BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memasuki era
abad ke-20, kemajuan
dalam bidang industri
dan kepadatan penduduk
di Jepang, akhirnya
membawanya menjadi negara
penjajah. Penjajahan pertama Jepang dilakukan terhadap Korea pada
tahun 1905. Pada masa selanjutnya Jepang
memulai menaklukan Manchuria pada tahun
1931, Cina pada
tahun 1937, dan Asia
Tenggara pada 1938.
Minat Jepang terhadap
daerah Asia tenggara
adalah karena ajaran
Shintoisme tentang Hokka-ichiu
yaitu ajaran
tentang kesatuan keluarga
manusia. Jepang sebagai
bangsa yang telah
maju mempunyai kewajiban
untuk mempersatukan bangsa-bangsa di dunia ini dan memajukannya.
Besarnya pengaruh
ajaran Shintoisme tentang Hokka-ichiu,
banyak para Antropolog
Jepang pada tahun
1930 mengatakan bahwa
Jepang dan seluruh
negara di Asia Tenggara yang
salah satunya Indonesia merupakan saudara serumpun. Maka dari itu tidaklah
heran jika pada proses penaklukan Indonesia, Jepang menggunakan Lingkup gerakan
politik dimaksudkan bahwa gerakan tersebut dapat dilakukan dalam berbagai
bidang seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, militer. Sedangkan pola
gerakan dimaksudkan bahwa dalam gerakan itu dapat berupa dukungan terhadap
kebijakan pemerintah atau perlawanan terhadap pemerintah Jepang. Oleh karena
itu pola gerakan ini ada yang bersifat kooperatif artinya bekerjasama dengan
pemerintah. Untuk hal seperti ini organisasi dimana gerakan itu berhimpun tidak
jarang kelahirannya dibidani oleh pemerinatah Jepang. Dilain pihak terdapat
pola gerakan yang non kooperatif yaitu dengan melakukan perlawanan atau
pemberontakan bahkan tidak jarang dilakukan sebagai gerakan bawah tanah.
Munculnya pola gerakan bawah tanah
ini tidak terlepas dari keluarnya peraturan Pemerintah Militer pada tanggal 20
Maret 1942 yang berkaitan dengan larangan terhadap setiap bentuk diskusi,
gerakan, saran-saran dan propaganda yang berkaitan dengan pemerintahan.
Disamping itu terdapat juga larangan terhadap pengibaran benderan termasuk Sang
Saka Merah Putih selain bendera Jepang (Hinomaru). Pada bagian ini dicoba
didiskripsikan lingkup dan pola gerakan yang dilakukan rakyat Indonesia dalam
menghadapi Jepang, terutama yang berkaitan dengan apa saja yang dilakukan
setiap bentuk gerakan ini
secara nyata sebagai suatu gerakan politik.
BAB II
PEMBAHASAN
Gerakan yang Direstui Jepang
1). Gerakan Tiga A
Munculnya Gerakan Tiga A merupakan
propaganda Jepang yang telah dirancang oleh “Badan Propaganda” dalam
upaya mendapatkan dukungan rakyat Indonesia terhadap regim yang baru. Banyak harapan diletakkan dipundak
gerakan ini terutama dalam upaya mengakomodir kepentingan orang – orang Asia
(Indonesia). Organisasi ini oleh Jepang diharapkan dapat berfungsi sebagai
pengganti dari organisasi yang ada sebelumnya (pada masa Hindia Belanda) seperti organisasi politik,
keagamaan, sosial maupun kultural.
Gerakan Tiga A dengan semboyan Nippon cahaya Asia, Nippon pelindung
Asia dan
Nippon pemimpin Asia, merupakan
wujud terjadinya hubungan dan kerjasama kaum nasionalis dengan pihak Jepang.
Munculnya gerakan ini tidak terlepas dari upaya “Sendenbu” (bagian propaganda Jepang) menjadi
sponsornya, sebagai ketuanya kemudian diangkat Mr. Dyamsudin seorang
tokoh dari Parindra.
