Jumat, 13 Januari 2017

KEADAAN SEJARAH SUMATERA TIMUR : BUKU TOEAN KEBOEN DAN PETANI




Selama abad ke-17 sampai abad ke-19 Aceh dan Siak menjadi dua kerajaan terpenting di Sumatera. Negara-negara di pantai timuryang terdiri dari Timiang, Langkat, Deli, Serdang, Batu-bara, Asahan, Kualu, Panai, dan Bila yang diperebutkan oleh Aceh dan Siak. Awal abad ke-17, Aceh memegang kekuasaan, dan pada akhir abad ke-18 dialihkan kepada Siak. Tak satupun negara-negara pantai Timur menarik perhatian kepada negara-negara di Eropa. Dan pada abad ke-18 atau sekitaran tahun 1800an Inggris yang pertama kali menunjukkan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap Sumatera Timur.
KEPENDUDUKAN
            Anderson menemukan bahwa hanya kampung-kampung pada bagian sungai-sungai yang lebih ke hilir sajalah yang dihuni oleh masyarakat-masyarakat Islam dan berbahasa Melayu. Penduduk tersebut keturunan para imigran Melayu dari Jambi, Palembang, dan Semanjung Malaya. Dan ada juga beberapa keturunan Minangkabau, Bugis dan Jawa yang telah menetap di pesisir pantai. Tidak jauh dari daerah pantai, terdapat pemukiman Batak.Anderson melihat berlangsungnya perkawinan campuran antara orang Melayu dan wanita Batak di Langkat dan Deli. Kepala-kepala suku Melayu Batu-bara mengawini putri-putri kepala-kepala suku Batak Simalungun untuk memperoleh hak-hak istimewa berdagang dan untuk menjamin keselamatan pribadi di daerah Batak.Bekas keluarga-keluarga penguasa Asahan dan Langkat konon adalah keturunan Batak Toba atau Batak Karo, tetapi telah masuk Islam sejak beberapa generasi. Kampung-kampung Islam dewasa ini yang terletak di hulu tepi-tepi sungai Deli atau Belawan di dalam jalur Melayu. Orang-orang batak yang beralih memeluk agama Islam segera mulai mengikuti adat kebiasaan Melayu, menggunakan dua bahasa, mengambil nama-nama Islam, dan menganggap diri mereka sebagai orang-orang Melayu namun mereka tidak pernah melupakan marga Bataknya.Anderson menggunakan banyak waktunya untuk masalah jumlah penduduk, dan ida memperkirakan bahwa daerah-daerah antara Tanjung Intan dan Siak dihuni kira-kira 350.000 jiwa. Dijumlahkan setiap kerajaan yang ada kecuali kerajaan Siak, jumlah orang Batak jauh sekali melampaui orang Melayu serdang, umpamanya, mempunyai kira-kira 3.000 penduduk Melayu dan kira-kira 8000 orang Batak.
PERTANIAN
            Anderson adalah seorang pengamat pertanian yang cermat, suatu sekator dari ekonomi Sumatera yang sangat menarik perhatiannya karena ia ingin sekali mencari informasi bertalian dengan ekspor pertanian. Di semua negeri yang dikunjunginya, penduduk bertempat tinggal di kampung-kampung yang terletak di tepi sungai-sungai yang dapat dilayari sampan-sampan kecil. Orang-orang kampung melakukan cocok tanam perladangan di hutan-hutan yang dibuka sementara, tidak jauh dari tepi-tepi sungai. Banyak penduduk yang berjenis laki-laki sibuk menebangi kayu hutan untuk membuka ladang.
           
Di Langkat, Andreson mengatkan bahwa penanaman lada telah dimulai kira-kira pada peralihan abad ke-18. Statistik impor Penang nampaknya mendukung keterangan ini, pengiriman-pengiriman lada dari Sumatera Timur meningkat. Anderson meramalkan hasil lada akan menjadi dua kali lipat lagi, mengingat cepatnya pengelolaan kebun-kebun baru yang sedang dikembangkan.Lama sebelum lada diperkenalkan, petani-petani ladang di Sumatera Timur telah melakukan pembukaan dan membakar hutan-hutan lama atau belukar-belukar baru selama musim kering untuk dijadikan perladangan padi selama musim hujan berikutnya. Suku Batak Karo memainkan peranan sangat penting dalam pertumbuhan yang pesat dari industri lada. Beberapa Karo dan turun ke dataran-dataran tinggi Karo dan turun ke dataran-dataran rendah Langkat dan Deli.Penanaman tembakau di Deli sangat penting, karena tanaman inilah yang kemudian membuat Deli terkenal ke seluruh dunia. Tembakau ditanam oleh orang-orang Melayu dan Batak.
ORGANISASI POLITIK
            Pendapat Anderson yang didapat dari para pemuka Siak yang terlibat dalam peperangan di Asahan, Deli dan kerajaan-kerajaan lain yang ditaklukkan pleh Siak bahwa mereka belum memasuki daerah pedalaman kerajaan-kerajaaan kecil ini sejauh yang sudah dilakukan Anderson. Di Tamiang penguasa sepenuhnya mengakui Sultan Aceh, meskipun penguasa Siak telah menaklukkan Tamiang beberapa tahun sebelumnya.Langkat ditundukkan oleh Siak kira-kira lima tahun sebelum 1823. Siak mengatakan berdaulat atas Serdang. Kepala-kepala BatuBara diangkat dan menerima surat keputusan pengangkatan mereka dari Siak. Dengan demikian penelitian Andreson membuktikan bahwa kerajaan-kerajaan Sumatera Timur mengakui kekuasaan Siak atas negeri-negeri mereka.
REKOMENDASI ANDERSON
            Anderson menganjurkan supaya Perusahaan Hindia Timur Inggris mendirikan serangtkaian pos perdagangan kecil sepanjang pantai Sumatera Timur dan ia yakin pos-pos ini akan disambut baik oleh pengusaha-pengusaha disana.Rekomendasinya itu didorong oleh kekhawatiran bahwa Belanda akanmenjalankan praktek-praktek perdagangan monopoli mereka di Sumatera Timur yang terletak tepat di seberang Penang, apabila mereka memperluas kekuasaan mereka ke bagian Sumatera ini.
PERJANJIAN LONDON
Perjanjian Inggris-Belanda di London, ditandatangani tanggal 17 Maret 1824 (belum satu tahun setelah Anderson kembali dari Sumatera) memudarkan semua harapan para pejabat dan para pedagang. Tujuan perjanjian ini adalah untuk mengakhiri persaingan Inggris Belanda di Asia-Tenggara.Menyangkut perniagaan, perjanjian itu menetapkan bahwa Belanda akan menghentikan praktek monopoli perdagangan di Nusantara. Kedua pihak lebih lanjut akan saling memberikan pelayanan antarbangsa yang paling menyenangkan di daerah Malaka, kepulauan Hindia Timur, India dan Sri Langka.Pasal-pasal teritorial terbukti lebih efektif daripada ketentuan ketentuan perniagaan. Belanda memberikan kebebasan di Sumatera kesuali Aceh dan daerah-daerah taklukkannya, dan Belanda mengakui kemerdekaan Aceh.

PERLUASAN KEPENTINGAN BELANDA DI SUMATERA
Dalam perjanjian London dikatakan bahwa Belanda diberi kebebasan untuk melakukan perluasan kekuasaan di daerah Sumatera sampai ke perbatasan Aceh dan daeraah taklukannya, tetapi Belanda maju agak lambat dan berhati-hati.Bagian pertama Sumatera yang memerlukan perhatian militer adalah daerah perdalaman Padang, di pantai barat. Disana kaum Padri, suatu mazhab Islam, melancarkan perang di Padang.hal ini emmaksa Belanda mengirimkan pasukan militernya untuk mengusir keluar lembah Angkoia itu. Tuanku Tambusi bergerak melintasi pegunungan ke arah timurmemasuki lembah Barumun.
Menjelang akhir 1838, Mandailing dan Angkola di Tapanuli Selatan dan lembah-lembah Sungai Rokan dan sungai Barumun yang merupakan sebagian dari Sumatera Timur, dengan demikian berada dalam kekuasaan Belanda. Akan tetapi pengganti van den Bosch, menteri jajahan J.C.Baud memerintahkan penarikan mundur pasukan-pasukan militer yang ditempatkan di Sumatera Timur. Hanya Angkola dan Mandailing tetap dipertahankan.Alasan-alasan penarikan mundur dari Sumatera Timur menurut Schadee adalah penegakan hukum dan ketertiban di Sumatera Barat dan penundaan aksi di pedalaman Sumatera dalam jumlah yang semakin meningkat ke pantai Barat Sumatera.Keputusan untuk menarik diri dari Sumatera Timur mungkin juga disebabkan bertambah banyaknya protes kalangan pedagang Inggris terhadap politik perdagangan Belanda. Inggris terutama berkeberatan terhadap diadakannya sistem tanam paksa atas hasil pertanian ekspor yang menempatkan hasil-hasil penen ini di bawah pengawasan pemerintah dan pemasarannya di tangan Perusahaan Perdagangan Belanda (NHM). Ini berarti mencegah Inggris mendapatkan bagian dengan jalan apapun dalam perdagangan mereka.De Stuers jelas berkepentingan untuk meminta pertatian penuh dari pemerintah terhadap Sumatera Barat. Semua ini mengakibatkan penarikan mundur Belanda untuk sementara dari bagian Sumatera Timur sebelah selatan Asahan. Tahun 1850-an Aceh mulai lagi bergerak menuju Sumatera Timur.
Penguasa Aceh Tuanku Ibrahim, memerintahkan puteranya Pangeran Husin untuk memulihkan kembali kekuasaan Aceh atas Langkat, Deli, dan Serdang. Karena kerajaan-kerajaan Sumatera Timur ini tidak mendapat bantuan militer apapun dari raja berkuasa yaitu Sultan Ismail dari Siak.Kegiatan-kegiatan james Briike di Sarawak dan penegakan kekuasaan Inggris atas Labuan dalam tahun 1840-an diprotes oleh Belanda, yang menganggap kedua tindakan ini sebagai pelanggaran terhadap perjanjian yahun 1824.
Pada tanggal 27 Maret 1862 Gubernur Jenderal memerintahkan Neyscher supaya mencoba secara damai menarik kerajaan-kerajaan di pantai ini dari cengkraman Aceh dan mengajak mereka kembali untuk mengakui kekuasaan Siak, dan dengan demikian mengukuhkan kekuasaan Belanda atas sumatera.Menjelang akhir tahun 1860an pedagang-pedagang Penang mulai memperoleh keuntungan dari pengembangan pertanian perkebunan dan tidak mengalami pembedaan apa pun dalam perniagaan dengan Belanda, sehingga keberatan terhadap  kerajaan-kerajaan di pantai timur menjadi pudar. Perjanjian tahun 1871 telah menyelesaikan masalah aceh, Belanda boleh bergerak bebas di Aceh. Dan imbalan nya di Siak dan daerah-daerah taklukannya Inggris mendapatkan hak-hak perdagangan atas dasar persamaan dengan Belanda. Sehingga dapat mententramkan keresahan masyarakat-masyarakat perdagangan Malaka untuk selamnya dan sangat mempermudah hubungan-hubungan Inggris Belanda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KAPITA SELEKTA SEJARAH INDONESIA : Korespondensi Cina Di Hindia Belanda 1865-1949

Korespondensi Cina Di Hindia Belanda, 1865-1949 SIEM TJONG HAN, M.D . Artikel ini merupakan upaya untuk menggambarkan beberapa aspek ...