BAB I
PENDAHULUAN
v Latar Belakang
Bangsa-bangsa di Asia
Tenggara dibentuk dan ditempa oleh pergerakan bangsa-bangsa dari Asia Tengah ke
Asia Tenggara yang berkembang menjadi bangsa-bangsa pokok, pengaruh Cina dan
India, pengaruh Islam dan pengaruh bangsa Barat. Pergerakan bangsa-bangsa dari
Asia Tengah ke Asia Tenggara berlangsung secara bergelombang dalam kurun waktu
yang lama dan akhirnya membentuk bangsa-bangsa pokok yang sekarang menjadi
bangsa-bangsa di Asia Tenggara dengan suku-suku minoritas.
Setelah terbentuk bangsa-bangsa
pokok, maka masuklah pengaruh asing ke Asia Tenggara silih berganti, baik dari
Asia sendiri, dari Asia Barat (Timur Tengah), dan kemudian dari Barat. Hal ini
disebabkan karena letak Asia Tenggara yang sangat strategis karena berada di
persilangan antara dua benua dan dua samudra, tetapi juga berada di jalur
perdagangan dunia, serta hasil alamnya yang sangat berlimpah ruah.
Yang menarik dari bertubi-tubinya
masuknya pengaruh asing itu adalah pengaruh yang lebih dulu datang melakukan
reaksi terhadap pengaruh yang dating berikutnya, kecuali pengaruh Cina yang
memang relatif kecil dibandingkan India, Islam dan Barat. Sebaliknya pengaruh
yang baru datang berusaha menghapus atau mendesak pengaruh asing sebelumnya.
Adapun reaksi Asia Tenggara yang
paling keras terjadi sewaktu Asia Tenggara kedatangan bangsa Barat, sebab di
samping melakukan perdagangan, bangsa Barat itu kemudian menguasai wilayah Asia
Tenggara. Reaksi pertama dilakukan oleh penguasa-penguasa (kerajaan-kerajaan)
yang lebih dulu tumbuh dan berkembang di berbagai kawasan di Asia
Tenggara.Sedangkan reaksi berikutnya dilakukan oleh masyarakat pedesaan dengan
mengadakan gerakan sosial yang bermuara pada timbulnya gerakan nasional.
Kerajaan-kerajaan tradisional yang
lahir di Asia Tenggara, terutama akibat pengaruh India (Hindu-Budha).Karena itu
melihat reaksi Asia terhadap pengaruh baru yang datang ke Asia Tenggara,
khususnya terhadap bangsa Barat, maka tidak lepas dari pasang-surut
kerajaan-kerajaan (penguasa-penguasa) di Asia Tenggara.
v Rumusan Masalah
1. Gerakan-gerakan
apa saja yang menentang kolonialisme di Asia Tenggara?
2. Dimanakah
gerakan-gerakan yang menentang kolonialisme tersebut tumbuh?
v Tujuan Penulisan
1. Mengetahui
gerakan-gerakan apa saja yang menentang kolonialisme di Asia Tenggara
2. Mengetahui
tempat-tempat bersejarah tumbuhnya gerakan-gerakan yang menentang kolonialisme
3. Menambah
pengetahuan tentang sejarah yang ada di wilayah Asia Tenggara
4. Memenuhi
tugas mata kuliah Sejarah Asia Tenggara.
BAB II
GERAKAN-GERAKAN YANG
MENENTANG KOLONIALISME DI ASIA TENGGARA
Reaksi
Para Penguasa Tradisional di Asia Tenggara
Pada masa pra nasionalisme di Asia Tenggara sudah
berlangsung perjuangan untuk mengusir penjajah, baik dengan bentuk perlawanan
bersenjata atau melalui gerakan sosial.Gerakan-gerakan untuk memperjuangkan
kebebasan dari pengaruh dan tekanan sistem kolonial dimulai dengan adanya
perlawanan dari kerajaan-kerajaan yang terlebih dulu berdiri di wilayah Asia
Tenggara sebelum datangnya para penjajah di tanah Asia Tenggara.
Kerajaan-kerajaan yang melakukan perlawanan terhadap kolonialisme di wilayah
Asia Tenggara adalah
1.
Kesultanan
Malaka
Pengaruh India (Hindu-Budha) berlangsung antara abad
ke-1 sampai abad ke-15, serta pernah memiliki pusat-pusat kekuasaan seperti
Funan, Sriwijaya, Ayuthia dan Majapahit.Pada abad ke-15, kekuasaan Majapahit
mulai merosot, sehingga muncul kerajaan-kerajaan yang mulai memisahkan diri
dari Majapahit, termasuk Malaka.
Menurut Tome Pires, penguasa Malaka yang pertama
yaitu Parameswara meminta Sultan Pasai agar Malaka diperbolehkan membayar impor
emas sendiri (ketika itu kerajaan Malaka di bawah pengaruh Samudra Pasai).
Sultan Pasai setuju asal penguasa Malaka masuk Islam.Usul itu ditolaknya tetapi
Parameswara membiarkan pedagang-pedagang Islam masuk ke Malaka asal membawa emas.Barang-barang
lain yang diperdagangkan di Malaka yaitu lada hitam, timah, kapur, kayu
cendana, damar dan sarang burung.
Dengan masuknya pedagang-pedagang Islam itu, Malaka
semakin ramai tetapi pengaruh Islam juga bertambah.Setelah penguasa Malaka
mendapat tawaran Putri Pasai dan setuju, akibatnya agama Islam mulai masuk
istana. Menurut Tome Pires, raja Malaka yang pertama kali memeluk Islam adalah
Parameswara. Saat itu usia Parameswara sudah 72 tahun. Setelah memeluk agama
Islam, Parameswara menggunakan gelar Megar Iskandar Syah.Namun tampaknya agama
Islam belum meresap ke masyarakat Malaka, bahkan juga di istana kerajaan
Malaka. Hal ini tampak dari nama-nama pengganti Parameswara yang masih
menggunakan nama Hindu, seperti Sri Maharaja dan Sria Prameswara Dewa Syah.
Adapun
raja-raja yang pernah berkuasa di Malaka berturut-turut adalah Prameswara
(1400-1424), Sri Maharaja ( 1424-1444), Sri Prameswara Dewa Syah (1444-1445),
Sultan Muzzafar Syah (1445-1459), Sultan Mansyur Syah (1459-1477), Sultan
Alaudin Riayat Syah (1477-1488) dan Sultan Mahmud Syah (1488-1511).
Dari sederatan nama raja-raja Malaka tersebut, maka
raja-raja Malaka yang pertama sampai dengan yang ketiga masih bernafaskan
Hindu. Sedangkan mulai Muzaffar Syah, maka raja-raja Malaka bergelar Sultan.Ini
berarti bahwa Malaka benar-benar menjadi kerajaan atau kesultanan Islam baru
dimulai pada masa pemerintahan Muzaffar Syah.Hal ini disebabkan karena adanya
revolusi istana yang member peluang kepada orang-orang Gujarat untuk
mengendalikan politik Malaka.
Kesultanana Malaka di bawah Muzaffar Syah berkembang
pesat, dan mencapai kejayaan sewaktu di bawah Mansur Syah.Namun sewaktu
diperintah oleh Sultan Alaudin Riayat Syah, kesultanan Malaka mulai mengalami
kemunduran.Semasa pemerintahannya, kerajaan-kerajaan kecil pembayar pajak
seperti Pahang dan Siak mulai berani menentang Malaka.
Kondisi dalam negeri sendiri juga mengalami
kemerosotan.Tumenggung Mutahir yang dilantik menjadi Bendahara, banyak yang
menentangnya.Kalangan umum sebenarnya menghendaki putra Tun Perak yang
menjabatnya, sebab dinilai masih berdarah Melayu.
Di samping dinilai cenderung kepada orang-orang
Gujarat (Tamil Islam), Tun Mutahir juga dinilai tamak dan mau menerima suap
dari pedagang-pedagang asing.Ia juga dinilai sombong dan tidak mematuhi adat
istiadat. Jika para Bendahara sebelumnya selalu mengawinkan putrinya dengan
sultan, maka ia mengawinkan putrinya dengan Tun Ali, yakni salah seorang
menterinya. Hal inilah yang menimbulkan perlawanan terhadap Bendahara.
Ketika Tun Mutahir bertindak sebagai hakim alam
suatu peradilan perdata, ia telah menerima suap dari dari salah satu pihak yang
bersengketa. Sedangkan pihak lainnya juga telah memberikan suap kepada
Laksamana. Tindakan Bendahara tersebut mengundang kemarahan Sultan, sehingga Sultan
memerintahkan untuk membunuh Bendahara bersama keluarganya kecuali anak-anaknya
yang masih kecil seperti Tun Hamzah dan Tun Fatimah yang akhirnya diperistri
oleh Sultan.
Sepeninggal Tun Mutahir, Paduka Tuan (putra Tun
Perak) diangkat menjadi Bendahara, walaupun timpang dan lumpuh. Dengan demikian
Malaka tidak mempunyai pimpinan yang bijak serta kuat semasa negeri itu sedang
mengalami ancaman dari luar yang lebih hebat.
Di samping adanya pejabat-pejabat yang lemah, maka
sistem politik negeri itu juga melemahkan Malaka.Titik utama kelemahan politik
Malaka adalah penggantian Sultan.Di situ tidak ada aturan bahwa anak tertua
mempunyai hak untuk menggantikan ayahnya. Raja memang bisa mempersiapkan
penggantinya, namun setelah ia wafat maka yang menentukan raja baru adalah
Bendahara. Dasar pilihan bukanlah keturunan atau kecakapan namun kedekatan
mereka terhadap Bendahara maupun pembesar-pembesar istana lainnya.
Munculnya Tun Mutahir sebagai Bendahara tahun 1500
menghidupkan kembali persaingan antara bangsawan Melayu dan Tamil dalam istana
di Malaka.Dengan demikian apabila Portugis tiba, Malaka sudah hancur karena
perpecahan dalam negeri.Hal ini disebabkan karena Tun Mutahir bukan saja tidak
menghormati Sultan tetapi juga berani membatalkan perintah Sultan yang member
jaminan keselamatan kepada orang-orang Portugis semasa lawatan mereka yang
pertama di tahun 1509.
Sebaliknya, Tun Mutahir justru membuat komplotan
dengan orang-orang Tamil atau pedagang-pedagang Gujarat untuk menyerang
kapal-kapal Portugis secara mengejutkan.Dengan tindakan ini, Tun Mutahir
memberikan satu alasan yang baik kepada D’Albuquerque untuk datang dengan
tentara yang besar guna menuntut ganti rugi, atau sekaligus menaklukan Malaka.
Di samping krisis kepemimpinan, kelemahan sistem
politik, Malaka juga dilanda kelemahan ekonomi.Walaupun pelabuhan Malaka tetap
ramai, namun pelaksana perdagangan itu adalah orang asing, bahkan penjajak
barang-barang pun orang asing sedangkan penduduk Melayu hanya sebagai kuli
saja.Sedangkan orang-orang Melayu yang terlibat dalam perdagangan hanya Sultan
dan para pembesar istana.Mereka inilah yang memperoleh cukai, tol dan
hadiah-hadiah dari para pedagang.
Kondisi perdagangan di Malaka itu menyebabkan
munculnya kelompok pedagan yang berkuasa dan kaya raya di Malaka.Kesetiaan
mereka kepada raja bukan karena menghormati sultan, tetapi hanya karena
kepentingan-kepentingan dan keselamatan mereka sendiri.Untuk menjamin
kepentingannya itu mereka tidak segan-segan menyuap kepada Sultan atau
pembesar-pembesar Malaka, sehingga membuat pemerintahan di Malaka menjadi
keropos.
Beberapa kelompok saudagar yang terkenal adalah
Upeh, yaitu kelompok pedagang-pedangang Jawa yang menguasai impor beras di
Malaka.Kelompok ini dipimpin oleh Utimuti Raja. Kelompok lain yang juga
terkenal adalah kelompok Keling atau Tamil yang dipimpin oleh Raja Mendaliar.
Demi kepentingan dan keselamatan sendiri, kelompok pedagang yang setia kepada
Sultan itu setelah kedatangan Portugis di Malaka juga menyatakan setia kepada
Portugis.
Sultan Malaka tidak bisa mengharapkan bantuan dari
kelompok saudagar-saudagar kaya untuk mempertahankan diri dari serangan
Portugis.Utimuti Raja yang pernah sekali lagi menjanjikan
bantuan kepada Sultan yang sedang terjepit itu, tetapi terlambat.Akhirnya
Portugis mengetahui sehingga Utimuti dan keluarganya dijatuhi hukuman mati di
tanah lapang agar orang Malaka tidak berani melawan Portugis.
Kelemahan ekonomi Malaka yang lain adalah bahwa
makanan penduduk kota itu sangat tergantung luar. Jika kota itu dikepung musuh,
pasti akan segera jatuh. Orang-orang Cina pernah menasehatkan kepada
D’Albuquerque supaya menaklukan Malaka dengan blokade sehingga Malaka akan
mudah dikuasai karena seluruh penduduknya kelaparan.
Kemunduran Malaka bersamaan dengan masa penjelajahan
samudra oleh bangsa-bangsa Eropa.Ketika Portugis sudah sampai di India, mereka
melihat Malaka sebagai asset perdagangan yang menguntungkan.Namun sebaliknya
pedagang-pedagang Islam merasa terancam sehingga membentuk persekutuan untuk
menjaga perairan Samudra Hindia dan Afrika sampai Timur Jauh.Pada tahun 1511
D’Albuquerque menyerbu Malaka secara besar-besaran. Para pedagang Islam
terutama dari Gujarat menasehati sultan agar menentang kedatangan Portugis itu,
sebab armada Portugis itu dinilai hanya kecil dan akan kembali ke India mennti
angin musim timur laut.