Pemilihan
Mr. Syamsudin sebagai pimpinan Gerakan
Tiga A diharapkan merekrut kelompok intelektual, pejabat-pejabat
pemerintah, kaum priyayi, serta tokoh-tokoh dari berbagai kelompok agama (Islam dan Kristen).
Gerakan yang didirikan pada tanggal 29 April
1942 ini, kemudian disosialisasikan ke
daerah-daerah diseluruh pulau Jawa. Dalam upaya konsolidasi organisasi, maka setiap daerah
kemudian dibentuk komite-komite seperti
komite nasional, komite rakyat. Untuk mempercepat
sosialisasinya, maka sejak Mei 1942 mulai
diperkenalkan melalui media masa.
Semula
propaganda dilakukan dengan mengedepankan “persamaan” seperti semboyan yang didengungkan
dalam gerakan tersebut. Fenomena ini. oleh sebagian para
pemuda dianggap sebagai datangnya angin segar
mengingat pada masa penjajahan Belanda sangat sarat
dengan kehidupan yang
diskriminatif. Dilain pihak mengingat antusiasme para
pemuda, maka program pelajaran
yang diberikan pada para
anggotanya khususnya yang berasal dari Indonesia ditekankan pada upaya menanamkan semangat (seishin) sehingga
diharapkan mampu menumbuhkan jiwa kesatria (bushido). Secara langsung maupun tidak
langsung, ternyata upaya penanaman semangat kesatria ini menimbulkan
semangat “ke-Indonesia-an” pada diri para pemuda, bahkan pada akhirnya menjadi
bumerang bagi Jepang. Dalam
perjalanannya, organisasi ini
oleh Jepang dianggap
kurang efektif dalam rangka
mobilisasi (pengerahan
masa).
Pemerintah
balatentara Jepang rupanya kurang memahami bahwa gerakan ini bukanlah suatu gerakan nasionalis yang
bersifat sukarela sehingga banyak berharap untuk kepentingannya, melainkan
suatu drama komedi yang ditulis
dan dipentaskan oleh pimpinan Shimizu
Hitosi. Oleh karena itu gerakan
yang disponsori oleh Jepang
lebih banyak bermanfaat
dalam rangka penggalangan
terhadap kelompok nasionalis yang
bagi Jepang dianggap kurang efektif. Pertemuan-pertemuan yang dilaksanakan oleh
gerakan ini justru lebih meningkatkan solidaritas rakyat.2). Barisan Pemuda Asia
Raya (BPAR) Dalam upaya menarik
simpati bangsa Indonesia, Jepang
memperguna-kan “pendidikan” sebagai
salah satu sarana daya tarik
terhadap simpati rakyatIndonesia. Di samping pendidikan formal seperti sekolah,
terdapat juga pendidikan khusus berupa
latihan-latihan. Semua ini merupakan
upaya agar para
pemuda berperilaku pro terhadap kehadiran Jepang. Pendidikan
yang berupa latihan bagi
kaum muda adalah “Barisan Pemuda Asia
Raya” (BPAR) pada tingkat pusat, sedangkan untuk
daerah-daerah telah terbentuk
Komite Keinsafan Pemuda dimana keanggotaannya terdiri dari
unsur kepemudaan. Karena
bersifat lokal tersebut maka
unsur-unsur daerah masih sangat
menonjol. Barisan Pemuda Asia Raya
didirikan pada tanggal 11 Juni 1942 yang dipimpin oleh
dr. Slamet Sudibyo
dan S.A Saleh. BPAR berinduk pada Gerakan Tiga A. Secara nyata kegiatan yang dilakukan adalah
mengikuti latihan selama tiga bulan. Dalam latihan itu ditekankan pada upaya menjadikan mereka sebagai
pemimpin pemuda yang lainnya
(latihan kepemimpinan). Latihan yang
sama juga dikenakan
pada San A. Seinen
Kunrensho yang pelatihannya selama satu setengah bulan.
3). POETERA (Poesat Tenaga Rakyat)
Ada upaya Jepang untuk para tokoh pergerakan
khususnya kaum nasionalis
“sekuler” untuk diajak
bekerja sama. Oleh
karena itupada bulan Desember 1942
dibentuklah satu panitiapersiapan pembentukan suatu organisasi rakyat
yang dipimpi oleh Ir. Soekarno. Organisasi yang dibentuk tersebut kemudian secara resmi
diumumkan pada tanggal 1 Maret
1942 dengan nama ”Poesat
Tenaga Rakyat” yang
disingkat POETERA dimana Ir. Soekarno
sebagai ketuanya. Adapun
tujuan yang ingin dicapai oleh perkumpulan ini ialah:
1. Membangun dan menghidupkan
segala apa yang
dirobohkan oleh Imperialisme
Belanda.
2. Memusatkan segala potensi
masyarakat Indonesia dalam rangka membantu upaya peperangan yang
dilakukan Jepang dalam menghadapi Sekutu.
3. Pembinaan terhadap
masyarakat dan memusatkan potensi
untuk kepentingan Jepang.
4.. Meningkatkan kesadaran rakyat
akan kewajiban dan tanggung
jawabnya dalam rangka meng-hilangkan pengaruh barat
(Amerika,Inggris, Belanda).
Poetera sebagai sebuah organisasi, memiliki struktur
pimpinan yang dibagi-bagi dalam tiga bidang yaitu:
1. Pembangunan,
2. Usaha
dan Budaya,
3.
Propaganda.
Poetera dipimpin secara kolektif oleh Empat
Serangkai (Ir. Soekarno, Drs. Hohammad Hatta,
Ki Hajar Dewantara, K.H.Mas Mansur). Keempat pimpinan ini dianggap sebagai
lambang dari segala aliran dalam Pergerakan Nasional. Disamping
itu Poetera juga memiliki penasehat yang
terdiri dari orang-orang Jepang seperti S. Miyoshi (konsul Jepang di
Jakarta), G. Taniguci (pimpinan Surat khabar
Toindo Nippon), Iciro Yamasaki
(badan perdagangan) dan Akiyama (Bank Yokohama). Kehadiran Poetera membawa implikasi terhadap
pemerintah Jepang. Hal ini
terbukti dari dikeluarkannya pernyataan Perdana
Menteri Tojo pada tanggal
16 Juni 1943
yang berkaitan dengan adanya
kesempatan terbuka bagi orang
Indonesia dalam melaksanakan partsipasinya dalam bidang
politik.Pada mulanya kehadiran
Poetera mendapat sambutan positif.
Hal ini tercermin adanya dukungan dari berbagai organisasi
seperti: Pengurus Persatuan Guru
Indonesia; Perkumpulan Pos, Telegraf, Telepon dan Radio; Barisan Banteng;
Ikatan Sport Indonesia dan BAPERPI. Kehadiran Poetera rupanya dimanfaatkan oleh para pemimpin Indonesia
(Sukarno) dalam upaya membangkitkan
kesadaran dan kesiapan mental rakyat
melalui pidato-pidato yang
disampaikan. Karena hanya lebih
banyak dijadikan alat
propaganda untuk meningkatkan militansi
rakyat Indonesia, maka Jepang ternyata terdorong untuk mengadakan per-hitungan kembali
mengenai posisinya serta
hubungannya dengan Poetera.Walaupun Poetera berupa organisasi yang
dibina oleh pemerintah Jepang, dalam kenyataanya justru mampu
mempersiapkan mental bangsa Indonesia terutama dalam rangka menyongsong kemerdekaan
yang dicita-citakan. Hal
ini rupanya juga
disadari oleh Jepang , bahwa keberadaannya lebih banyak menguntungkan
rakyat dan pejuang Indonesia dari pada
Jepang, sehingga Jepang mulai
mengalihkan perhatiannya pada organisasi lain. Dengan demikian
paling tidak terdapat dua
hal yang mengakibatkan
dilakukan penggantian Poetera yaitu ketidak puasan parapejabat Jepang
dan juga adanya tuntutan pengerahan
massa lebih banyak sebagai akibat
dari suasana peperangan yang sedang dihadapi oleh Jepang.
4.) Keibodan
Keibodan adalah badan sipil
untuk membantu polisi
yang memiliki tugas-tugas seperti
penjagaan lalu-lintas , pengamanan desa dan sebagainya.
Seseorang dapat diterima sebagai Keibodan
apabila telah berumur
antara 20 - 35 tahun. Mereka
dibina oleh Keimobu (Departemen Kepolisian),
oleh karena itu kepala
polisi di suatu
daerah diberi tanggung jawab terhadap keberadaan Keibodan
yang ada di
daerahnya. Dalam rangka menambah keterampilannya, mereka diberikan
latihan khusus yang berada di Sukabumi.
Dalam membina lembaga
ini ada upaya dari
Jepang agar terlepas
dari pengaruh kaum nasionalis. Hal ini
tercermin dari basis pembentukannya
berada dipedesaan dimana kaum nasionalis kurang memiliki pengaruh dan juga
dengan ditempatkannya langsung dibawah pengawasan polisi.Dalam lingkungan
Keibodan terdapat satuan-satuan Tokubetsu Keibotai (badan khusus
untuk membantu polisi yang
terdiri dari orang-orang Indonesia maupun
Cina). Mereka ini merupakan pasukan elite dalam Keibodan yang
tugasnya langsung membantu polisi dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban. Keibodanyang juga
disebut “Korp Kewaspadaan” dibentuk sebagai pasukan polisi bantuan dalam upaya memberikan bantuan pemeliharaan ketertiban
dan keamanan termasuk melakukan pengawasan terhadap yang
dianggap sebagai musuh (mata-mata).
5.) Barisan Pelopor (Gakutotai)
Barisan Pelopor
dibentuk dalam rangka menindak lanjuti
keputusan Sidang Tjuo Sangi-Inyang
berlangsung pertengahan 1944. Semakin
serunya pertempuran Jepang dengan
Sekutudimana banyak daerah
yang semula dikuasai
Jepang jatuh ke
tangan Sekutu, maka pada
tanggal 1 Nopember
1944 dibentuklah Barisan
Pelopor. Pada tanggal 8
Desember 1944 dibentuk lagi Barisan
Berani Mati (Jibakutai), pada tanggal
15 Desember 1944
dibentuk lagi Pasukan Hisbullah ( Kaikyo Seinen) yang
berupa pasukan semi
militer dari kaum muda Islam. Pembentukan Barisan
Pelopor ini dengan
dalih dalam upaya
membangun persaudaraan segenap rakyat dengan mempersatukan seluruh
penduduk untuk bersama -
sama menggiatkan upaya mencapai kemenangan dalam
menghadapi Sekutu. Barisan
Pelopor ini merupakan organisasi
yang dipimpin oleh kaum
nasionalis seperti Ir. Soekarno,
R.P.Soeroso, Oto Iskandar-dinata
dan dr. Buntaran Martoatmodjo. Sebagai
organisasi yang bersifat semi
militer, yang dilakukan
organisasi ini ialah melatih
para pemuda dengan
pendidikan ala militer.
Melalui gerakan ini golongan
“pemuda terpelajar” akhirnya
terjun dalam kegiatan diantara massa rakyat
sehingga terjadi
sinergi dengan para
pemuda yang “tidak terpelajar”. Latihan
yang diberikan dikaitkan
dengan kegiatan disekolah dengan
latihan kemiliteran yang menjadi kegiatan intra
kurikuler (wajib). Dari proses pendidikan ini diharapkan mampu
menghasilkan tenaga penggerak
dalam bidang Revolusi Indonesia.
Gerakan yang mandiri.
1). Angkatan Moeda Indonesia.
Angkatan Moeda Indonesia adalah suatu
organisasi pemuda yang dibentuk pada
pertengahan tahun 1944 yang kemudian berkembang anti
terhadap Jepang. Organisasi
ini pada tanggal 16-18 Mei 1945 telah mensponsori diadakannya
Kongres Pemuda seluruh Jawa yang diselenggarakan di Villa
Isola Bandung. Kongres ini
dihadiri 100 orang
pemuda yang terdiri dari:
utusan pemuda, pelajar dan mahasiswa seluruh Jawa. Dalam
kongres ini para pemimpin Angkatan Moeda Indonesia menganjurkan agar para pemuda di Jawa mempersiapkan diri
untuk proklamasi kemerdekaan. Dalam kongres
ini dihasilkan dua keputusan
yaitu:
1. Semua
golongan Indonesia, terutama golongan pemuda dipersatukan dan dibulatkan
dibawah satu pimpinan nasional.
2. Mempercepat pelaksanaan kemerdekaan Indonesia. Adapun tokoh-tokoh
yang hadir dalam kongres tersebut ialah: Djamal
Ali, Chairul Saleh, Sukarni, Anwar
Tjokroaminoto, Harsono Tjokroaminoto,
dan juga sejumlah mahasiswa Ika Daigaku.
Pertemuan yang bersuasana militer dan nasionalis dalam pembukaan-nya hanyamenyanyikan lagu
Indonesia Raya tanpa lagu
Kimigayo, dan hanya mengibarkan bendera
Merah Putih tanpa didampingi oleh bendera Jepang.
2). Gerakan Angkatan Baru Indonesia (Menteng 31)
Hasil kongres
Angkatan Moeda Indonesia yang
berlangsung taggal 16 Mei 1945
tidak mampu memuaskan sebagian peserta
yang hadir seperti Sukarni, Harsono
Tjokroaminoto dan Chairul Saleh. Mereka tidak mengambil bagian dalam Angkatan Moeda
Indonesia, kemudian mulai menyiapkan suatu gerakan pemuda yang lebih radikal. Dalam rangka menggalang kekuatan pemuda yang
memenuhi harapan mereka, maka
pada tanggal 3 Juni 1945 di Jakarta dilakukan pertemuan
rahasia dengan membentuk panitia
khusus yang diketuai oleh B.M. Diah dengan anggota-anggotanya:
Sukarni, Sudiro, Sjarif Tayeb, Harsosno Tjokroaminoto, Wikana, Chairul Saleh,
P.Gulton, Supeno dan Asmara Hadi,untuk membedakan dengan Angkatan Moeda yang
dibentuk Jepang. Pertemuan lanjutan kemudian dilakukan pada tanggal 15 Juni 1945 yang kemudian menghasilkan
pembentukan “Gerakan
Angkatan Baru Indonesia”. Organisasi ini
sebagian besar digerakan oleh para
pemuda yang bermarkas
di Menteng 31. Gerakan Angkatan Baru Indonesia ini
didirikan dengan maksud mempersiapkan dan
menyediakan tenaga angkatan baru
Indonesia, membangun Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan kedaulatan
rakyat dan juga memberikan pendidikan, petunjuk,
pimpinan dan pengorbanan kepada rakyat dalam melaksanakan cita-citanya. Angkatan
Baru Indonesia beranggapan bahwa kemerdekaan
harus direbut sebelum Jepang
dikalahkan Sekutu. Mereka beranggapan bahwa kemerdekaan yang
diserahkan sebagai hadiah bukanlah
kemerdekaan yang murni. Mereka memperjuangkan “merdeka sekarang
juga” dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam
perjuangannya Angkatan Baru Indonesia menempatkan diri bersebrangan dengan Jepang. Karena
itu garis yang diambil
adalah non koperasi. Hal ini tercermin dari tindakan pemboikotan (menentang) keikutsertaan Sukarni dan
Chairul Saleh duduk
dalam Badan Penyelidik (BPUPKI) yang dibentuk bersama-sama Jepang. Tindakan yang
tidak mau kompromi dengan kebijakan
yang dilakukan Jepang tercermin dalam peristiwa Rengas-dengklok yang terjadi tanggal 16
Agustus 1945.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Bacaan :
Poesponegoro, Marwati Djoened, Sejarah Nasional Indonesia V, 1993,
Balai Pustaka,
Jakarta.
Kartodirdjo, Sartono, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah
Pergerakan
Nasional Dari Kolonialisme Sampai
Nasionalisme Jilid 2, 1993, PT.
Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Sitorus, L. M. Sejarah Pergerakkan dan Kemerdekaan Indonesia, 1987, Dian Rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar