsur  daerah masih sangat menonjol. Barisan Pemuda     Asia  Raya  didirikan pada tanggal 11 Juni 1942 yang dipimpin  oleh  dr.  Slamet  Sudibyo  dan S.A Saleh. BPAR berinduk pada Gerakan Tiga A. Secara nyata  kegiatan yang dilakukan     adalah  mengikuti latihan selama tiga bulan. Dalam latihan itu ditekankan pada upaya   menjadikan mereka  sebagai  pemimpin  pemuda  yang lainnya  (latihan  kepemimpinan).  Latihan yang  sama  juga  dikenakan  pada  San  A. Seinen  Kunrensho yang pelatihannya selama satu setengah bulan.

3). POETERA (Poesat Tenaga Rakyat)
Ada upaya Jepang untuk para tokoh pergerakan khususnya  kaum  nasionalis  “sekuler”  untuk  diajak  bekerja  sama.  Oleh  karena itupada bulan Desember 1942  dibentuklah satu panitiapersiapan pembentukan suatu organisasi rakyat yang dipimpi oleh Ir. Soekarno. Organisasi yang dibentuk tersebut kemudian  secara resmi  diumumkan  pada tanggal 1   Maret   1942   dengan   nama ”Poesat  Tenaga  Rakyat”  yang  disingkat POETERA dimana  Ir.  Soekarno  sebagai ketuanya. Adapun   tujuan   yang   ingin dicapai oleh perkumpulan ini ialah:
1. Membangun  dan  menghidupkan segala  apa  yang  dirobohkan  oleh Imperialisme Belanda.
2. Memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu upaya peperangan  yang   dilakukan   Jepang  dalam menghadapi Sekutu.
3. Pembinaan terhadap masyarakat  dan memusatkan potensi untuk  kepentingan Jepang.
4.. Meningkatkan kesadaran rakyat akan kewajiban  dan  tanggung  jawabnya dalam rangka meng-hilangkan pengaruh  barat  (Amerika,Inggris, Belanda).
Poetera sebagai sebuah organisasi, memiliki struktur pimpinan yang dibagi-bagi dalam tiga bidang yaitu:
1.      Pembangunan,
2.      Usaha dan   Budaya,  
3.      Propaganda.  
Poetera dipimpin secara kolektif  oleh  Empat Serangkai (Ir. Soekarno, Drs. Hohammad Hatta,   Ki Hajar Dewantara, K.H.Mas Mansur). Keempat pimpinan ini dianggap  sebagai  lambang    dari  segala aliran dalam Pergerakan Nasional. Disamping itu Poetera juga memiliki  penasehat  yang  terdiri  dari  orang-orang Jepang  seperti S. Miyoshi (konsul Jepang di Jakarta), G. Taniguci (pimpinan  Surat  khabar  Toindo  Nippon), Iciro Yamasaki (badan perdagangan) dan Akiyama (Bank Yokohama). Kehadiran Poetera membawa implikasi   terhadap   pemerintah   Jepang. Hal   ini   terbukti   dari   dikeluarkannya pernyataan  Perdana  Menteri  Tojo  pada tanggal   16   Juni   1943   yang   berkaitan dengan  adanya  kesempatan  terbuka  bagi orang   Indonesia  dalam  melaksanakan partsipasinya dalam bidang politik.Pada  mulanya  kehadiran  Poetera  mendapat sambutan    positif.    Hal    ini tercermin          adanya dukungan dari berbagai organisasi seperti:   Pengurus Persatuan  Guru  Indonesia;    Perkumpulan Pos,    Telegraf, Telepon dan  Radio; Barisan  Banteng;  Ikatan  Sport Indonesia dan    BAPERPI. Kehadiran Poetera  rupanya dimanfaatkan oleh para pemimpin  Indonesia    (Sukarno)  dalam upaya  membangkitkan  kesadaran  dan kesiapan  mental rakyat  melalui  pidato-pidato  yang  disampaikan.  Karena  hanya lebih  banyak  dijadikan  alat  propaganda  untuk    meningkatkan    militansi    rakyat Indonesia, maka Jepang ternyata terdorong untuk mengadakan per-hitungan   kembali   mengenai   posisinya serta hubungannya dengan Poetera.Walaupun Poetera berupa organisasi  yang  dibina  oleh  pemerintah Jepang, dalam kenyataanya justru  mampu   mempersiapkan   mental   bangsa Indonesia terutama dalam    rangka menyongsong  kemerdekaan  yang  dicita-citakan.  Hal  ini  rupanya  juga  disadari oleh Jepang , bahwa keberadaannya lebih banyak menguntungkan rakyat dan pejuang   Indonesia   dari pada   Jepang, sehingga    Jepang    mulai    mengalihkan perhatiannya pada organisasi lain. Dengan  demikian  paling  tidak  terdapat dua  hal  yang  mengakibatkan  dilakukan penggantian Poetera yaitu ketidak puasan parapejabat   Jepang   dan   juga  adanya tuntutan  pengerahan  massa  lebih  banyak sebagai  akibat  dari  suasana  peperangan yang sedang dihadapi oleh Jepang.
4.) Keibodan
Keibodan adalah  badan  sipil untuk  membantu  polisi   yang  memiliki tugas-tugas seperti penjagaan lalu-lintas , pengamanan desa dan sebagainya. Seseorang dapat diterima sebagai Keibodan  apabila  telah  berumur  antara 20 - 35   tahun.   Mereka dibina oleh Keimobu  (Departemen  Kepolisian),  oleh karena  itu  kepala  polisi  di  suatu  daerah diberi tanggung jawab terhadap keberadaan    Keibodan    yang    ada    di daerahnya. Dalam    rangka    menambah keterampilannya, mereka diberikan latihan khusus  yang berada di Sukabumi. Dalam  membina  lembaga  ini  ada  upaya dari  Jepang  agar  terlepas  dari  pengaruh kaum  nasionalis. Hal  ini  tercermin  dari basis pembentukannya berada dipedesaan dimana kaum nasionalis kurang memiliki pengaruh dan juga dengan ditempatkannya langsung dibawah pengawasan polisi.Dalam lingkungan Keibodan terdapat satuan-satuan Tokubetsu Keibotai (badan  khusus  untuk  membantu polisi  yang   terdiri   dari   orang-orang Indonesia    maupun  Cina).  Mereka  ini merupakan pasukan elite dalam Keibodan yang tugasnya langsung membantu polisi dalam rangka memelihara keamanan   dan ketertiban. Keibodanyang  juga  disebut “Korp Kewaspadaan” dibentuk sebagai pasukan polisi bantuan  dalam upaya memberikan bantuan    pemeliharaan  ketertiban    dan keamanan termasuk melakukan pengawasan terhadap   yang   dianggap sebagai musuh (mata-mata).
5.) Barisan Pelopor (Gakutotai)
Barisan  Pelopor  dibentuk  dalam rangka     menindak     lanjuti     keputusan Sidang Tjuo Sangi-Inyang  berlangsung pertengahan   1944. Semakin serunya pertempuran    Jepang    dengan    Sekutudimana      banyak   daerah   yang   semula  dikuasai  Jepang    jatuh  ke  tangan  Sekutu, maka  pada  tanggal  1  Nopember  1944 dibentuklah     Barisan     Pelopor.     Pada tanggal    8  Desember  1944 dibentuk  lagi Barisan   Berani   Mati   (Jibakutai),   pada tanggal  15  Desember  1944  dibentuk  lagi  Pasukan Hisbullah ( Kaikyo Seinen)  yang  berupa  pasukan  semi  militer  dari kaum muda Islam. Pembentukan  Barisan  Pelopor  ini  dengan  dalih  dalam  upaya  membangun persaudaraan segenap rakyat dengan mempersatukan  seluruh  penduduk  untuk bersama - sama   menggiatkan     upaya mencapai kemenangan dalam menghadapi  Sekutu.  Barisan  Pelopor  ini merupakan  organisasi   yang   dipimpin oleh kaum nasionalis seperti Ir. Soekarno,   R.P.Soeroso, Oto   Iskandar-dinata dan dr. Buntaran Martoatmodjo. Sebagai  organisasi  yang  bersifat semi  militer,  yang  dilakukan    organisasi ini  ialah  melatih  para  pemuda  dengan  pendidikan  ala  militer.  Melalui  gerakan ini  golongan  “pemuda  terpelajar”  akhirnya  terjun dalam  kegiatan  diantara massa   rakyat   sehingga   terjadi   sinergi  dengan  para  pemuda  yang  “tidak terpelajar”.  Latihan  yang  diberikan  dikaitkan  dengan kegiatan  disekolah dengan latihan kemiliteran  yang menjadi kegiatan   intra   kurikuler   (wajib).   Dari proses pendidikan ini diharapkan mampu menghasilkan  tenaga    penggerak  dalam bidang  Revolusi Indonesia.

Gerakan yang mandiri.
1). Angkatan Moeda Indonesia.
 Angkatan Moeda Indonesia adalah   suatu   organisasi   pemuda   yang dibentuk  pada  pertengahan  tahun  1944 yang kemudian berkembang anti terhadap   Jepang.   Organisasi   ini pada tanggal 16-18 Mei 1945 telah mensponsori  diadakannya   Kongres Pemuda seluruh Jawa yang diselenggarakan  di Villa   Isola Bandung. Kongres  ini  dihadiri  100  orang  pemuda yang  terdiri  dari:  utusan  pemuda,  pelajar dan mahasiswa seluruh Jawa. Dalam kongres ini para pemimpin Angkatan Moeda Indonesia menganjurkan  agar para pemuda di Jawa mempersiapkan diri untuk proklamasi kemerdekaan.  Dalam    kongres    ini dihasilkan    dua keputusan yaitu:
1.    Semua golongan Indonesia, terutama golongan pemuda dipersatukan dan dibulatkan dibawah  satu  pimpinan nasional.
2.       Mempercepat  pelaksanaan kemerdekaan  Indonesia. Adapun  tokoh-tokoh  yang  hadir  dalam  kongres  tersebut ialah:  Djamal  Ali, Chairul  Saleh, Sukarni,  Anwar  Tjokroaminoto,  Harsono Tjokroaminoto, dan  juga sejumlah mahasiswa Ika Daigaku. Pertemuan yang bersuasana militer dan nasionalis dalam pembukaan-nya  hanyamenyanyikan  lagu  Indonesia Raya  tanpa  lagu  Kimigayo,  dan  hanya mengibarkan  bendera  Merah  Putih  tanpa didampingi oleh bendera Jepang.

2). Gerakan Angkatan Baru Indonesia (Menteng 31)
Hasil  kongres  Angkatan  Moeda Indonesia   yang   berlangsung   taggal   16 Mei 1945   tidak   mampu   memuaskan sebagian  peserta  yang hadir  seperti Sukarni,   Harsono   Tjokroaminoto  dan Chairul  Saleh. Mereka tidak  mengambil bagian dalam Angkatan Moeda Indonesia, kemudian  mulai  menyiapkan suatu gerakan pemuda  yang lebih radikal. Dalam     rangka menggalang kekuatan pemuda yang memenuhi harapan  mereka,  maka  pada  tanggal  3 Juni 1945 di Jakarta dilakukan pertemuan rahasia dengan membentuk  panitia khusus   yang   diketuai oleh B.M. Diah dengan anggota-anggotanya: Sukarni, Sudiro, Sjarif Tayeb, Harsosno Tjokroaminoto, Wikana, Chairul Saleh, P.Gulton, Supeno dan Asmara   Hadi,untuk   membedakan dengan Angkatan Moeda yang dibentuk Jepang. Pertemuan  lanjutan  kemudian dilakukan pada tanggal 15 Juni 1945  yang kemudian  menghasilkan  pembentukan “Gerakan  Angkatan  Baru  Indonesia”. Organisasi  ini  sebagian  besar  digerakan oleh   para   pemuda   yang   bermarkas   di Menteng 31. Gerakan Angkatan Baru Indonesia  ini  didirikan  dengan  maksud mempersiapkan  dan  menyediakan  tenaga angkatan   baru   Indonesia,   membangun Negara   Kesatuan   Republik    Indonesia berdasarkan  kedaulatan  rakyat  dan  juga memberikan pendidikan, petunjuk, pimpinan dan pengorbanan kepada rakyat dalam melaksanakan cita-citanya. Angkatan Baru Indonesia beranggapan  bahwa    kemerdekaan  harus direbut   sebelum   Jepang      dikalahkan Sekutu. Mereka beranggapan bahwa kemerdekaan   yang   diserahkan   sebagai hadiah    bukanlah    kemerdekaan yang murni. Mereka memperjuangkan “merdeka  sekarang  juga”  dalam  bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam perjuangannya Angkatan Baru Indonesia menempatkan diri bersebrangan  dengan Jepang.  Karena  itu garis  yang  diambil  adalah non koperasi. Hal ini tercermin dari tindakan pemboikotan (menentang)  keikutsertaan Sukarni  dan  Chairul  Saleh  duduk  dalam Badan Penyelidik (BPUPKI) yang dibentuk bersama-sama Jepang. Tindakan   yang   tidak   mau   kompromi dengan  kebijakan  yang  dilakukan  Jepang tercermin  dalam peristiwa  Rengas-dengklok yang terjadi tanggal 16 Agustus 1945.





DAFTAR PUSTAKA
Sumber Bacaan :
Poesponegoro, Marwati Djoened, Sejarah Nasional Indonesia V, 1993, Balai Pustaka,
            Jakarta.
Kartodirdjo, Sartono, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan
            Nasional Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme Jilid 2, 1993, PT.
            Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sitorus, L. M. Sejarah Pergerakkan dan Kemerdekaan Indonesia, 1987, Dian Rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KAPITA SELEKTA SEJARAH INDONESIA : Korespondensi Cina Di Hindia Belanda 1865-1949

Korespondensi Cina Di Hindia Belanda, 1865-1949 SIEM TJONG HAN, M.D . Artikel ini merupakan upaya untuk menggambarkan beberapa aspek ...