KESATUAN KONFLIK HULU-HILIR :
KEAHLIAN BERPOLITIK NEGARA MELAYU
DI SUMATERA TIMUR
SEBELUM PERTENGAHAN ABAD KE-19
Asia
Tenggara sebagai kepulauan Melayu memperlihatkan kepentingan dan dominasi
budaya maritim Melayu dibelahan dunia ini. Namun hal yang terpenting dalam
konteks ini adalah konsep Hulu yang berlawanan dengan Hilir dimana lingkungan
sungai ekuatorial dari politik Melayu.
JM
Gullick mendasarkan negeri Melayu atas negara peninsular abad ke-19, memberikan
kontribusi bagi karakterisasi pantai dan astuaria dengan fokus kontrol politik
dan ekonomi di Kuala Hilir sungai. Selain itu, negara Melayu juga telah
dikaitkan dengan berbagai tipe bentuk. Dalam karakter negara Melayu adalah
adanya orientasi ganda dari budaya lain, didasarkan atas hubungan Hulu dan Hilir
yang sangat vital bagi identitas komersialnya. Keadaan negara Melayu bergantung
pada mediasi efektif dari hubungannya dengan Hulu yang sifatnya terlihat
membentuk kriteria penting bagi etis budaya Melayu yang lebih akurat.
Bennet
Bronson (1977) menyatakan sebuah
hipotesa kerja bagi jaringan pertukaran tradisional di dalam pemerintahan
Sumatera yang berdasarkan pada hubungan Hulu dan Hilir. Bronson secara khusus
terfokus pada pengaruh komunikasi pada pertukaran komersial dari implikasi
politik. Hubungan hulu-hilir sama pentingnya dalam menunjang Melayu dan
Kalimantan agar tetap didalam pertukaran perdagangan Sumateran yang
pertumbuhannya tertahan. Hanya saja perbedaannya yaitu kekayaan material dan
sumberdaya manusia dari interior Sumatera dan ekploitasi efektif melalui sistem
persaingan sungai yang didasarkan pada hubungan Hulu-Hilir. Keberadaan simpul
budaya didaerah Hilir dan bergantung pada route timur yang penjang di Selat,
selain lebih pendek, tapi juga merupakan route yang lebih nyata secara
komersial ke arah Barat, melalui interaksi diantara Hulu dan Hilir yang jauh
lebih penting secara politik dibanding dengan hubungan yang ada di semenanjung
Paninsula dan Borneo.
Di
dalam model Bronson, Malaka dan Johor
merupakan penerima dan pemasuk barang impor ke negeri Sumatera Timur.
Teritori ini merupakan jajahan yang ditangani langsung oleh raja-raja setempat.
Secara
umum keberadaan ekonomi negeri ini bergatung pada pengembangan pengaruh politik
di bagian Hulu. Sistem pertukaran perdagangan ini secara efektif menghubungkan
bagian hilir dan hulu dalam upaya memadukannya dengan sistem poltik dari
struktur pasar dengan distribusi dan perubahan.
Secara
etimologi kajian Hulu menunjukan sebuah
perhatian terhadap konsep hubungan Hulu dan Hilir. Sumber ini termobilisasi
melalui pengembangan pengaruh politik dan spiritual. Cakupan pengaruh politik
ini tidak tandai oleh batasan yang tetap
pada ujung sistem lembah.
Luasanya
kekayaan sumber, pusat kependudukan tinggi didataran dataran tinggi Sumatera mempengaruhi
politik di wilayah Hilir yang merupakan bukti dalam kasus Jambi. Hubungan antara
Hulu dan Hilir di Sumatera Timur telah menunjukan secara ideal rekonsiliasi
dari berbagai persaingan ekonomi guna membantu alira perdagangan.
Akivitas
Minangkabau di dalam lembah utama dari Hulu, berdekatan dengan kolektor hutan
primitif di lembah subsidi dari yang menawarkan kesempatan sebagai perdagangan
lucratif, yang berarti adanya konflik kepentingan potensial diantara mereka dan
juga Melayu pantai.
Permainan
kekuatan Hulu dan Hilir di Sumatera Timur adalah barangkali lebih dinamis
dibandingkan dengan Siak. Pada awalnya Siak dipimpin oleh pemerintah yang
ditunjuk oleh kesultanan Malaka yang bewenang tidak untuk melakukan perluasan
ke Hulu. Hubungan Hulu dan Hilir di Siak adalah dikomplikasi oleh keberhasilan
Johor dalam bekas kalim kesultanan Malaka di daerah itu yang dirubah oleh
Belanda. Daerah Hulu dari negeri Minangkabau ini masih tetap menjadi bagian
yang independen dari kontrol Hilir.
Keberadaan
konsolidasi hubungan Hulu Hilir dicapi oleh dinasti Minangkabau dan Melayu
merdeka yang didirikan oleh raja Kecil mengalami ancaman selama setengah abad
oleh intervensi petualang Arab di dalam urusan politik Siak.
Relevansi
dari politik Hulu Sumatera terhadap perdagangan internasional mencapai
puncaknya dalam pertumbuh dinamis, yang didukung oleh revivalisme perdagangan
Minangkabau dengan Penang dan Singapur selama awal abad ke-19.
Tijauan
hubungan Hulu Hilir ini dalam cakupan daerah aliran sungai Jambi, Palembang,
Siak sebelum pertengahan abad ke-19 menyatakan hubungan terpadu dalam fungsi
negeri Melayu. Suber Hulu adalah dasar bagi viabilitas komersial dari kerajaan.
Iteraksi Hulu Hilir ini meruoakn dasar
bagi ekonomi politik di dunia Melayu, ari Barus hingga ke Banjarmasin.
Disamping
variasi dalam sifat hubungan Hlu dan Hilir , mereka membentuk asoek terpadu
dari kondisi Melayu. Mobilisasi dari sumber Hulu ini adalah dasar bagi viabilitas
dari kebijkan sungai, memperhitungkan ukuran fragilitas politik yang telah ada.
Hubungan Hulu dan Hilir ini adalah gambaran lingkungan khusus. Mereka menempati
berbagai pandangan komposit dari budaya Melayu dan memahami konfigurasi
pengaruhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar