Jumat, 13 Januari 2017

GERAKAN-GERAKAN MENENTANG KOLONIALISME DI ASIA TENGGARA



BAB I
PENDAHULUAN

v  Latar Belakang
            Bangsa-bangsa di Asia Tenggara dibentuk dan ditempa oleh pergerakan bangsa-bangsa dari Asia Tengah ke Asia Tenggara yang berkembang menjadi bangsa-bangsa pokok, pengaruh Cina dan India, pengaruh Islam dan pengaruh bangsa Barat. Pergerakan bangsa-bangsa dari Asia Tengah ke Asia Tenggara berlangsung secara bergelombang dalam kurun waktu yang lama dan akhirnya membentuk bangsa-bangsa pokok yang sekarang menjadi bangsa-bangsa di Asia Tenggara dengan suku-suku minoritas.
            Setelah terbentuk bangsa-bangsa pokok, maka masuklah pengaruh asing ke Asia Tenggara silih berganti, baik dari Asia sendiri, dari Asia Barat (Timur Tengah), dan kemudian dari Barat. Hal ini disebabkan karena letak Asia Tenggara yang sangat strategis karena berada di persilangan antara dua benua dan dua samudra, tetapi juga berada di jalur perdagangan dunia, serta hasil alamnya yang sangat berlimpah ruah.
            Yang menarik dari bertubi-tubinya masuknya pengaruh asing itu adalah pengaruh yang lebih dulu datang melakukan reaksi terhadap pengaruh yang dating berikutnya, kecuali pengaruh Cina yang memang relatif kecil dibandingkan India, Islam dan Barat. Sebaliknya pengaruh yang baru datang berusaha menghapus atau mendesak pengaruh asing sebelumnya.
            Adapun reaksi Asia Tenggara yang paling keras terjadi sewaktu Asia Tenggara kedatangan bangsa Barat, sebab di samping melakukan perdagangan, bangsa Barat itu kemudian menguasai wilayah Asia Tenggara. Reaksi pertama dilakukan oleh penguasa-penguasa (kerajaan-kerajaan) yang lebih dulu tumbuh dan berkembang di berbagai kawasan di Asia Tenggara.Sedangkan reaksi berikutnya dilakukan oleh masyarakat pedesaan dengan mengadakan gerakan sosial yang bermuara pada timbulnya gerakan nasional.
            Kerajaan-kerajaan tradisional yang lahir di Asia Tenggara, terutama akibat pengaruh India (Hindu-Budha).Karena itu melihat reaksi Asia terhadap pengaruh baru yang datang ke Asia Tenggara, khususnya terhadap bangsa Barat, maka tidak lepas dari pasang-surut kerajaan-kerajaan (penguasa-penguasa) di Asia Tenggara.

v  Rumusan Masalah
1.      Gerakan-gerakan apa saja yang menentang kolonialisme di Asia Tenggara?
2.      Dimanakah gerakan-gerakan yang menentang kolonialisme tersebut tumbuh?

v  Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui gerakan-gerakan apa saja yang menentang kolonialisme di Asia Tenggara
2.      Mengetahui tempat-tempat bersejarah tumbuhnya gerakan-gerakan yang menentang kolonialisme
3.      Menambah pengetahuan tentang sejarah yang ada di wilayah Asia Tenggara
4.      Memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Asia Tenggara.

BAB II
GERAKAN-GERAKAN YANG MENENTANG KOLONIALISME DI ASIA TENGGARA
Reaksi Para Penguasa Tradisional di Asia Tenggara
Pada masa pra nasionalisme di Asia Tenggara sudah berlangsung perjuangan untuk mengusir penjajah, baik dengan bentuk perlawanan bersenjata atau melalui gerakan sosial.Gerakan-gerakan untuk memperjuangkan kebebasan dari pengaruh dan tekanan sistem kolonial dimulai dengan adanya perlawanan dari kerajaan-kerajaan yang terlebih dulu berdiri di wilayah Asia Tenggara sebelum datangnya para penjajah di tanah Asia Tenggara. Kerajaan-kerajaan yang melakukan perlawanan terhadap kolonialisme di wilayah Asia Tenggara adalah
1.      Kesultanan Malaka
Pengaruh India (Hindu-Budha) berlangsung antara abad ke-1 sampai abad ke-15, serta pernah memiliki pusat-pusat kekuasaan seperti Funan, Sriwijaya, Ayuthia dan Majapahit.Pada abad ke-15, kekuasaan Majapahit mulai merosot, sehingga muncul kerajaan-kerajaan yang mulai memisahkan diri dari Majapahit, termasuk Malaka.
Menurut Tome Pires, penguasa Malaka yang pertama yaitu Parameswara meminta Sultan Pasai agar Malaka diperbolehkan membayar impor emas sendiri (ketika itu kerajaan Malaka di bawah pengaruh Samudra Pasai). Sultan Pasai setuju asal penguasa Malaka masuk Islam.Usul itu ditolaknya tetapi Parameswara membiarkan pedagang-pedagang Islam masuk ke Malaka asal membawa emas.Barang-barang lain yang diperdagangkan di Malaka yaitu lada hitam, timah, kapur, kayu cendana, damar dan sarang burung.
Dengan masuknya pedagang-pedagang Islam itu, Malaka semakin ramai tetapi pengaruh Islam juga bertambah.Setelah penguasa Malaka mendapat tawaran Putri Pasai dan setuju, akibatnya agama Islam mulai masuk istana. Menurut Tome Pires, raja Malaka yang pertama kali memeluk Islam adalah Parameswara. Saat itu usia Parameswara sudah 72 tahun. Setelah memeluk agama Islam, Parameswara menggunakan gelar Megar Iskandar Syah.Namun tampaknya agama Islam belum meresap ke masyarakat Malaka, bahkan juga di istana kerajaan Malaka. Hal ini tampak dari nama-nama pengganti Parameswara yang masih menggunakan nama Hindu, seperti Sri Maharaja dan Sria Prameswara Dewa Syah.
 Adapun raja-raja yang pernah berkuasa di Malaka berturut-turut adalah Prameswara (1400-1424), Sri Maharaja ( 1424-1444), Sri Prameswara Dewa Syah (1444-1445), Sultan Muzzafar Syah (1445-1459), Sultan Mansyur Syah (1459-1477), Sultan Alaudin Riayat Syah (1477-1488) dan Sultan Mahmud Syah (1488-1511).
Dari sederatan nama raja-raja Malaka tersebut, maka raja-raja Malaka yang pertama sampai dengan yang ketiga masih bernafaskan Hindu. Sedangkan mulai Muzaffar Syah, maka raja-raja Malaka bergelar Sultan.Ini berarti bahwa Malaka benar-benar menjadi kerajaan atau kesultanan Islam baru dimulai pada masa pemerintahan Muzaffar Syah.Hal ini disebabkan karena adanya revolusi istana yang member peluang kepada orang-orang Gujarat untuk mengendalikan politik Malaka.
Kesultanana Malaka di bawah Muzaffar Syah berkembang pesat, dan mencapai kejayaan sewaktu di bawah Mansur Syah.Namun sewaktu diperintah oleh Sultan Alaudin Riayat Syah, kesultanan Malaka mulai mengalami kemunduran.Semasa pemerintahannya, kerajaan-kerajaan kecil pembayar pajak seperti Pahang dan Siak mulai berani menentang Malaka.
Kondisi dalam negeri sendiri juga mengalami kemerosotan.Tumenggung Mutahir yang dilantik menjadi Bendahara, banyak yang menentangnya.Kalangan umum sebenarnya menghendaki putra Tun Perak yang menjabatnya, sebab dinilai masih berdarah Melayu.
Di samping dinilai cenderung kepada orang-orang Gujarat (Tamil Islam), Tun Mutahir juga dinilai tamak dan mau menerima suap dari pedagang-pedagang asing.Ia juga dinilai sombong dan tidak mematuhi adat istiadat. Jika para Bendahara sebelumnya selalu mengawinkan putrinya dengan sultan, maka ia mengawinkan putrinya dengan Tun Ali, yakni salah seorang menterinya. Hal inilah yang menimbulkan perlawanan terhadap Bendahara.
Ketika Tun Mutahir bertindak sebagai hakim alam suatu peradilan perdata, ia telah menerima suap dari dari salah satu pihak yang bersengketa. Sedangkan pihak lainnya juga telah memberikan suap kepada Laksamana. Tindakan Bendahara tersebut mengundang kemarahan Sultan, sehingga Sultan memerintahkan untuk membunuh Bendahara bersama keluarganya kecuali anak-anaknya yang masih kecil seperti Tun Hamzah dan Tun Fatimah yang akhirnya diperistri oleh Sultan.
Sepeninggal Tun Mutahir, Paduka Tuan (putra Tun Perak) diangkat menjadi Bendahara, walaupun timpang dan lumpuh. Dengan demikian Malaka tidak mempunyai pimpinan yang bijak serta kuat semasa negeri itu sedang mengalami ancaman dari luar yang lebih hebat.
Di samping adanya pejabat-pejabat yang lemah, maka sistem politik negeri itu juga melemahkan Malaka.Titik utama kelemahan politik Malaka adalah penggantian Sultan.Di situ tidak ada aturan bahwa anak tertua mempunyai hak untuk menggantikan ayahnya. Raja memang bisa mempersiapkan penggantinya, namun setelah ia wafat maka yang menentukan raja baru adalah Bendahara. Dasar pilihan bukanlah keturunan atau kecakapan namun kedekatan mereka terhadap Bendahara maupun pembesar-pembesar istana lainnya.
Munculnya Tun Mutahir sebagai Bendahara tahun 1500 menghidupkan kembali persaingan antara bangsawan Melayu dan Tamil dalam istana di Malaka.Dengan demikian apabila Portugis tiba, Malaka sudah hancur karena perpecahan dalam negeri.Hal ini disebabkan karena Tun Mutahir bukan saja tidak menghormati Sultan tetapi juga berani membatalkan perintah Sultan yang member jaminan keselamatan kepada orang-orang Portugis semasa lawatan mereka yang pertama di tahun 1509.
Sebaliknya, Tun Mutahir justru membuat komplotan dengan orang-orang Tamil atau pedagang-pedagang Gujarat untuk menyerang kapal-kapal Portugis secara mengejutkan.Dengan tindakan ini, Tun Mutahir memberikan satu alasan yang baik kepada D’Albuquerque untuk datang dengan tentara yang besar guna menuntut ganti rugi, atau sekaligus menaklukan Malaka.
Di samping krisis kepemimpinan, kelemahan sistem politik, Malaka juga dilanda kelemahan ekonomi.Walaupun pelabuhan Malaka tetap ramai, namun pelaksana perdagangan itu adalah orang asing, bahkan penjajak barang-barang pun orang asing sedangkan penduduk Melayu hanya sebagai kuli saja.Sedangkan orang-orang Melayu yang terlibat dalam perdagangan hanya Sultan dan para pembesar istana.Mereka inilah yang memperoleh cukai, tol dan hadiah-hadiah dari para pedagang.
Kondisi perdagangan di Malaka itu menyebabkan munculnya kelompok pedagan yang berkuasa dan kaya raya di Malaka.Kesetiaan mereka kepada raja bukan karena menghormati sultan, tetapi hanya karena kepentingan-kepentingan dan keselamatan mereka sendiri.Untuk menjamin kepentingannya itu mereka tidak segan-segan menyuap kepada Sultan atau pembesar-pembesar Malaka, sehingga membuat pemerintahan di Malaka menjadi keropos.
Beberapa kelompok saudagar yang terkenal adalah Upeh, yaitu kelompok pedagang-pedangang Jawa yang menguasai impor beras di Malaka.Kelompok ini dipimpin oleh Utimuti Raja. Kelompok lain yang juga terkenal adalah kelompok Keling atau Tamil yang dipimpin oleh Raja Mendaliar. Demi kepentingan dan keselamatan sendiri, kelompok pedagang yang setia kepada Sultan itu setelah kedatangan Portugis di Malaka juga menyatakan setia kepada Portugis.
Sultan Malaka tidak bisa mengharapkan bantuan dari kelompok saudagar-saudagar kaya untuk mempertahankan diri dari serangan Portugis.Utimuti Raja yang pernah sekali lagi menjanjikan bantuan kepada Sultan yang sedang terjepit itu, tetapi terlambat.Akhirnya Portugis mengetahui sehingga Utimuti dan keluarganya dijatuhi hukuman mati di tanah lapang agar orang Malaka tidak berani melawan Portugis.
Kelemahan ekonomi Malaka yang lain adalah bahwa makanan penduduk kota itu sangat tergantung luar. Jika kota itu dikepung musuh, pasti akan segera jatuh. Orang-orang Cina pernah menasehatkan kepada D’Albuquerque supaya menaklukan Malaka dengan blokade sehingga Malaka akan mudah dikuasai karena seluruh penduduknya kelaparan.
Kemunduran Malaka bersamaan dengan masa penjelajahan samudra oleh bangsa-bangsa Eropa.Ketika Portugis sudah sampai di India, mereka melihat Malaka sebagai asset perdagangan yang menguntungkan.Namun sebaliknya pedagang-pedagang Islam merasa terancam sehingga membentuk persekutuan untuk menjaga perairan Samudra Hindia dan Afrika sampai Timur Jauh.Pada tahun 1511 D’Albuquerque menyerbu Malaka secara besar-besaran. Para pedagang Islam terutama dari Gujarat menasehati sultan agar menentang kedatangan Portugis itu, sebab armada Portugis itu dinilai hanya kecil dan akan kembali ke India mennti angin musim timur laut.
D’Albuquerque mula-mula mengajukan permohonan kepada sultan agar membebaskan para tawanan Portugis. Permintaan itu semula ditolak tetapi setelah Portugis membakar rumah-rumah di sepanjang pantai Upeh dan menyerang kapal-kapal pedagang Gujarat, barulah Sultan mengabulkannya, namun diikuti dengan persiapan perang.
Dalam menghadapi serangan Portugis, Malaka didukung oleh tentara bayangan dari Jawa.Tentara Malaka yang dipimpin langsung oleh Sultan Mahmud dan puteranya, Ahmad, dengan naik gajah dan bersenjatakan panah beracun, namun tidak bisa menandingi tentara Portugis dengan senapan-senapannya dan meriam jarak jauh.Dengan demikian jatuhlah Malaka ke tangan bangsa Barat setelah berkuasa selama seabad.
Bangsa Portugis menduduki Malaka dengan maksud menguasai perdagangan lada dan rempah-rempah di dunia Barat yang bertitik pangkal di kota Bandar tersebut. Maksud ini ternyata menyebabkan peranan kota itu sebagai bandar entrepot berakhir. Sesudah tahun 1511 rute dan pusat perdagangan lada serta rempah-rempah dipindahkan ke tempat lain.
Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, perdagangan laut di Asia Tenggara tetap berjalan.Untuk mengatur perdagangan di Asia Tenggara maka dibuatlah undang-undang laut.Undang-undang itu berisi peraturan-peraturan tentang perdagangan dan pelayaran di Asia Tenggara.Setengah abad setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, undang-undang tersebut masih berlaku dengan Makasar sebagai pusatnya.Sampai sekarang undang-undang itu masih berlaku sebagai hukum yang tidak tertulis (hukum adat).
Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, sultan Malaka memindahkan ibukotanya ke muara sungai Johor, sehingga kerajaan Malaka lebih dikenal sebagai kerajaan Johor atau kerajaan Melayu (kerajaan Melayu Johor).Ketika itu di ujung Sumatera Utara sudah berkuasa Kesultanan Aceh.Dengan munculnya Portugis, maka Selat Malaka diperebutkan oleh tiga kekuasaan yaitu Johor, Aceh dan Portugis.
Kerajaan Johor menguasai daerah pedalaman Malaka, Johor, kepulauan Riau dan Lingga.Sedangkan daerah jajahannya yaitu Deli, Rokan, Siak, Kampar, Inderagiri dan Pahang.Untuk menghindari serangan Portugis maka ibukotanya dipindah-pindah.Sejak itu timbul permusuhan terus menerus antara Johor dan Malaka.
Sewaktu Malaka direbut oleh Belanda tahun 1641, Johor memperoleh kesempatan untuk merebut kembali Malaka, sebab Johor bersekutu dengan Belanda untuk bekerjasama menyerbu Portugis di Malaka.Kesempatan itu tidak dapat digunakan karena Johor diperintah oleh raja yang lemah. Bahkan pada tahun 1717, raja Johor diusir oleh raja Siak dengan bantuan Daeng Parani (bajak laut Bugis di kepulauan Riau) dengan janji akan diangkat menjadi Yamtuan Muda di Riau.
Karena Daeng Parani tidak jadi diangkat sebgai Yamtuan Muda di Riau, maka pada tahun 1722 raja Siak diusir oleh Daeng Parani.Ia lalu mengangkat dirinya menjadi raja Johor dengan gelar Sultan Sulaiman Badr Alam Syah. Adiknya, Daeng Merawah, diangkat menjadi Yamtuan Muda di Riau. Secara riil kekuasaan Johor berada di tangan orang Bugis.
Kedudukan orang Bugis ini membuat iri hati para bangsawan Melayu di Johor.Akibatnya mereka berusaha menyingkirkan Sultan Sulaiman.Namun sikap mereka diketahui oleh Sultan. Untuk memperkuat kedudukannya, maka pada tahun 1745 Sultan Sulaiman dengan diam-diam mengadakan perjanjian dengan Belanda yang isinya
-          Johor dan Belanda monopoli penjualan bahan pakaian di Siak
-          Belanda monopoli timah di Selangor
-          Kapal-kapal Belanda bebas bea di Johor.
Perjanjian tersebut menimbulkan perang antara Siak dengan Belanda: Karena Bugis membantu Siak, maka berubah menjadi perang Bugis-Belanda. Pemimpin Bugis yang terakhir, Raja Haji pada tahun 1782 tewas terbunuh. Karena itu pada tahun 1785 Mahmud (bangsawan Melayu) diangkat menjadi sultan Johor tanpa Bugis, tetapi diganti residen Belanda.
Sultan Mahmud tidak senang campur tangan Belanda itu, karena itu ia berusaha mengusir Belanda. Untuk itu ia minta bantuan bajak laut Lanun dari Kalimantan Utara. Tahun 1787 bajak laut Lanun dapat mengusir Belanda dari Riau, tetapi kemudian juga mengusir sultan Mahmud.
Sultan Mahmud lalu mengajak damai dengan Belanda, tetapi ditolak. Ketika minta bantuan Inggris ia juga ditolak. Setelah usaha minta bantuan gagal, ia membuat koalisi dengan Trengganu, Kedah, Siak, Lingga dan Inderagiri untuk mengusir bajak laut Lanun, Belanda dan Inggris.
Karena usaha membentuk koalisi gagal, akhirnya ia menjadi pemimpin bajak laut Melayu. Sewaktu Malaka diduduki Inggris pada tahun 1798, ia dinobatkan lagi di Johor dengan Raja Ali (Bugis) sebagai Yamtuan Muda. Ia berkuasa di Johor sampai dengan tahun 1812, setelah itu kerajaan Johor pecah menjadi dua kerajaan karena putra sultan Mahmud dua orang, yaitu Husen dan Abdurahman.
Abdurahman menjadi raja di kerajaan Melayu Riau yang berada di bawah pengaruh Belanda, sedang Husen menjadi raja di kerajaan Melayu Johor di bawah pengaruh Inggris.Dengan demikian kerajaan Malaka yang kemudian pindah ke Johor, akhirnya di bawah pengaruh Belanda dan Inggris.
2.      Kerajaan Ayuthia
Sebelum berdiri kerajaan Ayuthia, di Muangthai sudah ada kerajaan Sukhotai.Kerajaan ini berdiri pada abad ke-13.Terletak di Muangthai tengah, dan akibat pengaruh India (Hindu).Pada saat itu agama Islam sudah mulai tersebar di kerajaan itu berkat adanya hubungan dagang yang dibangun oleh para saudagar Muslim.
Pada tahun 1350 di hilir Sungai Menam (Chao Phya) berdiri kerajaan Ayuthia oleh Ramadipati.Ibukota kerajaan itu adalah Dwarawati Sri Ayuthia.Cita-citanya menaklukan Sukhotai dan Chieng Mai (Muangthai Utara).Pada abad ke-14 Sukhotai berhasil ditaklukan oleh Ayuthia.
Pada masa pemerintahan kerajaan Ayuthia, agama Islam sudah memiliki pengaruh yang besar.Hal itu terbukti adanya kaum Muslim yang diangkat sebagai menteri dan pejabat penting di kerajaannya.Peran kaum Muslim sebagai menteri dan saudagar yang dekat dengan raja menjadikan mereka kelompok yang berpengaruh di istana.
Ayuthia merupakan dasar negara nasional Muangthai sebab:
a.       Ramadipati membuat hukum Siam yang berlaku sampai zaman Chulalongkorn (Bapak Muangthai).
b.      Raja Trailok (Baroma Trailokrat, 1448-1483) telah menyusun sistem monarki Siam yang sentralistis dalam pemerintahan maupun militer.
Antara tahun 1534-1590 Ayuthia menjadi jajahan (vazal) Birma (Myanmar).Tahun 1584 Pra Naret (putra Maha Tamaraja, raja vazal Bima di Siam) berhasil membebaskan Siam.Pada tahun 1590 Pra Naret mengangkat dirinya menjadi raja Ayuthia dengan gelar Narasuen. Saat itu bersamaan dengan mundurnya dinasti Toungu di Birma, sehingga ia merebut daerah-daerah milik Birma seperti Chieng Mai, Laos, Shan dan Jazirah Melayu.
Sewaktu dinasti Toungu bangkit lagi, ternyata berhasil merebut kembali daerahnya.Kebetulan waktu itu di Ayuthia terjadi perebutan tahta.Narai berhasil merebut tahta dan berusaha mempertahankan kedudukannya.Bersamaan dengan kemenangan Narai, bangsa Barat mulai masuk di Siam.
Inggris dan Perancis diterima Narai di Ayuthia dengan harapan dapat mencegah meluasnya kekuasaan Belanda (VOC) di Siam.Ternyata kedua bangsa Barat itu di kemudian hari berusaha untuk menguasai Siam.Karena itu rakyat Siam mulai mencurigai dan menentang mereka.
Pada tahun 1678 Pra Petraya memaksa Perancis meninggalkan Siam kecuali para misionaris dan pedagang.Namun mereka pun akhirnya diusir pula.Pada selang selanjutnya Inggris dan Belanda juga terusir dari Siam pada tahun itu pula.Dengan demikian Pra Pretaya berhasil mengusir bangsa Barat dari Siam dan sekaligus mempersatukan Siam, serta mengatasi masalah-masalah dalam negeri sampai tahun 1700.
Di bawah pemerintahan Maha Tamaraja II (cucu Pra Petraya), Ayuthia melakukan ekspansi keluar. Ketika Ayuthia mencoba intervensi ke Laos, ternyata Laos sudah dikuasai Birma dan Cina. Akhirnya Siam hanya berhasil merebut Laos yang diduduki Birma.Sedangkan intervensi ke Kamboja gagal karena Kamboja sudah dikuasai Vietnam.
Pada zaman raja Baromoraja V (1758-1767) Ayuthia dua kali diserang Birma yaitu oleh raja Alaungpaya (1758) dan Hsinbuyshin (1767).Penyerbuan yang kedua menghancurkan Ayuthia, ibukota dibinasakan dan rajanya hilang.Siam lalu ditinggalkan oleh Birma sehingga kacau.
Ketika Siam mengalami kekacauan, muncul Phya Taksin yang menduduki Siam sambil membersihkan sisa-sisa tentara Birma. Pada tahun 1767 itu pula ia berhasil mengangkat dirinya menjadi raja Siam. Phya Taksin mendirikan ibukota baru di Tanaburi (Thorburi) di sebelah Barat muara sungai Chao Phya. Sedangkan kota Ayuthia sudah menjadi puing-puing dan tak pernah dibangun kembali.
Setelah berhasil memegang kekuasaan, ia lalu menaklukan raja-raja kecil yang memproklamasikan diri setelah mundurnya tentara Birma. Karena banyaknya perang yang dilakukan, ia akhirnya menjadi gila. Dalam kondisi seperti itu ada gejala-gejala kudeta.
Sewaktu kondisi Siam tidak menentu, Phra Chulalok (Chakri) yaitu panglima perang Phya Taksin, mengangkat dirinya menjadi raja dengan gelar Rama Tibodi (1782-1809).Dialah pembentuk dinasti Chakri yang menurunkan raja-raja Thailand sampai saat ini.
Nama aslinya adalah Thong Duang, lahir tahun 1736 dari keluarga Ban Ampawa di propinsi Samut Songkram.Ia mendirikan ibukota baru di sebelah timur muara sungai Chao Phya dan disebutnya Bangkok. Sepeninggalnya, Siam terus berjuang menghadapi masuknya Inggris dari Birma dan Perancis dari Indocina.


3.      Kerajaan Vietnam
Sewaktu dinasti Chin diperintah oleh Shih Huang Ti, Vietnam digabungkan dengan Cina (246 BC-939 AD). Pada saat itu terjadi kolonisasi besar-besaran dari Cina ke Vietnam, akibatnya Vietnam merupakan satu-satunya wilayah Asia Tenggara yang paling banyak menerima pengaruh Cina. Namun karena kekuasaan Cina mengalami pasang surut, Vietnam juga mengalami masa penjajahan tetapi juga masa-masa kemerdekaan, sehingga punya nasionalisme tradisional.
Pada saat dijajah Cina, Tongkin dan Annam dijadikan sebuah propinsi yang disebutnya sebagai Nam-Viet (Propinsi Selatan).Di propinsi ini bangsa Vietnam diserahi untuk mengatur pemerintahan sendiri.Ibukotanya adalah Hanoi, tempat kedudukan gubernur Cina.
Selama dalam masa penjajahan Cina, terjadi tiga kali pemberontakan besar dari bangsa Vietnam untuk memperoleh kemerdekaan.Pertama kali pada tahun 544-547, yang kedua tahun 590, dan yang ketiga tahun 600-602.Namun ketiga-tiganya gagal karena Cina sangat kuat.
Pada tahun 907, pada saat dinasti Tang jatuh, timbullah gerakan kemerdekaan lagi.Gerakan kemerdekaan ini baru berakhir pada tahun 939.Dengan demikian sejarah Vietnam merdeka baru dimulai tahun 939, yakni setelah bangsa Vietnam dapat membebaskan diri dari penjajahan Cina.
Pahlawan kemerdekaan Vieetnam pada saat itu adalah Ngo Quyen, pendiri dinasti Ngo (939-968) dengan kerajaannya Dai-co-viet. Selanjutnya aa 15 dinasti yang memegang pemerintahan kerajaan itu. Kerajaan ini wilayahnya mula-mula adalah Nam-Viet (Tongkin dan Annam), serta tak pernah minta pengakuan dari Cina.
Dalam perjalanan selanjutnya, Vietnam pernah jatuh ke tangan Cina lagi.Tahun 1418 Le Loi melakukan gerakan kemerdekaan, dan baru tahun 1428 berhasil memproklamasikan kemerdekaanya. Untuk menghilangkan kemarahan Cina dan menghindari serangannya lagi, maka ia dan keturunannya meminta pengakuan Cina. Sampai abad ke-15 (1471), sejarahnya adalah sejarah perang rebut kuasa dengan kerajaan Champa, yang berakhir dengan runtuhnya kerajaan Champa itu. Karena kemenangannya itu, maka bangsa Vietnam menjadi bangsa yang dominan.Bangsa Champa terasimilir ke dalam bangsa Vietnam, baik politik maupun kultural sampai sekarang.
Pada tahun 1570 dinasti Le Loi pecah menjadi tiga yaitu
a.       Keluarga Mac: berkuasa di Tongkin dengan Hanoi sebagai ibukota.
b.      Keluarga Trinh: yang memerintah atas nama dinasti Le. Berkuasa di Thanh Hoa, Nghe Anh dan Ha Tinh dengan Tay Lo sebagai ibukota.
c.       Keluarga Nguyen: juga atas nama dinasti Le, mengasai propinsi Selatan dengan Quangtri sebagai ibukota.
Dalam perkembangannya, dinasti Mac diusir keluarga Trinh.Sejak itu timbul konflik antara keluarga Trinh dan keluarga Nguyen (1620-1672).Di dalam peperangan antara keluarga Trinh melawan keluarga Nguyen tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah.Nguyen lebih baik dalam perlengkapan senjatanya, serta mendapat bantuan dari Portugis.Sedangkan Trinh memiliki man power yang unggul.
Adapun faktor-faktor yang merupakan rintangan bagi Trinh adalah:
a.       Dinding-dinding besar yang didirikan oleh Nguyen di utara Hue.
b.      Adanya kerajaan Mac di utara yang sering muncul.
Dengan berakhirnya peperangan antara kedua pihak pada tahun 1672, maka keadaan menjadi damai kembali, masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri.Trinh memusatkan perkembangan kekuasaannya di Tongkin, sedangkan Nguyen mengadakan ekspansi ke selatan. Sebagai akibat ekspansi yang dilakukan adalah:
a.       Bangsa Champa dan Khmer makin menderita
b.      Tersebarnya pengaruh Annam ke daerah-daerah tersebut.
Berkat ekspansinya ke selatan, Nguyen berhasil menjadikan Udong dan Saigon sebagai vazal-vazalnya pada tahun 1673. Pada tahun 1677 Ang Non, penguasa Saigon, berusaha menduduki tahta di Kamboja, Ang Sor, raja Kamboja minta bantuan kepada Siam dan berhasil mengalahkan Ang Non. Yang akhir ini lari ke Annam untuk minta bantuan Hien Vueng.
Bersamaan waktunya datang pula di Tourane sejumlah 3000 orang pelarian bangsa Cina di bawah dua orang pemimpinnya yang bernama Yang dan Ch’en.Mereka ini adalah partisan dari dinasti Ming yang pada waktu itu mengalami kekalahan di Cina.
Oleh Hien Vueng, mereka itu diserahkan kepada Ang Non yang membawa mereka menduduki daerah Bien-Hoa. Sedangkan Yang beserta bawahannya menuju ke Mitho. Yang terakhir ini nantinya akan menjadi raja bajak sungai. Kemudian dimulai lagi perebutan tahta Kamboja antara Ang Sor dan Ang Non.Akhirnya Annam berhasil memaksa Ang Sor untuk mengakui kekuasaan Annam.Juga Ha-Tien yang terletak di teluk Siam akhirnya menjadi daerah vazal Annam.Adapun yang diangkat sebagai gubernur di situ ialah seorang pelarian bangsa Cina lainnya yang bernama Mac Cuu.
Sewaktu Siam dibawah Phya Taksin, maka terjadilah perebutan pengaruh di Kamboja antara Annam dan Siam.Suatu keuntungan bagi Siam, karena bertepatan waktunya di Annam timbul kekacauan yaitu dengan berkobarnya pemberontakan Tayson tahun 1773.Pemberontakan ini berhasil meruntuhkan keluarga Trinh dan Nguyen.
Pada tahun 1802 pemberontakan Tayson membubarkan diri karena tujuanya tidak jelas.Sewaktu pemberontak bergerak ke Vietnam Utara, Nguyen Phuch Anh (keluarga Nguyen) menyatakan kemerdekaannya dan mengangkat dirinya di Vietnam Selatan dengan Gia Liong.Setelah perlawanan Tayson berakhir maka Gia Liong menguasai seluruh Vietnam.
Pada masa pemerintahan Gia Liong, hubungan dengan Perancis berlangsung damai.Namun pengganti-penggantinya seperti Minh Mang, Thieu Tri dan Tu Duc melawan Perancis.Dengan alasan melindungi orang-orang Katolik yang dikejar-kejar oleh pemerintah Vietnam, maka Perancis melancarkan pendudukan ke Vietnam.Setapak demi setapak Perancis merebut Vietnam sehingga sejak 1883 Vietnam dijajah Perancis.
4.      Keraajaan Birma
Pada tahun 1404 lahirlah kerajaan Pagan dari bangsa Birma. Kerajaan Pagan runtuh karena adanya invasi tentara Mongol masa kaisar Kubhilai Khan, yang terjadi antara tahun 1271-1287, sehingga sejak tahun 1287 Pagan menjadi vazal Cina.
Pada tahun 1299 suku Shan berhasil membangun kerajaan Shan di Birma serta melepaskan Birma dari kekuasaan Cina.Pada saaat itu Pagan dimusnahkan,sedang raja Kyaswa yang pro Cina dibunuh.Dan pada tahun 1301 kerajaan Shan mengirim upeti ke Cina.Mula-mula ibukota Shan di Myinsaing, kemudian dipindah ke Pinya (1312).
Pada tahun 1315 kerajaan Shan pecah menjadi dua yaitu Pinya dan Sagaing. Kedua kerajaan ini saling bersaing,sehingga akhirnya pada tahun 1365 kedua kerajaan itu dengan mudah dimusnahkan oleh suku Shan yang lain (suku Maw) yang dipimpin Mohyin. Namun kerajaan Sagaing muncul lagi dan mendesak penguasa yang lain serta membangun ibukota baru di Ava. Tetapi pada tahun 1527 Ava ditaklukkan oleh keturunan Mohyin.
Sementara itu orang-orang Birma yang terdesak suku Shan lalu mendirikan benteng di atas bukit atau kerajaan Toungu.Raja Toungu yang terbesar adalah Bayinaung.Raja tersebut memaksa Siam mengganti kalender Mahasakarat (78 AD) dengan kalender Birma yakni Chula Akarat (638 AD) sampai zaman Chulalongkorn yang menggantinya dengan kalender Gregorian.
Bangsa Birma berhasil merebut Ava dan menjadikan kota itu sebagai ibukota. Namun kota itu lalu direbut suku Mon dan dihancurkan. Pada saat Toungu diperintah oleh Aungzea (1752-1760),maka Ava direbut kembali. Namun karena kota itu sudah rusak maka Aungzea yang kemudian bergelar Alaungpaya membangun ibukota baru di Rangoon (sekarang Yangoon). Alaungpaya ini kemudian membangun dinasti baru yang disebut dinasti Aonbaung.
Pada masa Birma diperintah Alaungpaya, Inggris memmbantunya untuk menyatukan Birma.Dengan demikian Inggris berharap agar Birma bisa berfungsi sebagai benteng menghadapi Perancis di Indocina.Ketika Alaungpaya masih hidup, Inggris bersahabat dengan Birma,tetapi setelah Alaungpaya meninggal,maka mulai timbul pertentangan antara Inggris dengan Birma.
Pada tahun 1794 Arakan berontak.Sewaktu mengejar kaum pemberontak tentara Birma menyeberang perbatasan India.Peristiwa ini dipergunakan Inggris untuk memaksa Birma menerima perwakilannya.
Di kemudian hari insiden-insiden semacam itu menjadi alasan Inggris untuk menyerbu dan menguasai Birma.Akibatnya berkobar perang Birma-Inggris sampai 3 kali.
1.      Perang Birma I (1824-1826)
Sebab-sebabnya tentara Birma dibawahMaha Bandula (Panglima perang Raja Bagjidav),menduduki Assam dan Manipur. Karena tentara Birma selanjutnya lebih sedehana, maka kalah di segala medan perang.Karena itu terpaksa menandatangani perjanjian Yandabu ,yang isinya
a.       Birma beri ganti satu juta poundsterling.
b.      Penyerahan Assam,Manipur,Tenasserin dan Arakat kepada Inggris.
c.       Birma tidak intervensi ke India.
d.      Penempatan residen Inggris di Ava.
2.      Perang Birma II (1852-1853)
Perang ini berkobar pada saat Birma di bawah Pagan Min yang kejam.Sebab-sebabnya raja merampas dan menahan dua nahkoda Inggris yang dianggap menghina Birma.Inggris menuntut ganti rugi dan pergantian Gubernur Pegu, tetapi ditolak.
Inggris dipimpin Jenderal Godwin dan Komodor Lambert.Rangoon jatuh ke tangan Inggris. Raja Pagan Min diganti Midon Min. Ia memindahkan ibukota Birma dari Rangoon ke Mandalay.
3.      Perang Birma III (1885)
Sewaktu Birma di bawah raja Thibaw, terjadi persekutuan dengan Perancis.Karena merasa ada pendukungnya, maka Birma menasionalisasi firma. Inggris di Birma, sehingga Inggris mengancam Thibaw.
Setelah Thibaw menolak ultimatum Inggris, maka Inggris menyerbu Mandalay.Thibaw ditangkap dan diasingkan ke India.Karena itu sejak 1886 Birma menjadi jajahan Inggris.
B. Gerakan Sosial di Pedesaan
Dengan adanya perubahan pelaksanaan politik yang dilakukan oleh penjajah terhadap kawasan pedesaan, maka gerakan sosial petani pedesaan di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia pada abad ke-19 sudah mulai memperlihatkan bentuk gerakannya yang jelas.Aksi-aksi dalam bentuk fisik yang dilakukan oleh masyarakat itu telah menuju kepada sasaran yang terarah.
Sebelum abad ke-19 pemerintah kolonial seakan-akan membiarkan kawasan pedesaan diperintah secara tidak langsung oleh penguasa-penguasa pribumi dengan pengawasan yang tidak terlalu ketat, maka pada abad ke-19, para penguasa Barat telah merubah kondisi itu ke arah pemerintah langsung dan dengan pengawasan langsung pula.
Masyarakat pedesaan yang dalam sejarahnya senantiasa berorientasi kepada pola pemerintah yang tradisional di mana pusat kekuasaan itu berada di tangan seorang penguasa yang ditetapkan menurut nilai tradisional pula, dengan adanya perubahan politik yang dilaksanakan oleh penguasa Barat itu, mengalami kegoncangan.Timbulnya kegoncangan dalam kehidupan masyarakat petani di pedesaan, adalah sebagai akibat telah terjadinya pertemuan dua sistem sosial yang sangat berbeda.
Adapun perbedaan sistem sosial itu adalah bahwa penguasa Barat berusaha memperkenalkan suatu sistem sosial dan politik yang sama sekali asing dalam pandangan pemikiran para petani di pedesaan. Sedang di pihak lain,sistem sosial dan politik tradisional masih berakar dalam kehidupan para petani dan mereka berusaha mempertahankan kondisi itu.
Kolonialisme Barat abad ke-19 mempunyai pengaruh yang merugikan atas pertumbuhan sosial,khususnya menghalang-halangi atau melambatkan pertumbuhan kaum borjuis yang cukup besar di kalangan penduduk seperti di  Indonesia ini, di mana perekonomian kapitalis yang dimasukkan di daerah itu biasanya untuk memberikan keuntungan kepada kaum penguasa asing, bukan lagi penguasa pribumi.
Penguasa Barat itu juga memperkenalkan sistem sosial dan politik, terutama yang menyangkut sistem administrasi gaya Barat. Bahwa di dalam suatu institusi sosial,termasuk politiknya,harus ada suatu norma yang teratur yang bekerja secara mekanis untuk kepentingan institusi itu.Tiap-tiap bagian dari institusi itu harus ada orang yang mengendalikannya dan bertanggungjawab secara teratur pada jenjang yang lebih atas.Pola kehidupan pemimpin harus di atur oleh undang-undang dan dia harus mempunyai pertanggungjawaban terhadap jabatan yang dipegangnya.
Sistem sosial dan politik Barat ini tentu berakibat terhadap sistem sosial tradisional.Sebab pada kenyataannya seorang pemimpin dalam dunia tradisional adalah bagian dari kehidupan suatu sistem yang berlaku dalam masyarakat.Atas dasar tersebut,maka tidaklah mengherankan bila pusat kekuasaan atau kekuatan berada dalam diri si pemimpin.Kemudian rakyat adalah juga merupakan bagian dari kehidupan di pemimpin.Rakyat bekerja untuk si pemimpin tanpa ada undang-undang yang mengaturnya.
Sistem administrasi Barat atau birokrasi modern diikuti dengan sistem perpajakan.Perkenalan sistem pajak ini semakin menyuburkan gerakan sosial di pedesaan. Hal ini disebabkan,karena kedua sistem Barat itu  secara langsung telah mencampuri kehidupan sosial-ekonomi masyarakat pedesaan. Sistem sosial yang telah establishet dari dunia tradisional,tiba-tiba mengalami kegoncangan dalam kehidupan masyarakat.Sistem baru yang diperkenalkan oleh Barat itu,dianggap sebagai penyebab utama terjadinya kegoncangan dalam dunia mereka.Dan reaksi yang mereka perlihatkan dalam bentuk aksi yang kemudian berkembang menjadi pemberontakan,adalah sebagai akibat langsung dari suatu usaha untuk menata kembali sistem sosial yang telah dirusak oleh penguasa Barat.
Dalam perkembangan berikutnya, pemerintah jajahan lalu menerapkan sistem administrasi modern dan sistem perpajakan di masyarakat.Tujuan pemerintah jajahan disini, adalah jelas untuk menghilangkan sistem administrasi tradisional yang dianggap sudah tidak efektif lagi, semrawut dan sukar untuk dikontrol.Lalu sistem perpajakan untuk meningkatkan pendapatan pemerintahan jajahan.Dalam sistem pajak baru itu, tidak seorang petani pun yang dapat lolos dari cengkeraman pajak pemerintah jajahan.Dalam menetapkan pajak itu meliputi seluruh harta benda petani dan hasil produksi pertanian dan perkebunan mereka.Adapun pajak-pajak itu berupa pajak tanah, pajak rumah, pajak kebun, pajak sawah, pajak harta benda, pajak jalan, pajak barang bawaan, pajak orang dan lain-lain.
Semua jenis penetapan pajak ini, merupakan hal yang sama sekali baru bagi masyarakat pedesaan. Akan tetapi bagi pemerintah jajahan, tanpa melihat kondisi sosial budaya masyarakat, langsung melaksanakan sistem perpajakan itu di masyarakat.Karena itu wajarlah bahwa kehidupan petani mengalami kegoncangan.
Di samping itu, sistem perpajakan ini menyangkut masalah ekonomi, masalah pendapatan petani, terutama pada kelompok petani pemilik tanah (tuan tanah) dan kelompok penguasa pribumi yang secara turun temurun berkuasa di pedesaan sebagai penguasa tradisional.
Para kelompok petani itu pada kenyataanya beranggapan bahwa dua sistem itu telah mengganggu unsur stabilitas sosial budaya mereka yang dianggap telah mapan itu.Mereka, yang selama beberapa generasi hidup aman dan tenteram telah terganggu oleh intervensi dari luar.Kepincangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya merosotnya nilai kehidupan tradisi, disebabkan oleh ulah tingkah laku orang-orang yang telah terpengaruh oleh unsur yang dating dari luar.
Melihat nilai tradisi mereka yang telah kacau balau itu, maka untuk mengembalikan ke situasi semula yang dianggapnya paling sesuai dengan jiwanya sebagai tradisi budaya leluhur, mereka pun mengadakan reaksi.Mereka beranggapan bahwa dunia yang damai, tenteram dan aman hanya dapat terwujud kembali apabila semua anggota masyarakat kembali kepada budaya leluhur. Alternatif lain tidak ada, dan unsur yang menyebabkan itu harus dihilangkan.
Dengan anggapan seperti itulah yang menyebabkan banyak pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh petani di Asia Tenggara. Pemberontakan-pemberontakan tersebut adalah
*      Pemberontakan Petani di Myanmar
Pemberontakan petani di Myanmar (Birma) muncul pada tahun 1930.Tujuannya adalah untuk mengembalikan kehidupan rakyat Myanmar ke masa sebelum terjadi perubahan sosial yang dibawa oleh penguasa-penguasa Barat (Inggris).Tokoh pemberontakan petani di Myanmar itu berasal dari kelompok religius Budha dan dikenal dengan panggilan Saya San.Meskipun Saya San berasal dari kelompok religius, tetapi gerakan petani di Myanmar bukanlah bertujuan agama melainkan untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi rakyat.
Pemberontakan petani Myanmar yang dipimpin oleh Saya San itu termasuk gerakan atau pemberontakan yang fanatik.Setelah merasa kekuatannya cukup, Saya San segera mengerahkan para petani yang menjadi pengikutnya untuk menyerang kawasan militer yang di dalamnya juga terdapat kelompok administrasi yang sangat dibencinya.Dengan semangat yang fanatik pula, Saya San melabrak kekuatan militer Inggris yang jauh lebih kuat, tanpa memperhitungkan kekuatannya sendiri.Karena didasari mati suci untuk bangsa, negara dan agama, maka berkobarlah pertempuran yang irasional.
Karena kekuatannya tak sebanding, Inggris dengan mudah sekali menumpas pemberontakan itu.Inggris menangkap 900 orang pengikut Saya San.Dan 128 orang diantaranya (termasuk Saya San) dihukum mati.Walaupun pemberontakan itu berlangsung singkat, tetapi keberaniannya telah menggugah golongan terpelajar bangkit dan kemudian membentuk gerakan nasional.

*      Pemberontakan Petani di Filipina
Pemberontakan petani di Filipina berkobar pada tahun 1890-an, dipimpin oleh Guarda de Honor.Sedangkan pusat pemebrontakan di Barrio Cabaruan. Gerakan Guarda ini berhasil mengumpulkan pengikut ribuan jumlahnya, dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan ekonomi pada petani yang banyak diperlakukan tidak adil oleh tuan tanah. Mereka berjuang untuk memperbaiki kehidupan sosial ekonomi mereka.
Perlawanan petani di Filipina ini banyak ditujukan untuk kelompok tuan tanah dari pada penguasa kolonial Filipina (Spanyol). Ini disebabkan karena sistem politik tradisional Filipina adalah berdasar kepada sistem politi keluarga.Dan keluarga yang berkuasa itu adalah para pemilik-pemilik tanah yang luas.
Pemberontakan petani di Filipina tersebut berakhir pada 1901 setelah pasuka Amerika Serikat melumpuhkan kekuatan mereka. Sisa-sisa pengikut Garuda yang masih sekitar 25.000 orang di Cabaruan dibubarkan oleh pemerintah kolonial Amerika Serikat, yang ternyata lebih kuat dari pemerintah kolonial Spanyol yang digantikan tahun 1898.
*      Pemberontakan Petani di Vietnam
Sebelum perang Dunia II, di Vietnam muncul tokoh petani yang dikenal dengan nama Cao Dai. Jika dibanding dengan pengikut Guarda di Filipina, maka pengikut Cao Dai ini jauh lebih banyak karena mencapai ratusan ribu orang serta tersebar di seluruh Vietnam.
Tujuan pemberontakan Cao Dai adalah menentang penjajah Barat dalam semua aspek kehidupan. Pengikut Cao Dai tidak hanya terbatas pada petani pedsaan, tetapi juga penduduk kota, itulah sebabnya gerakan Cao Dai merupakan lawan yang terberat yang dihadapi pemerintah kolonial Perancis di Vietnam.
*      Pemberontakan Petani di Malaysia
Pemberontakan petani di Malaysia meletus pada tahun 1915 dipimpin oleh Tok Janggut ( Haji Mat Hasan). Latar belakang dari pemberontakan tersebut adalah ketika Tok Janggut dan pengikutnya merasa dirugikan dengan adanya sistem cukai yang diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Inggris di Malaysia.Dalam aksinya Tok Janggut menyerang tentara Inggris di Kelantan.Namun dengan mudahnya Inggris dapat melumpuhkannya karena perbedaan teknologi yang amat jauh.
*      Pemberontakan Petani di Indonesia
Pemberontakan petani yang ada di Indonesia berpusat di Blora, Jawa Tengah pada akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20 ketika sistem administrasi modern atau sistem pajak belumlah dikenal.
Bertolak dari kondisi tersebut, rakyat di pedesaan Blora lalu mengadakan reaksi terhadap dua sistem baru yang berusaha dipaksakan dalam kehidupan institusi sosial mereka.Kecuali dua sistem baru itu, gerakan mereka juga dirangsang oleh tekanan ekonomi yang melilit kehidupan mereka sebagai akibat dari pelaksanaan pajak dari pemerintah jajahan.
Wilayah Blora tidak termasuk daerah yang subur.Dengan penarikan pajak yang beraneka ragam jenisnya itu, tentulah cukup menyiksa kehidupan para petani Blora secara keseluruhan.Dengan kondisi sosial yang demikian ini, maka reaksi sosial yang muncul di masyarakat cepat berkembang dalam waktu yang relatif singkat.
Melihat reaksi yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan Blora itu pihak pemerintah kolonial Belanda berusaha untuk menghadapinya dengan sangat serius.Hal ini disebabkan karena Belanda sangat takut adanya unsur fanatisme yang terdapat dalam gerakan sosial itu.
Gerakan petani di pedesaan Blora itu dipimpin oleh Samin. Tokoh Samin adalah seorang pemimpin yang buta aksara latin. Mula-mula Samin mendapatkan pengikut dari kalangan penduduk di kampungnya.Tetapi dalam perkembangan selanjutnya Samin mendapatkan pengikut yang ribuan jumlahnya.Pemimpin petani Blora itu bukanlah berasal dari lapisan bawah atau lapisan petani. Tokoh yang nama lengkapnya Kyai Samin Surosentiko itu justru dari lapisan atas atau lapisan aristokrat.
Sasaran protes dari gerakan Samin ini adalah mengenai sistem perpajakan yang telah diterapkan dalam kehidupan mereka.Selanjutnya gerakan ini juga menentang tradisi sosial budaya yang telah berlaku di dalam masyarakat Jawa.
Gerakan Samin mempunyai konsep hidup sendiri yang dapat dikatakan terlepas dari tradisi yang terdapat dalam masyarakat Jawa.Ini adalah suatu perkembangan baru dari suatu kelompok sosial anggota masyarakat yang berusaha menciptakan suatu sistem baru dalam pranata sosial yang sedang berlaku.
Dalam perkembangannya, gerakan Samin tidak bisa bergerak bebas dalam masyarakat, disamping adanya pengawasan yang ketat dari penjajah, tetapi juga lokasi yang menjadi pusat pergerakan itu terlampau kecil dan sistem komunikasi pada saat itu sangat menyedihkan.
Penangkapan atas diri Samin yang diikuti dengan pembuangannya ke Sawahlunto, berakibat fatal bagi gerakan Samin itu.Setelah Samin tertangkap pada tanggal 8 November 1907, maka pengikutnya lalu terpecah-pecah dan kemudian berkembang menjadi aliran metafisika atau spiritualisme yang berorientasi kepada kehidupan yang bersifat abstrak.Namun, tingkah lakunya dalam dunia realitas tetap memperlihatkan sikap protes terhadap aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah jajahan, terutama dalam hal yang menyangkut pembayaran pajak.
Samin dan pengikutnya selain menentang pembayaran cukai juga menolak perkawinan model Islam yang berlaku dalam masyarakat, juga menolak tabungan desa untuk kepentingan bersama. Pajak menurut Samin dan pengikutnya, tidak lebih dari suatu derma yang tidak dapat dipaksakan oleh siapa pun.Dan karena pajak merupakan derma, maka setiap orang dapat membayar atau tidak membayar derma itu.

BAB III
PENUTUP
v Kesimpulan
Pada masa pra nasionalisme di wilayah Asia Tenggara, sudah berlangsung gerakan-gerakan yang menentang adanya kolonialisme.Gerakan-gerakan tersebut dilakukan dengan perlawanan bersenjata yang dimulai pada abad XVI dan gerakan sosial yang baru berlangsung sekitar abad XIX.
Ketika pengaruh-pengaruh asing masuk di wilayah Asia Tenggara dan pengaruh-pengaruh yang ada justru merugikan bagi wilayahnya maka tak mengherankan muncul banyak sekali reaksi dari kerajaan-kerajaan yang lebih dahulu berdiri di wilayah tersebut.Kerajaan-kerajaan itu diantaranya kesultanan Malaka, kerajaan Ayuthia, kerajaan Vietnam dan kerajaan Birma.
Selain reaksi yang ditunjukan oleh para penguasa tradisional, masyakarat lapisan bawah (petani) juga melakukan sebuah reaksi yang tak kalah semangat untuk menghapuskan sistem dari penjajah dalam menanamkan pengaruh dan kebijakan yang merugikan rakyatnya.Aksi-aksi tersebut terjadi di wilayah Myanmar, Filipina, Myanmar, Malaysia dan Indonesia.
Inti dari adanya perjuangan-perjuangan tersebut adalah agar mereka bebas menentukan arah kehidupan mereka sendiri tanpa ada campur tangan dari pihak lain (merdeka).




DAFTAR PUSTAKA
Wiharyanto Kardiyat. 2005. Asia Tenggara Zaman Pranasionalisme. Yogyakarta.Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Sudharmono. 2012. Sejarah Asia Tenggara Modern dari Penjajahan ke Kemerdekaan. Yogyakarta.Obor.
Reid Anthony. 1992. Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.
Hall DGE. Sejarah Asia Tenggara. Surabaya. Usaha Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KAPITA SELEKTA SEJARAH INDONESIA : Korespondensi Cina Di Hindia Belanda 1865-1949

Korespondensi Cina Di Hindia Belanda, 1865-1949 SIEM TJONG HAN, M.D . Artikel ini merupakan upaya untuk menggambarkan beberapa aspek ...