D’Albuquerque mula-mula mengajukan permohonan kepada
sultan agar membebaskan para tawanan Portugis. Permintaan itu semula ditolak
tetapi setelah Portugis membakar rumah-rumah di sepanjang pantai Upeh dan
menyerang kapal-kapal pedagang Gujarat, barulah Sultan mengabulkannya, namun
diikuti dengan persiapan perang.
Dalam menghadapi serangan Portugis, Malaka didukung
oleh tentara bayangan dari Jawa.Tentara Malaka yang dipimpin langsung oleh
Sultan Mahmud dan puteranya, Ahmad, dengan naik gajah dan bersenjatakan panah
beracun, namun tidak bisa menandingi tentara Portugis dengan senapan-senapannya
dan meriam jarak jauh.Dengan demikian jatuhlah Malaka ke tangan bangsa Barat
setelah berkuasa selama seabad.
Bangsa Portugis menduduki Malaka dengan maksud
menguasai perdagangan lada dan rempah-rempah di dunia Barat yang bertitik
pangkal di kota Bandar tersebut. Maksud ini ternyata menyebabkan peranan kota
itu sebagai bandar entrepot berakhir. Sesudah tahun 1511 rute dan pusat
perdagangan lada serta rempah-rempah dipindahkan ke tempat lain.
Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, perdagangan
laut di Asia Tenggara tetap berjalan.Untuk mengatur perdagangan di Asia
Tenggara maka dibuatlah undang-undang laut.Undang-undang itu berisi
peraturan-peraturan tentang perdagangan dan pelayaran di Asia Tenggara.Setengah
abad setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, undang-undang tersebut masih
berlaku dengan Makasar sebagai pusatnya.Sampai sekarang undang-undang itu masih
berlaku sebagai hukum yang tidak tertulis (hukum adat).
Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511,
sultan Malaka memindahkan ibukotanya ke muara sungai Johor, sehingga kerajaan
Malaka lebih dikenal sebagai kerajaan Johor atau kerajaan Melayu (kerajaan
Melayu Johor).Ketika itu di ujung Sumatera Utara sudah berkuasa Kesultanan
Aceh.Dengan munculnya Portugis, maka Selat Malaka diperebutkan oleh tiga
kekuasaan yaitu Johor, Aceh dan Portugis.
Kerajaan Johor menguasai daerah pedalaman Malaka,
Johor, kepulauan Riau dan Lingga.Sedangkan daerah jajahannya yaitu Deli, Rokan,
Siak, Kampar, Inderagiri dan Pahang.Untuk menghindari serangan Portugis maka
ibukotanya dipindah-pindah.Sejak itu timbul permusuhan terus menerus antara
Johor dan Malaka.
Sewaktu Malaka direbut oleh Belanda tahun 1641,
Johor memperoleh kesempatan untuk merebut kembali Malaka, sebab Johor bersekutu
dengan Belanda untuk bekerjasama menyerbu Portugis di Malaka.Kesempatan itu
tidak dapat digunakan karena Johor diperintah oleh raja yang lemah. Bahkan pada
tahun 1717, raja Johor diusir oleh raja Siak dengan bantuan Daeng Parani (bajak
laut Bugis di kepulauan Riau) dengan janji akan diangkat menjadi Yamtuan Muda
di Riau.
Karena Daeng Parani tidak jadi diangkat sebgai
Yamtuan Muda di Riau, maka pada tahun 1722 raja Siak diusir oleh Daeng
Parani.Ia lalu mengangkat dirinya menjadi raja Johor dengan gelar Sultan
Sulaiman Badr Alam Syah. Adiknya, Daeng Merawah, diangkat menjadi Yamtuan Muda
di Riau. Secara riil kekuasaan Johor berada di tangan orang Bugis.
Kedudukan orang Bugis ini membuat iri hati para
bangsawan Melayu di Johor.Akibatnya mereka berusaha menyingkirkan Sultan
Sulaiman.Namun sikap mereka diketahui oleh Sultan. Untuk memperkuat
kedudukannya, maka pada tahun 1745 Sultan Sulaiman dengan diam-diam mengadakan
perjanjian dengan Belanda yang isinya
-
Johor dan Belanda
monopoli penjualan bahan pakaian di Siak
-
Belanda monopoli timah
di Selangor
-
Kapal-kapal Belanda
bebas bea di Johor.
Perjanjian tersebut menimbulkan perang antara Siak
dengan Belanda: Karena Bugis membantu Siak, maka berubah menjadi perang
Bugis-Belanda. Pemimpin Bugis yang terakhir, Raja Haji pada tahun 1782 tewas
terbunuh. Karena itu pada tahun 1785 Mahmud (bangsawan Melayu) diangkat menjadi
sultan Johor tanpa Bugis, tetapi diganti residen Belanda.
Sultan Mahmud tidak senang campur tangan Belanda
itu, karena itu ia berusaha mengusir Belanda. Untuk itu ia minta bantuan bajak
laut Lanun dari Kalimantan Utara. Tahun 1787 bajak laut Lanun dapat mengusir
Belanda dari Riau, tetapi kemudian juga mengusir sultan Mahmud.
Sultan Mahmud lalu mengajak damai dengan Belanda,
tetapi ditolak. Ketika minta bantuan Inggris ia juga ditolak. Setelah usaha
minta bantuan gagal, ia membuat koalisi dengan Trengganu, Kedah, Siak, Lingga
dan Inderagiri untuk mengusir bajak laut Lanun, Belanda dan Inggris.
Karena usaha membentuk koalisi gagal, akhirnya ia
menjadi pemimpin bajak laut Melayu. Sewaktu Malaka diduduki Inggris pada tahun
1798, ia dinobatkan lagi di Johor dengan Raja Ali (Bugis) sebagai Yamtuan Muda.
Ia berkuasa di Johor sampai dengan tahun 1812, setelah itu kerajaan Johor pecah
menjadi dua kerajaan karena putra sultan Mahmud dua orang, yaitu Husen dan Abdurahman.
Abdurahman menjadi raja di kerajaan Melayu Riau yang
berada di bawah pengaruh Belanda, sedang Husen menjadi raja di kerajaan Melayu
Johor di bawah pengaruh Inggris.Dengan demikian kerajaan Malaka yang kemudian
pindah ke Johor, akhirnya di bawah pengaruh Belanda dan Inggris.
2.
Kerajaan
Ayuthia
Sebelum berdiri kerajaan Ayuthia, di Muangthai sudah
ada kerajaan Sukhotai.Kerajaan ini berdiri pada abad ke-13.Terletak di
Muangthai tengah, dan akibat pengaruh India (Hindu).Pada saat itu agama Islam
sudah mulai tersebar di kerajaan itu berkat adanya hubungan dagang yang
dibangun oleh para saudagar Muslim.
Pada tahun 1350 di hilir Sungai Menam (Chao Phya)
berdiri kerajaan Ayuthia oleh Ramadipati.Ibukota kerajaan itu adalah Dwarawati
Sri Ayuthia.Cita-citanya menaklukan Sukhotai dan Chieng Mai (Muangthai
Utara).Pada abad ke-14 Sukhotai berhasil ditaklukan oleh Ayuthia.
Pada masa pemerintahan kerajaan Ayuthia, agama Islam
sudah memiliki pengaruh yang besar.Hal itu terbukti adanya kaum Muslim yang
diangkat sebagai menteri dan pejabat penting di kerajaannya.Peran kaum Muslim
sebagai menteri dan saudagar yang dekat dengan raja menjadikan mereka kelompok
yang berpengaruh di istana.
Ayuthia merupakan dasar negara nasional Muangthai
sebab:
a. Ramadipati
membuat hukum Siam yang berlaku sampai zaman Chulalongkorn (Bapak Muangthai).
b. Raja
Trailok (Baroma Trailokrat, 1448-1483) telah menyusun sistem monarki Siam yang
sentralistis dalam pemerintahan maupun militer.
Antara tahun 1534-1590 Ayuthia menjadi jajahan
(vazal) Birma (Myanmar).Tahun 1584 Pra Naret (putra Maha Tamaraja, raja vazal
Bima di Siam) berhasil membebaskan Siam.Pada tahun 1590 Pra Naret mengangkat
dirinya menjadi raja Ayuthia dengan gelar Narasuen. Saat itu bersamaan dengan
mundurnya dinasti Toungu di Birma, sehingga ia merebut daerah-daerah milik
Birma seperti Chieng Mai, Laos, Shan dan Jazirah Melayu.
Sewaktu dinasti Toungu bangkit lagi, ternyata
berhasil merebut kembali daerahnya.Kebetulan waktu itu di Ayuthia terjadi
perebutan tahta.Narai berhasil merebut tahta dan berusaha mempertahankan
kedudukannya.Bersamaan dengan kemenangan Narai, bangsa Barat mulai masuk di
Siam.
Inggris dan Perancis diterima Narai di Ayuthia
dengan harapan dapat mencegah meluasnya kekuasaan Belanda (VOC) di
Siam.Ternyata kedua bangsa Barat itu di kemudian hari berusaha untuk menguasai
Siam.Karena itu rakyat Siam mulai mencurigai dan menentang mereka.
Pada tahun 1678 Pra Petraya memaksa Perancis
meninggalkan Siam kecuali para misionaris dan pedagang.Namun mereka pun
akhirnya diusir pula.Pada selang selanjutnya Inggris dan Belanda juga terusir
dari Siam pada tahun itu pula.Dengan demikian Pra Pretaya berhasil mengusir
bangsa Barat dari Siam dan sekaligus mempersatukan Siam, serta mengatasi
masalah-masalah dalam negeri sampai tahun 1700.
Di bawah pemerintahan Maha Tamaraja II (cucu Pra
Petraya), Ayuthia melakukan ekspansi keluar. Ketika Ayuthia mencoba intervensi
ke Laos, ternyata Laos sudah dikuasai Birma dan Cina. Akhirnya Siam hanya
berhasil merebut Laos yang diduduki Birma.Sedangkan intervensi ke Kamboja gagal
karena Kamboja sudah dikuasai Vietnam.
Pada zaman raja Baromoraja V (1758-1767) Ayuthia dua
kali diserang Birma yaitu oleh raja Alaungpaya (1758) dan Hsinbuyshin
(1767).Penyerbuan yang kedua menghancurkan Ayuthia, ibukota dibinasakan dan
rajanya hilang.Siam lalu ditinggalkan oleh Birma sehingga kacau.
Ketika Siam mengalami kekacauan, muncul Phya Taksin
yang menduduki Siam sambil membersihkan sisa-sisa tentara Birma. Pada tahun
1767 itu pula ia berhasil mengangkat dirinya menjadi raja Siam. Phya Taksin
mendirikan ibukota baru di Tanaburi (Thorburi) di sebelah Barat muara sungai
Chao Phya. Sedangkan kota Ayuthia sudah menjadi puing-puing dan tak pernah
dibangun kembali.
Setelah berhasil memegang kekuasaan, ia lalu
menaklukan raja-raja kecil yang memproklamasikan diri setelah mundurnya tentara
Birma. Karena banyaknya perang yang dilakukan, ia akhirnya menjadi gila. Dalam
kondisi seperti itu ada gejala-gejala kudeta.
Sewaktu kondisi Siam tidak menentu, Phra Chulalok
(Chakri) yaitu panglima perang Phya Taksin, mengangkat dirinya menjadi raja
dengan gelar Rama Tibodi (1782-1809).Dialah pembentuk dinasti Chakri yang
menurunkan raja-raja Thailand sampai saat ini.
Nama aslinya adalah Thong Duang, lahir tahun 1736
dari keluarga Ban Ampawa di propinsi Samut Songkram.Ia mendirikan ibukota baru
di sebelah timur muara sungai Chao Phya dan disebutnya Bangkok. Sepeninggalnya,
Siam terus berjuang menghadapi masuknya Inggris dari Birma dan Perancis dari
Indocina.
3.
Kerajaan
Vietnam
Sewaktu dinasti Chin diperintah oleh Shih Huang Ti,
Vietnam digabungkan dengan Cina (246 BC-939 AD). Pada saat itu terjadi
kolonisasi besar-besaran dari Cina ke Vietnam, akibatnya Vietnam merupakan
satu-satunya wilayah Asia Tenggara yang paling banyak menerima pengaruh Cina. Namun
karena kekuasaan Cina mengalami pasang surut, Vietnam juga mengalami masa
penjajahan tetapi juga masa-masa kemerdekaan, sehingga punya nasionalisme
tradisional.
Pada saat dijajah Cina, Tongkin dan Annam dijadikan
sebuah propinsi yang disebutnya sebagai Nam-Viet (Propinsi Selatan).Di propinsi
ini bangsa Vietnam diserahi untuk mengatur pemerintahan sendiri.Ibukotanya
adalah Hanoi, tempat kedudukan gubernur Cina.
Selama dalam masa penjajahan Cina, terjadi tiga kali
pemberontakan besar dari bangsa Vietnam untuk memperoleh kemerdekaan.Pertama
kali pada tahun 544-547, yang kedua tahun 590, dan yang ketiga tahun
600-602.Namun ketiga-tiganya gagal karena Cina sangat kuat.
Pada tahun 907, pada saat dinasti Tang jatuh,
timbullah gerakan kemerdekaan lagi.Gerakan kemerdekaan ini baru berakhir pada
tahun 939.Dengan demikian sejarah Vietnam merdeka baru dimulai tahun 939, yakni
setelah bangsa Vietnam dapat membebaskan diri dari penjajahan Cina.
Pahlawan kemerdekaan Vieetnam pada saat itu adalah
Ngo Quyen, pendiri dinasti Ngo (939-968) dengan kerajaannya Dai-co-viet.
Selanjutnya aa 15 dinasti yang memegang pemerintahan kerajaan itu. Kerajaan ini
wilayahnya mula-mula adalah Nam-Viet (Tongkin dan Annam), serta tak pernah
minta pengakuan dari Cina.
Dalam perjalanan selanjutnya, Vietnam pernah jatuh
ke tangan Cina lagi.Tahun 1418 Le Loi melakukan gerakan kemerdekaan, dan baru
tahun 1428 berhasil memproklamasikan kemerdekaanya. Untuk menghilangkan
kemarahan Cina dan menghindari serangannya lagi, maka ia dan keturunannya meminta
pengakuan Cina. Sampai abad ke-15 (1471), sejarahnya adalah sejarah perang
rebut kuasa dengan kerajaan Champa, yang berakhir dengan runtuhnya kerajaan
Champa itu. Karena kemenangannya itu, maka bangsa Vietnam menjadi bangsa yang
dominan.Bangsa Champa terasimilir ke dalam bangsa Vietnam, baik politik maupun
kultural sampai sekarang.
Pada tahun 1570 dinasti Le Loi pecah menjadi tiga
yaitu
a. Keluarga
Mac: berkuasa di Tongkin dengan Hanoi sebagai ibukota.
b. Keluarga
Trinh: yang memerintah atas nama dinasti Le. Berkuasa di Thanh Hoa, Nghe Anh
dan Ha Tinh dengan Tay Lo sebagai ibukota.
c. Keluarga
Nguyen: juga atas nama dinasti Le, mengasai propinsi Selatan dengan Quangtri
sebagai ibukota.
Dalam perkembangannya, dinasti Mac diusir keluarga
Trinh.Sejak itu timbul konflik antara keluarga Trinh dan keluarga Nguyen
(1620-1672).Di dalam peperangan antara keluarga Trinh melawan keluarga Nguyen
tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah.Nguyen lebih baik dalam
perlengkapan senjatanya, serta mendapat bantuan dari Portugis.Sedangkan Trinh
memiliki man power yang unggul.
Adapun faktor-faktor yang merupakan rintangan bagi
Trinh adalah:
a. Dinding-dinding
besar yang didirikan oleh Nguyen di utara Hue.
b. Adanya
kerajaan Mac di utara yang sering muncul.
Dengan berakhirnya peperangan antara kedua pihak
pada tahun 1672, maka keadaan menjadi damai kembali, masing-masing sibuk dengan
urusannya sendiri.Trinh memusatkan perkembangan kekuasaannya di Tongkin,
sedangkan Nguyen mengadakan ekspansi ke selatan. Sebagai akibat ekspansi yang dilakukan
adalah:
a. Bangsa
Champa dan Khmer makin menderita
b. Tersebarnya
pengaruh Annam ke daerah-daerah tersebut.
Berkat ekspansinya ke selatan, Nguyen berhasil
menjadikan Udong dan Saigon sebagai vazal-vazalnya pada tahun 1673. Pada tahun
1677 Ang Non, penguasa Saigon, berusaha menduduki tahta di Kamboja, Ang Sor,
raja Kamboja minta bantuan kepada Siam dan berhasil mengalahkan Ang Non. Yang akhir
ini lari ke Annam untuk minta bantuan Hien Vueng.
Bersamaan waktunya datang pula di Tourane sejumlah
3000 orang pelarian bangsa Cina di bawah dua orang pemimpinnya yang bernama
Yang dan Ch’en.Mereka ini adalah partisan dari dinasti Ming yang pada waktu itu
mengalami kekalahan di Cina.
Oleh Hien Vueng, mereka itu diserahkan kepada Ang
Non yang membawa mereka menduduki daerah Bien-Hoa. Sedangkan Yang beserta
bawahannya menuju ke Mitho. Yang terakhir ini nantinya akan menjadi raja bajak
sungai. Kemudian dimulai lagi perebutan tahta Kamboja antara Ang Sor dan Ang
Non.Akhirnya Annam berhasil memaksa Ang Sor untuk mengakui kekuasaan Annam.Juga
Ha-Tien yang terletak di teluk Siam akhirnya menjadi daerah vazal Annam.Adapun
yang diangkat sebagai gubernur di situ ialah seorang pelarian bangsa Cina
lainnya yang bernama Mac Cuu.
Sewaktu Siam dibawah Phya Taksin, maka terjadilah
perebutan pengaruh di Kamboja antara Annam dan Siam.Suatu keuntungan bagi Siam,
karena bertepatan waktunya di Annam timbul kekacauan yaitu dengan berkobarnya
pemberontakan Tayson tahun 1773.Pemberontakan ini berhasil meruntuhkan keluarga
Trinh dan Nguyen.
Pada tahun 1802 pemberontakan Tayson membubarkan
diri karena tujuanya tidak jelas.Sewaktu pemberontak bergerak ke Vietnam Utara,
Nguyen Phuch Anh (keluarga Nguyen) menyatakan kemerdekaannya dan mengangkat
dirinya di Vietnam Selatan dengan Gia Liong.Setelah perlawanan Tayson berakhir
maka Gia Liong menguasai seluruh Vietnam.
Pada masa pemerintahan Gia Liong, hubungan dengan
Perancis berlangsung damai.Namun pengganti-penggantinya seperti Minh Mang,
Thieu Tri dan Tu Duc melawan Perancis.Dengan alasan melindungi orang-orang
Katolik yang dikejar-kejar oleh pemerintah Vietnam, maka Perancis melancarkan
pendudukan ke Vietnam.Setapak demi setapak Perancis merebut Vietnam sehingga
sejak 1883 Vietnam dijajah Perancis.
4.
Keraajaan
Birma
Pada tahun 1404 lahirlah kerajaan Pagan dari bangsa
Birma. Kerajaan Pagan runtuh karena adanya invasi tentara Mongol masa kaisar
Kubhilai Khan, yang terjadi antara tahun 1271-1287, sehingga sejak tahun 1287
Pagan menjadi vazal Cina.
Pada tahun 1299 suku Shan berhasil membangun
kerajaan Shan di Birma serta melepaskan Birma dari kekuasaan Cina.Pada saaat
itu Pagan dimusnahkan,sedang raja Kyaswa yang pro Cina dibunuh.Dan pada tahun
1301 kerajaan Shan mengirim upeti ke Cina.Mula-mula ibukota Shan di Myinsaing,
kemudian dipindah ke Pinya (1312).
Pada tahun 1315 kerajaan Shan pecah menjadi dua
yaitu Pinya dan Sagaing. Kedua kerajaan ini saling bersaing,sehingga akhirnya
pada tahun 1365 kedua kerajaan itu dengan mudah dimusnahkan oleh suku Shan yang
lain (suku Maw) yang dipimpin Mohyin. Namun kerajaan Sagaing muncul lagi dan
mendesak penguasa yang lain serta membangun ibukota baru di Ava. Tetapi pada
tahun 1527 Ava ditaklukkan oleh keturunan Mohyin.
Sementara itu orang-orang Birma yang terdesak suku
Shan lalu mendirikan benteng di atas bukit atau kerajaan Toungu.Raja Toungu
yang terbesar adalah Bayinaung.Raja tersebut memaksa Siam mengganti kalender
Mahasakarat (78 AD) dengan kalender Birma yakni Chula Akarat (638 AD) sampai
zaman Chulalongkorn yang menggantinya dengan kalender Gregorian.
Bangsa Birma berhasil merebut Ava dan menjadikan
kota itu sebagai ibukota. Namun kota itu lalu direbut suku Mon dan dihancurkan.
Pada saat Toungu diperintah oleh Aungzea (1752-1760),maka Ava direbut kembali.
Namun karena kota itu sudah rusak maka Aungzea yang kemudian bergelar
Alaungpaya membangun ibukota baru di Rangoon (sekarang Yangoon). Alaungpaya ini
kemudian membangun dinasti baru yang disebut dinasti Aonbaung.
Pada masa Birma diperintah Alaungpaya, Inggris
memmbantunya untuk menyatukan Birma.Dengan demikian Inggris berharap agar Birma
bisa berfungsi sebagai benteng menghadapi Perancis di Indocina.Ketika
Alaungpaya masih hidup, Inggris bersahabat dengan Birma,tetapi setelah
Alaungpaya meninggal,maka mulai timbul pertentangan antara Inggris dengan
Birma.
Pada tahun 1794 Arakan berontak.Sewaktu mengejar
kaum pemberontak tentara Birma menyeberang perbatasan India.Peristiwa ini
dipergunakan Inggris untuk memaksa Birma menerima perwakilannya.
Di kemudian hari insiden-insiden semacam itu menjadi
alasan Inggris untuk menyerbu dan menguasai Birma.Akibatnya berkobar perang
Birma-Inggris sampai 3 kali.
1. Perang
Birma I (1824-1826)
Sebab-sebabnya tentara Birma dibawahMaha Bandula
(Panglima perang Raja Bagjidav),menduduki Assam dan Manipur. Karena tentara
Birma selanjutnya lebih sedehana, maka kalah di segala medan perang.Karena itu
terpaksa menandatangani perjanjian Yandabu ,yang isinya
a. Birma
beri ganti satu juta poundsterling.
b. Penyerahan
Assam,Manipur,Tenasserin dan Arakat kepada Inggris.
c. Birma
tidak intervensi ke India.
d. Penempatan
residen Inggris di Ava.
2. Perang
Birma II (1852-1853)
Perang ini berkobar pada saat Birma di bawah Pagan
Min yang kejam.Sebab-sebabnya raja merampas dan menahan dua nahkoda Inggris
yang dianggap menghina Birma.Inggris menuntut ganti rugi dan pergantian
Gubernur Pegu, tetapi ditolak.
Inggris
dipimpin Jenderal Godwin dan Komodor Lambert.Rangoon jatuh ke tangan Inggris.
Raja Pagan Min diganti Midon Min. Ia memindahkan ibukota Birma dari Rangoon ke
Mandalay.
3. Perang
Birma III (1885)
Sewaktu Birma di bawah raja Thibaw, terjadi
persekutuan dengan Perancis.Karena merasa ada pendukungnya, maka Birma
menasionalisasi firma. Inggris di Birma, sehingga Inggris mengancam Thibaw.
Setelah Thibaw menolak ultimatum Inggris, maka
Inggris menyerbu Mandalay.Thibaw ditangkap dan diasingkan ke India.Karena itu
sejak 1886 Birma menjadi jajahan Inggris.
B. Gerakan
Sosial di Pedesaan
Dengan adanya perubahan pelaksanaan politik yang
dilakukan oleh penjajah terhadap kawasan pedesaan, maka gerakan sosial petani
pedesaan di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia pada abad ke-19 sudah mulai
memperlihatkan bentuk gerakannya yang jelas.Aksi-aksi dalam bentuk fisik yang
dilakukan oleh masyarakat itu telah menuju kepada sasaran yang terarah.
Sebelum abad ke-19 pemerintah kolonial seakan-akan
membiarkan kawasan pedesaan diperintah secara tidak langsung oleh
penguasa-penguasa pribumi dengan pengawasan yang tidak terlalu ketat, maka pada
abad ke-19, para penguasa Barat telah merubah kondisi itu ke arah pemerintah
langsung dan dengan pengawasan langsung pula.
Masyarakat pedesaan yang dalam sejarahnya senantiasa
berorientasi kepada pola pemerintah yang tradisional di mana pusat kekuasaan
itu berada di tangan seorang penguasa yang ditetapkan menurut nilai tradisional
pula, dengan adanya perubahan politik yang dilaksanakan oleh penguasa Barat
itu, mengalami kegoncangan.Timbulnya kegoncangan dalam kehidupan masyarakat
petani di pedesaan, adalah sebagai akibat telah terjadinya pertemuan dua sistem
sosial yang sangat berbeda.
Adapun perbedaan sistem sosial itu adalah bahwa
penguasa Barat berusaha memperkenalkan suatu sistem sosial dan politik yang
sama sekali asing dalam pandangan pemikiran para petani di pedesaan. Sedang di
pihak lain,sistem sosial dan politik tradisional masih berakar dalam kehidupan
para petani dan mereka berusaha mempertahankan kondisi itu.
Kolonialisme Barat abad ke-19 mempunyai pengaruh
yang merugikan atas pertumbuhan sosial,khususnya menghalang-halangi atau
melambatkan pertumbuhan kaum borjuis yang cukup besar di kalangan penduduk
seperti di Indonesia ini, di mana
perekonomian kapitalis yang dimasukkan di daerah itu biasanya untuk memberikan
keuntungan kepada kaum penguasa asing, bukan lagi penguasa pribumi.
Penguasa Barat itu juga memperkenalkan sistem sosial
dan politik, terutama yang menyangkut sistem administrasi gaya Barat. Bahwa di
dalam suatu institusi sosial,termasuk politiknya,harus ada suatu norma yang
teratur yang bekerja secara mekanis untuk kepentingan institusi itu.Tiap-tiap bagian
dari institusi itu harus ada orang yang mengendalikannya dan bertanggungjawab
secara teratur pada jenjang yang lebih atas.Pola kehidupan pemimpin harus di
atur oleh undang-undang dan dia harus mempunyai pertanggungjawaban terhadap
jabatan yang dipegangnya.
Sistem sosial dan politik Barat ini tentu berakibat
terhadap sistem sosial tradisional.Sebab pada kenyataannya seorang pemimpin
dalam dunia tradisional adalah bagian dari kehidupan suatu sistem yang berlaku
dalam masyarakat.Atas dasar tersebut,maka tidaklah mengherankan bila pusat
kekuasaan atau kekuatan berada dalam diri si pemimpin.Kemudian rakyat adalah
juga merupakan bagian dari kehidupan di pemimpin.Rakyat bekerja untuk si
pemimpin tanpa ada undang-undang yang mengaturnya.
Sistem administrasi Barat atau birokrasi modern
diikuti dengan sistem perpajakan.Perkenalan sistem pajak ini semakin
menyuburkan gerakan sosial di pedesaan. Hal ini disebabkan,karena kedua sistem
Barat itu secara langsung telah
mencampuri kehidupan sosial-ekonomi masyarakat pedesaan. Sistem sosial yang
telah establishet dari dunia tradisional,tiba-tiba mengalami kegoncangan dalam
kehidupan masyarakat.Sistem baru yang diperkenalkan oleh Barat itu,dianggap
sebagai penyebab utama terjadinya kegoncangan dalam dunia mereka.Dan reaksi
yang mereka perlihatkan dalam bentuk aksi yang kemudian berkembang menjadi
pemberontakan,adalah sebagai akibat langsung dari suatu usaha untuk menata
kembali sistem sosial yang telah dirusak oleh penguasa Barat.
Dalam perkembangan berikutnya, pemerintah jajahan
lalu menerapkan sistem administrasi modern dan sistem perpajakan di masyarakat.Tujuan
pemerintah jajahan disini, adalah jelas untuk menghilangkan sistem administrasi
tradisional yang dianggap sudah tidak efektif lagi, semrawut dan sukar untuk
dikontrol.Lalu sistem perpajakan untuk meningkatkan pendapatan pemerintahan
jajahan.Dalam sistem pajak baru itu, tidak seorang petani pun yang dapat lolos
dari cengkeraman pajak pemerintah jajahan.Dalam menetapkan pajak itu meliputi
seluruh harta benda petani dan hasil produksi pertanian dan perkebunan
mereka.Adapun pajak-pajak itu berupa pajak tanah, pajak rumah, pajak kebun,
pajak sawah, pajak harta benda, pajak jalan, pajak barang bawaan, pajak orang
dan lain-lain.
Semua jenis penetapan pajak ini, merupakan hal yang
sama sekali baru bagi masyarakat pedesaan. Akan tetapi bagi pemerintah jajahan,
tanpa melihat kondisi sosial budaya masyarakat, langsung melaksanakan sistem
perpajakan itu di masyarakat.Karena itu wajarlah bahwa kehidupan petani
mengalami kegoncangan.
Di samping itu, sistem perpajakan ini menyangkut
masalah ekonomi, masalah pendapatan petani, terutama pada kelompok petani
pemilik tanah (tuan tanah) dan kelompok penguasa pribumi yang secara turun
temurun berkuasa di pedesaan sebagai penguasa tradisional.
Para kelompok petani itu pada kenyataanya
beranggapan bahwa dua sistem itu telah mengganggu unsur stabilitas sosial
budaya mereka yang dianggap telah mapan itu.Mereka, yang selama beberapa
generasi hidup aman dan tenteram telah terganggu oleh intervensi dari
luar.Kepincangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya
merosotnya nilai kehidupan tradisi, disebabkan oleh ulah tingkah laku
orang-orang yang telah terpengaruh oleh unsur yang dating dari luar.
Melihat nilai tradisi mereka yang telah kacau balau
itu, maka untuk mengembalikan ke situasi semula yang dianggapnya paling sesuai
dengan jiwanya sebagai tradisi budaya leluhur, mereka pun mengadakan
reaksi.Mereka beranggapan bahwa dunia yang damai, tenteram dan aman hanya dapat
terwujud kembali apabila semua anggota masyarakat kembali kepada budaya
leluhur. Alternatif lain tidak ada, dan unsur yang menyebabkan itu harus
dihilangkan.
Dengan anggapan seperti itulah yang menyebabkan
banyak pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh petani di Asia Tenggara.
Pemberontakan-pemberontakan tersebut adalah
Pemberontakan Petani di
Myanmar
Pemberontakan petani di Myanmar (Birma) muncul pada
tahun 1930.Tujuannya adalah untuk mengembalikan kehidupan rakyat Myanmar ke
masa sebelum terjadi perubahan sosial yang dibawa oleh penguasa-penguasa Barat
(Inggris).Tokoh pemberontakan petani di Myanmar itu berasal dari kelompok
religius Budha dan dikenal dengan panggilan Saya San.Meskipun Saya San berasal
dari kelompok religius, tetapi gerakan petani di Myanmar bukanlah bertujuan
agama melainkan untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi rakyat.
Pemberontakan petani Myanmar yang dipimpin oleh Saya
San itu termasuk gerakan atau pemberontakan yang fanatik.Setelah merasa
kekuatannya cukup, Saya San segera mengerahkan para petani yang menjadi
pengikutnya untuk menyerang kawasan militer yang di dalamnya juga terdapat
kelompok administrasi yang sangat dibencinya.Dengan semangat yang fanatik pula,
Saya San melabrak kekuatan militer Inggris yang jauh lebih kuat, tanpa
memperhitungkan kekuatannya sendiri.Karena didasari mati suci untuk bangsa,
negara dan agama, maka berkobarlah pertempuran yang irasional.
Karena kekuatannya tak sebanding, Inggris dengan
mudah sekali menumpas pemberontakan itu.Inggris menangkap 900 orang pengikut
Saya San.Dan 128 orang diantaranya (termasuk Saya San) dihukum mati.Walaupun
pemberontakan itu berlangsung singkat, tetapi keberaniannya telah menggugah
golongan terpelajar bangkit dan kemudian membentuk gerakan nasional.
Pemberontakan Petani di
Filipina
Pemberontakan petani di Filipina berkobar pada tahun
1890-an, dipimpin oleh Guarda de Honor.Sedangkan pusat pemebrontakan di Barrio
Cabaruan. Gerakan Guarda ini berhasil mengumpulkan pengikut ribuan jumlahnya,
dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan ekonomi pada petani yang banyak
diperlakukan tidak adil oleh tuan tanah. Mereka berjuang untuk memperbaiki
kehidupan sosial ekonomi mereka.
Perlawanan petani di Filipina ini banyak ditujukan
untuk kelompok tuan tanah dari pada penguasa kolonial Filipina (Spanyol). Ini
disebabkan karena sistem politik tradisional Filipina adalah berdasar kepada
sistem politi keluarga.Dan keluarga yang berkuasa itu adalah para
pemilik-pemilik tanah yang luas.
Pemberontakan petani di Filipina tersebut berakhir
pada 1901 setelah pasuka Amerika Serikat melumpuhkan kekuatan mereka. Sisa-sisa
pengikut Garuda yang masih sekitar 25.000 orang di Cabaruan dibubarkan oleh
pemerintah kolonial Amerika Serikat, yang ternyata lebih kuat dari pemerintah
kolonial Spanyol yang digantikan tahun 1898.
Pemberontakan Petani di
Vietnam
Sebelum perang Dunia II, di Vietnam muncul tokoh
petani yang dikenal dengan nama Cao Dai. Jika dibanding dengan pengikut Guarda
di Filipina, maka pengikut Cao Dai ini jauh lebih banyak karena mencapai ratusan
ribu orang serta tersebar di seluruh Vietnam.
Tujuan pemberontakan Cao Dai adalah menentang
penjajah Barat dalam semua aspek kehidupan. Pengikut Cao Dai tidak hanya
terbatas pada petani pedsaan, tetapi juga penduduk kota, itulah sebabnya
gerakan Cao Dai merupakan lawan yang terberat yang dihadapi pemerintah kolonial
Perancis di Vietnam.
Pemberontakan Petani di
Malaysia
Pemberontakan petani di Malaysia meletus pada tahun
1915 dipimpin oleh Tok Janggut ( Haji Mat Hasan). Latar belakang dari
pemberontakan tersebut adalah ketika Tok Janggut dan pengikutnya merasa
dirugikan dengan adanya sistem cukai yang diperkenalkan oleh pemerintah
kolonial Inggris di Malaysia.Dalam aksinya Tok Janggut menyerang tentara
Inggris di Kelantan.Namun dengan mudahnya Inggris dapat melumpuhkannya karena
perbedaan teknologi yang amat jauh.
Pemberontakan Petani di
Indonesia
Pemberontakan petani yang ada di Indonesia berpusat
di Blora, Jawa Tengah pada akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20 ketika sistem
administrasi modern atau sistem pajak belumlah dikenal.
Bertolak dari kondisi tersebut, rakyat di pedesaan
Blora lalu mengadakan reaksi terhadap dua sistem baru yang berusaha dipaksakan
dalam kehidupan institusi sosial mereka.Kecuali dua sistem baru itu, gerakan
mereka juga dirangsang oleh tekanan ekonomi yang melilit kehidupan mereka
sebagai akibat dari pelaksanaan pajak dari pemerintah jajahan.
Wilayah Blora tidak termasuk daerah yang
subur.Dengan penarikan pajak yang beraneka ragam jenisnya itu, tentulah cukup
menyiksa kehidupan para petani Blora secara keseluruhan.Dengan kondisi sosial
yang demikian ini, maka reaksi sosial yang muncul di masyarakat cepat
berkembang dalam waktu yang relatif singkat.
Melihat reaksi yang dilakukan oleh masyarakat
pedesaan Blora itu pihak pemerintah kolonial Belanda berusaha untuk
menghadapinya dengan sangat serius.Hal ini disebabkan karena Belanda sangat
takut adanya unsur fanatisme yang terdapat dalam gerakan sosial itu.
Gerakan petani di pedesaan Blora itu dipimpin oleh
Samin. Tokoh Samin adalah seorang pemimpin yang buta aksara latin. Mula-mula
Samin mendapatkan pengikut dari kalangan penduduk di kampungnya.Tetapi dalam
perkembangan selanjutnya Samin mendapatkan pengikut yang ribuan
jumlahnya.Pemimpin petani Blora itu bukanlah berasal dari lapisan bawah atau
lapisan petani. Tokoh yang nama lengkapnya Kyai Samin Surosentiko itu justru
dari lapisan atas atau lapisan aristokrat.
Sasaran protes dari gerakan Samin ini adalah
mengenai sistem perpajakan yang telah diterapkan dalam kehidupan
mereka.Selanjutnya gerakan ini juga menentang tradisi sosial budaya yang telah
berlaku di dalam masyarakat Jawa.
Gerakan Samin mempunyai konsep hidup sendiri yang
dapat dikatakan terlepas dari tradisi yang terdapat dalam masyarakat Jawa.Ini
adalah suatu perkembangan baru dari suatu kelompok sosial anggota masyarakat
yang berusaha menciptakan suatu sistem baru dalam pranata sosial yang sedang
berlaku.
Dalam perkembangannya, gerakan Samin tidak bisa
bergerak bebas dalam masyarakat, disamping adanya pengawasan yang ketat dari penjajah,
tetapi juga lokasi yang menjadi pusat pergerakan itu terlampau kecil dan sistem
komunikasi pada saat itu sangat menyedihkan.
Penangkapan atas diri Samin yang diikuti dengan
pembuangannya ke Sawahlunto, berakibat fatal bagi gerakan Samin itu.Setelah
Samin tertangkap pada tanggal 8 November 1907, maka pengikutnya lalu
terpecah-pecah dan kemudian berkembang menjadi aliran metafisika atau
spiritualisme yang berorientasi kepada kehidupan yang bersifat abstrak.Namun,
tingkah lakunya dalam dunia realitas tetap memperlihatkan sikap protes terhadap
aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah jajahan, terutama dalam hal yang
menyangkut pembayaran pajak.
Samin dan pengikutnya selain menentang pembayaran
cukai juga menolak perkawinan model Islam yang berlaku dalam masyarakat, juga
menolak tabungan desa untuk kepentingan bersama. Pajak menurut Samin dan
pengikutnya, tidak lebih dari suatu derma yang tidak dapat dipaksakan oleh
siapa pun.Dan karena pajak merupakan derma, maka setiap orang dapat membayar
atau tidak membayar derma itu.
BAB III
PENUTUP
v Kesimpulan
Pada masa pra nasionalisme di wilayah Asia Tenggara,
sudah berlangsung gerakan-gerakan yang menentang adanya
kolonialisme.Gerakan-gerakan tersebut dilakukan dengan perlawanan bersenjata
yang dimulai pada abad XVI dan gerakan sosial yang baru berlangsung sekitar
abad XIX.
Ketika pengaruh-pengaruh asing masuk di wilayah Asia
Tenggara dan pengaruh-pengaruh yang ada justru merugikan bagi wilayahnya maka
tak mengherankan muncul banyak sekali reaksi dari kerajaan-kerajaan yang lebih
dahulu berdiri di wilayah tersebut.Kerajaan-kerajaan itu diantaranya kesultanan
Malaka, kerajaan Ayuthia, kerajaan Vietnam dan kerajaan Birma.
Selain reaksi yang ditunjukan oleh para penguasa
tradisional, masyakarat lapisan bawah (petani) juga melakukan sebuah reaksi
yang tak kalah semangat untuk menghapuskan sistem dari penjajah dalam
menanamkan pengaruh dan kebijakan yang merugikan rakyatnya.Aksi-aksi tersebut
terjadi di wilayah Myanmar, Filipina, Myanmar, Malaysia dan Indonesia.
Inti dari adanya perjuangan-perjuangan tersebut
adalah agar mereka bebas menentukan arah kehidupan mereka sendiri tanpa ada
campur tangan dari pihak lain (merdeka).
DAFTAR PUSTAKA
Wiharyanto
Kardiyat. 2005. Asia Tenggara Zaman
Pranasionalisme. Yogyakarta.Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Sudharmono.
2012. Sejarah Asia Tenggara Modern dari
Penjajahan ke Kemerdekaan. Yogyakarta.Obor.
Reid
Anthony. 1992. Asia Tenggara Dalam Kurun
Niaga 1450-1680. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.
Hall
DGE. Sejarah Asia Tenggara. Surabaya.
Usaha Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar