Senin, 15 Januari 2018

KAPITA SELEKTA SEJARAH INDONESIA : WABAH TAHUN Kumbang Kopra dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Padang Kolonial

WABAH TAHUN
Kumbang Kopra dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Padang Kolonial
Freek Colombijn
            Dalam artikel ini dianalisis cara warga Padang  Kolonial yang membahas masalah lingkuangan, yaitu wabah kumbang bedak dan kumbang kopra. Kurang dari satu dekade lalu volume “Kota Indonesia” (Nas 1986) memberikan perhatian tidak eksplisit untuk masalah lingkngan dan masalah lingkungan tampaknya hanya baru-bar ini menjadi perhatian sebagai subjek penelitian. Lingkungan layak mendapat perhatian terus-menerus, tidak hanya dari ilmuwan fisik tapi juga dari sejarahwan dan ilmuwan sosial lainnya.
Clive Ponting mencerikan sebuah cerita yang sangat meresahkan dan ketika Roggeveen, pengunjung Eropa mencapai pulau ia menemukan orang-orang yang hidup dalam kondisi kumuh dan banyak patung-patung yang tersisa terdampar di dekat tambang.
Jadi ilmuwan harus mempelajari kondisi untuk kesadaran lingkungan, dan proses bagaimana kesadaran berkembang menjadi sebuah aturan. Perbandingan kasus sekarang dan masa lalu dapat menyebabkan teori aksi lingkungan (Galjart 1988: 88). Dalam tulisan ini ada beberapa kasus di Padang yang melibatkan masalah dengan teknis yaitu gangguan yang disebabkan oleh kumbang badak dan kumbang koprah diberbagai lokasi untuk pohon kelpa, tempat pembuangan sampah, dan saham kopra.
Pertumbuhan berlebihan dari populasi kumbang yang mengganggu ekologi “keseimbangan” adalah disebabakan oleh buatan manusia, pembuangan sampah sangat yang sangat besar. Puncak gangguan yang disebabkan oleh dua jenis kumbang bertepatan pada tahun 1918.
Galjart (1988: 85) menyatakan bahwa selalu ada beberapa kelompok kepentingan yang terlebat dalam penciptaan dan solusi dari masalah lingkungan. Sejalan dengan proposisi ini, asumsi dasar dalam tulisan ini adalah bahwa kelompok kepentingan berusaha menggeser konsekuensi polusi perilaku mereka ke kelompok lain, atau untuk menolak konsekuensi apapun. Sikap ini sangat mungkin terjadi pada Indonesia, yang dapat dicirikan sebagai masyarakat majemuk. Masyarakat majemuk yaitu masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih kelompok etnis yang hidup berdampingan, namun tanpa membaur dalam satu unit politik.
Kelompok etnis yang berbeda mencoba untuk menaklukan dan memperthanakan ruang untuk kegiatan mereka seperti perumahan, toko-toko, dan pemakaman (Teolichting 1938).
Kumbang Badak di Kebun Kelapa
            Pada zaman Kolonial, Padang adalah tempat yang sangat hijau. Pada awal abad ke-19 pohon yang paling sering ditemukan di Padang adalah pohon nipah. Daunnya diunakan untuk atap jerami, juga sebagai pembungkus rokok. Kemudian kelapa, bagian yang paling berharga dari pohon ini adalah buah, pelepah daun yang digunakan untuk tali, tikar, sendok, dan cangkir. Kopra adalah daging buah kering untuk bahan dasar margarin (Encyclopaedie II, 1918: 255-257; III, 2929: 36; Mogea 1991).
            Kumbang badak adalah salah satu hama terburuk yang mempengaruhi pohon kelapa dan mungkin juga pohon nipah. Kumbang bertelur dilimbah sayuran busuk seperti di pembuangan. Bahan busuk memberikan nutrisi bagi larva setelah menetas dari telur.
            Pada tahun 1905 Gubenur Sumatera Barat mengeluarkan hukum untuk perlindungan kelapa. Hukum penggarapan pohon kelapa untuk membersihkan pohon mati atau pohon yang dipenuhi dengan kumbang badak. Pemilik pohon nipah tetap diperlukan untuk memotong pohon kelapa ke tanah dan membakar semua bahan limbah. Untuk pelanggaran dapat dihukum dengan denda dari 10-25 gulden untuk Eropa, 1-10 gulden bagi warga asli.
            Pada tahun 1911, setelah jangka waktu hukum Gubernur telah habis, pemerintah kota Padang mengusulkan agar dewan menjual kembali hukum yang pada saat itu dianggap lebih penting daripada enam tahun sebelumnya (Sumatera Bode 1911/11/11).
            Datuk Sutan Maharadja berpendapt bahwa pohon yang yang terinfeksi tidak boleh ditebang, karena kerugian keuangan penggarap. Diskusi antara Datuk Sutan Maharadja dan rekan Eropanya memberikan kesan bahwa garis pemisah antara kelompok-kelompok berkepentingan.
            Datuk Sutan Maharadja menerima bantuan yang tidak diminta dari Batavia. Direktur Departemen Kehakiman, setelah berkonsultasi dengan Direktur Departemen perdagangan, Pertanian, dan Industri, dianjurkan menghapus ketentuan yang tidak hanya mati tetapi juga terinfeksi pohon harus ditebang. Tidak ada informasi rinci tentang pelaksanan hukum itu, tetapu dari 1907 datang laporan bahwa hukum itu “sangat buruk” yang diamati (Sumatera Bode 1907/09/02). Dalam kasus apapun, tindakan yang diambil tidak bisa memusnakan kumbang dan kerusakan dilakukan untuk pohon kelapa tumbuh begitu parah sehingga pemerintah pusat harus memberikakn bantuan. Kali ini sampah tampaknya menjadi salah satu penyebabnya utama.
Solusi Ekperimental untuk Dump Refuse
            Pada tahun 1917 Departemen Perdagangan, Pertanian, dan Industri, mengirim entomologi, S. Leemans menemukan bahwa pohon-pohon yang terinfeksi semua tumbuh dekat sampah, yang terumata terdiri dari sampah sayur dari pasar, singkatnya inkubator yang sangat baik untuk larva. Tiga-perempat dari pohon-pohon di sekitar tempat pembuangan sampah rusak atau mati. Dia menyarankan agar melakukan pembakaran sampah atau menyiapkan tempat pembuangan sampah jauh dari pohon kelapa (Verslag Padang 1919: 77-80). Setelah Leefmans telah membuat laporan pertama ia mulai bereksperimen dengan cara-cara lain untuk membuang sampah.
            Menolak pengumpulan dan pengolahan menjadi isu politik di Padang pada tahun 1918. Diskusi ini diawali dengan kisah-kisah dari wabah penyakit pes di Medan, tapi segera berpusat pada kumbang. Ancaman wabah mendesak pemerintah untuk mulai mengumpulkan sampah di kampung. Warga di kampung biasanya membuang sampah mereka dengan membakarnya. Sekarang pemerintah meramalkan peningkatan besar dalam sampah dikumpulkan dan mencari cara-cara baru untuk membuangnya.
            Dua minggu kemudian dewan menggelar sidang tertutup. Disebutkan di atas konsultan, Leefmans, menyarankan agar tidak membuang sampah di laut, karena sampah dapat merusak perikanan. Leemans telah bereksperimen dengan penggunaan bahan limbah untuk membangun rawa-tanah di Padang. Leemans mengusulkan untuk menutup sampah dengan lapisan 30-50 sentimeter pasir. Pasir akan mencegah kumbang bertelur.
            Dua bulan setelah sidang rahasia, dewan memutuskan : untuk meninggalkan ide membuang sampah ke laut, untuk yang membuang sampah di tempat pembuangan agar menutup dengan lapisan pasir, dan membuat studi lebih lanjut dari insinerator.

Kopra meupakan salah satu produk ekspor utama, yang terdiri 28 persen dari total ekspor dari Padang antara 1906 dan 1940.
             Tahun wabah bertepatan dengan perubahan mendasar dalam politik lokal. Sebelum 1918 dewan terpilih sebagai individu atas dasar prestise pribadi mereka. Dalam prakteknya ini berarti bahwa dewan didominasi oleh prwakilan dari perusahaan-perusahaan perdagangan besar Eropa. Perwakilan tersebut disebut “trekker” siapa yang datang ke Padang untuk waktu  yang singkat dan kemudian dipindahkan ke pos lain.
Perbandingan Tiga Kasus dari Pelolaan Lingkungan
            Dalam kasus tertua pohon yang terinfeksi berjuang dengan menghilangkan gejala pohon-pohon yang mati. Dalam kasus kedua penelitian secara menyeluruh didasarkan menghasilkan sebuah metode untuk menangani penyebab infestasi sampah itu adalah peternakan tanah untuk kutu. Dalam kasus ketiga ada yang bukan hanya perhatian untuk solusi teknis, orang juga mempertanyakan penyebab yang mendasari, yaitu dominasi masyarakat dengan kepentingan ekonomi.

             Fase ini memang ditandai dengan konflik, tetapi tidak selalu bersifat antar etnis. Pada contoh pohon kelapa yang terinfeksi, dan yang patut dipertanyakan apakah ada perbedaan tujuan kepentingan? karena solusi yang diajukan menebang pohon-pohon adalah dimaksudkan untuk menjadi bermanfaat bagi pohon pemilik sendiri. Dalam kasus kedua argumen yang dikembangkan pada dasarnyan konflik  kompetensi antara dua PNS. Kepala pekerjaan umum kota menganjurkan insinerator, yang harus dibangun oleh Departemennya, sedangkan Leemans memohon untuk solusi  eksperimental yang harus diawasi oleh nya. Pegawai negeri dan para pembuat kebijakan mungkin menggarisbawahi masalah untuk membuat posisi mereka lebih penting.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KAPITA SELEKTA SEJARAH INDONESIA : Korespondensi Cina Di Hindia Belanda 1865-1949

Korespondensi Cina Di Hindia Belanda, 1865-1949 SIEM TJONG HAN, M.D . Artikel ini merupakan upaya untuk menggambarkan beberapa aspek ...