BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Soeharto ialah presiden Indonesia
yang menjabat setelah pemerintahan presiden Soekarno, Soeharto menjabat sebagai
presiden Indonesia pada tahun 1966-1998, pada saat Presiden Soeharto menjabat
keadaan Indonesia diperkirakan sedang dalam keadaan yang tidak stabil yang
merupakan peninggalan pemerintahan pada masa Presiden Soekarno, dengan
hutang-hutang luar negerinya, dan program-program dalam pemerintahannya yang
masi berfokus dalam pembangunan citra Negara Indonesia dimata Dunia.
Untuk menangani ketidak stabilan
dalam perekonomian Indonesia itu, Presiden Soeharto mengambil langkah-langkah
yang berdasarkan kepada MPRS No.XXIII/MPRS/1966 yang bertujuan untuk menangani
masalah dalam perkonomian Indonesia pada saat itu, langkah- langkah yang
diambil oleh pemerintahan Presiden Soeharto pada saat itu seperti, mengatasi
kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan
tersebut, Debirokrasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian, Berorientasi
pada kepentingan produsen kecil, yang kemudian ditempuh dengan langkah-langkah
awal dengan cara, melaksanakan operasi pajak, menetepkan sistem pemungutan
pajak yang baru, menghemat pengeluaran Negara, membatasi kredit-kredit untuk
bank. Selain mengambil langkah-langkah tersebut pemerintah juga melakukan
kerjasama dengan luar negeri, karena pada saat itu bukan keadaan ekonomi saja
yang tidak stabil, tetapi hutang Indonesia pada saat itu jugak banyak, sehingga
Presiden Soeharto juga menjalin kerja sama dengan luar Negeri, demi tujuan
menunda pembayaran hutang luar negeri dan bantuan-bantuan untuk Indonesia dalam
menstabilkan keadaan ekonomi pada saat itu, yang dapat kita lihat bentuk
kerjasama Indonesia dengan luar Negeri ialah dengan adanya 1. Perundingan Tokyo
2. Perundingan Amsterdam.
Dengan cara-cara yang dilakukan
pemerintahan Presiden Soeharto mengalami kemajuan dalam menekan angka inflasi
yang mulanya pada akhir pemerintahan orde lama tinggi, sedangkan harga
kebutuhan pokok pada waktu itu tinggi, kemudian dibentuklah kabinet pembangunan
pada tahun 1968, yang kebijakan ekonominya lebih mengarah kepada masalah harga
barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sehingga pada tahun
1968 perekonomian di Indonesia dapat Stabil. Setelah terjadinya kestabilan
dalam prekonomian Indonesia saat itu, kemudian masa orde baru mengambil langkah
untuk melaksanakan pembangunan Nasional, yang direncakan dengan melaksanakan
pembangunan jangka pendek dan pembangunan jangka panjang. Dimana bentuk
pembangunan jangka pendek pada saat itu dapat kita lihat dengan adanya
Pembangunan Lima Tahun (PELITA), sedangkan pembangunan jangka panjangnya yaitu
pembanguna yang dilakukan dalam waktu (25-30) tahun. Yang berdasarkan pada
trilogi pembangunan.
Pada saat berlangsungnya PELITA I
juga terjadi peristiwa-peristiwa penting seperti pemilihan umum yang pertama di
Indonesia, pertama kalinya Republik Indonesia memilik MPR yang tetap
berdasarkan hasil pemilu, awal dari Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang
berdasarkan Tap VI/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara sebagai
ganti dari MANIPOL,dan terjadinya peristiwa malaria. Kemudian dibentuklah
rencana Pembangunan Lima Tahun yang kedua (REPELITA II) dengan dengan
rencana-rencana yang bertujuan untuk tersedianya pangan, sandang, perumahan,
sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja.
Selain itu PELITA II juga diperkirakan berhasil karena berdasarkan pada laju
invlasi pada saat itu, dimana pada saat awal orde baru inflasi tercatat
mencapai pada saat PELITA I tinggi,dan pada saat PELITA II dapat di tekan
lajunya. Kemudian dibentuklah rencana Pembangunan Lima Tahun yang Ketiga
(Pelita III) dengan rencana-rencana pembangunan yang tujuan utamanya masih
berpedomankan kepada trilogi pembangunan dengan titik berat pembangunan adalah
pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan.
Untuk memenuhi tugas akhir
penulis pada matakuliah ‘SEJARAH EKONOMI POLITIK INDONESIA’ dan berdasarkan
penjabaran diatas penulis tertarik untuk menulis makalah yang berjudul ‘PELITA
III DAN TRILOGI PEMBANGUNAN’. Adapun penulisan ini bertujuan untuk menambah
pengetahuan dan pemahaman mengenai judul diatas, serta penulis berharap agar
makalah ini juga bermanfaat bagi penulis dan pembaca sehingga bias menjadi
rujukan untuk penulisan selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PELITA III DAN TRILOGI
PEMBANGUNAN
Pada 31 Maret 1979, Pelita III
mulai dilaksanakan. Titik berat pembangunan pada pelita III adalah pembangunan
sector pertanian menuju swasembada pangan yang mengolah bahan baku menjadi
bahan jadi. Sasaran pokok pelita III diarahkan pada trilogi pembangunan dan
delapan jalur pemerataan. Trilogi pembangunan mencakup:
1) Pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya menuju terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia;
2) Pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi;
3) Stabilitas nasional yang sehat
dan dinamis.
Upaya
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya tidak mungkin tercapai tanpa adanya
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, sedangkan pertumbuhan ekonomi tidak
mungkin dapat dicapai tanpa adanya stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Hal ini tercemin bahwa unsur-unsur dalam trilogi pembangunan harus dikembangkan
secara selaras, serasi, terpadu, dan saling mengait. Unsur-unsur dalam Trilogi
pembangunan adalah :
A. Pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya, berarti bahwa pembangunan itu harus dilaksanakan secara merata
di seluruh wilayah tanah air, serta hasil-hasilnya harus dapat dirasakan oleh
seluruh rakyat secara adil dan merata. Apa yang dimaksud dengan adil dan merata
? Adil dan merata mengandung arti bahwa setiap warga negara harus menerima
hasil-hasil pembangunan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan bagi yang
mampu berperan lebih, harus menerima hasilnya sesuai dengan dharma baktinya
kepada bangsa dan negara.
B. Pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi mengandung arti bahwa :
1) Pertumbuhan ekonomi harus lebih
tinggi dari angka laju pertumbuhan penduduk
2) Upaya mengejar pertumbuhan
ekonomi harus tetap memperhatikan keadilan keadilan dan pemeataan.
3) Harus tetap dijaga keselarasan,
keserasian, dan keseimbangan dengan bidang-bidang pembangunan lainnya
C. Stabilitas nasional yang sehat
dan dinamis, dimaksudkan agar dalam pelaksanaan pembangunan itu :
1) Terdapat kondisi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang aman, tentram, tertib yang tercipta
karena berlakunya aturan yang di sepakati bersama
2) Dalam kondisi stabilitas nasional
terdapat iklim yang mndorong berkembangnya kreativitas masyarakat dalam
pembangunan bangsa dan negara.
Pada masa Orde Baru, pemerintah
menjalankan kebijakan yang tidak mengalami perubahan terlalu signifikan selama
32 tahun sehingga terjadinya stabilitas ekonomi. Karena hal itulah maka
pemerintah jarang sekali melakukan perubahan-perubahan kebijakan terutama dalam
hal anggaran negara. Pada masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan ekonominya
berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung
oleh kestabilan politik yang dijalankan oleh pemerintah. Hal tersebut
dituangkan ke dalam jargon kebijakan ekonomi yang disebut dengan Trilogi
Pembangungan, yaitu stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan
pemerataan pembangunan.
Kaitan erat antara trilogi dengan
tujuan pelengkap, faktor meta-ekonomik serta instrumen yang digunakan sangat
dirasakan dalam pelaksanaan Repelita V (1989/90-1993/94). Dari segi teoretis
dan kebijaksanaan (sebagai das Sollen,what ought to be, hoe het be hoort tezyn,
hendaknya harus diusahakan agar dapat menjadi das Sein, atau hoe het is. Untuk
ini diperlukan perincian, ketelitian, pengawasan yang cermat dan hati-hati
dalam pelaksanaanya.
Rencana kerja (tujuan) atau
program kabinet Pembangunan ke III (1978-1983) adalah:
1)
Terciptanya
keadaan dan suasana yang makin menjamin tercapainya keadilan sosial bagi rakyat
dengan makin meratakan pembangunan dan hasil-hasilnya.
2)
Terlaksananya
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3)
Terpeliharanya
stabilitas nasional yang makin mantap.
4)
Terciptanya
aparatur Negara yang makin bersih dan berwibawa.
5)
Terbinanya
persatuan dan kesatuan bangsa yang makin kokoh, yang dilandasi oleh penghayatan
dan pengalaman pancasila yang makin mendalam.
6)
Terlaksananya
pemilihan umum yang langsung umum, bebas dan rahasia dalam rangka memperkuat
kehidupan demokrasi pancasila.
7)
Makin
berkembangnya pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk
diabaikan kepada kepentingan nasional dalam rangka memperkuat ketahanan
nasional.
Bandingkan 7 program kerja atau
sapta krida tersebut dengan struktur kehidupan ekonomi yang terdiri dari
superstruktur (atap), struktur ekonomi-sosial (ruang), dan infrastruktur
(fondasi) dan bandingkan pula dengan kaitan antara trilogi kebijaksanaan
ekonomi,faktor non-ekonomik dengan tujuan-tujuan pelengkapanya. Trilogi
pembangunan yang kira-kira senada dengan trilogi kebijaksanaan ekonomi
sebagaimana dipaparkan di muka adalah No.(1) – no. (3) dari tujuan program
kerja atau sapta krida tersebut di atas. Trilogi tersebut selanjutnya disingkat
menjadi satu tujuan sehingga semuanya menjadi pancakrida atau lima program. Adapun
delapan jalur pemerataan sebagai instrumen untuk mencapai panca krida tersebut
yang tekenal dengan 8 jalur pemerataan meliputi:
1)
Pemerataan
pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan
perumahan.
2)
Pemerataan
kesimpulan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
3)
Pemerataan
pembagian pendapatan.
4)
Pemerataan
kesempatan kerja.
5)
Pemerataan
kesempatan berusaha.
6)
Pemerantaan
kesempataan berpartisipasi dalam pembagunan, khususnya bagi generasi muda dan
kaum wanita
7)
Pemerataan
penyebaran pembagunan diseluruh wilayah Tanah Air.
8)
Pemerataan
kesimpulan memperoleh keadilan.
Kaitanya antara 8 jalur
pemerataan dengan demokrasi material, Welfare State dan Welfare Society akan
dijumpai dalam bab X di belakang. Telah dikatakan di depan bahwa trilogi
kira-kira telah menggambarkan semua cita-cita masyarakat sebagai keseluruhan.
Trilogi telah menggambarkan cita-cita masyarakat yang aman, tentram, adil
makmur, sejahtera bahagia, kuat sentosa dan sebaginya. Dalam trilogi telah pula
menggambarkan masyarakat dan Negara yang dalam cerita wayang digambarkan
sebagai Negara yang mengalami panjang –apunjung, pasir-wukir, gemah-ripah,
loh-jinawi, kartatur-raharja…..panjang dewa pocapane punjung luhur kawibawane,
pasir samodra, wukir gunung, loh urip kang sarwa tinandur,jinawi murah kang
sarwa tinuk (Bahasa Jawa, bahasa wayang, bahasa perdalangan).
2.2 PELAKSANAAN PELITA
III
Pada masa kepemimpinan Soeharto,
Soeharto mempunyai program pembangunan jangka pendek yang disebut Pelita
(pembangunan lima tahun). Selama masa kepemimpinannya soeharto mampu
menjalankan program pembangunan pelita hingga mencapai pelita VI dan telah
menjadi program pembangunan jangka panjang. Dari pelita I hingga VI ada pelita
yang menekankan program pembangunannya pada Trilogi Pembangunan yaitu di pelita
III. Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 april 1979 hingga 31 maret 1984.
Trilogi pembangunan adalah wacana pembangunan nasional yang dicanangkan oleh
pemerintah orde baru di Indonesia sebagai landasan penentuan kebijakan politik,
ekonomi, dan sosial dalam melaksanakan pembangunan negara.
Di Indonesia segala sesuatunya
berlandaskan kepada Pancasila dan UUD 1945, begitu juga dalam hal pembangunan.
Sesungguhnya Pancasila dan UUD 1945 merupakan landasan pembangunan yang ideal.
Dalam hal ini beliau (presiden Soeharto) mengungkapkan bahwa : "mencapai
cita-cita masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila itu tidaklah mungkin
hanya dengan melaksanakan satu pelita saja. Masyarakat adil dan makmur tidak
akan jatuh dari langit, harus di perjuangkan melalui pembangunan secara
bertahap, di perlukan landasan yang kuat, ialah industri yang di dukung oleh
pertanian yang tangguh.". Dasar pembangunan yang belandasan kepada
pancasila melalui tahapan-tahapan pelita untuk mencapai cita-cita masyarakat
adil dan makmur sebagaimana dikataan oleh Soeharto telah dapat terwujud salah
satunya melalui pelita III yaitu Trilogi Pembangunan. Trilogi pembangunan yang
di canangkan oleh presiden Soeharto ini berhasil meningkatkan pertumbuhan
indonesia dari minus 2,25% pada tahun 1963 menjadi naik tajam sebesar 12% pada
tahun 1969 atau setahun setelah dirinya ditunjuk sebagai pejabat presiden.
Selama periode tahun 1967-1997, pertumbuhan ekonomi indonesia dapat
ditingkatkan dan di pertahankan rata-rata 72% pertahun. Namun demikian,
meski Trilogi pembangunan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, perancanaan
trilogi pembangunan ini menuai kontroversi karena pada pelaksanaannya
mengakibatkan hal-hal berikut :
1)
Pelaksanaan
stabilitas politik menghasilkan regulasi dimana diterbitkan sejumlah peraturan
yang mengakibatkan pengendalian pers dan pengendalian aksi mahasiswa.
2)
Dalam
hal procedural diterbitkan undang-undang tentang organisasi masa dan
undang-undang partai politik pertumbuhan ekonomi menghasilkan penanaman modal
asing yang mengakibatkan utang luar negri.
3)
Serbuan para insvestor asing ini kemudian
melambat ketika terjadi jatuhnya harga minyak dunia, yang mana selanjutnya
dirangsang ekstra melalui kebijakan regulasi (liberalisasi) pada tahun
1983-1988.
Tanpa disadari, kebijakan
penarikan insvestor yang sangat liberal ini mengakibatkan undang-undang
Indonesia yang mengatur arus modal menjadi yang sangat liberal di lingkungan
internasional. Namun kebijakan yang sama juga menghasilkan intensifikasi
pertanian di kalangan petani. Dalam pemerataan hasil, pelaksanaannya membuka
jalur-jalur distributive seperti kredit usaha tani dan mitra pengusaha besar
dan kecil. Demikian sekilas uraian tentang Trilogi Pembangunan. Trilogi
Pembangunan menjadi salah satu instrumen pemersatu energi bangsa yang
dipergunakan presiden Soeharto dalam membangun kembali indonesia. Trilogi
pembangunan merupakan visi kedaulatan dan kemandirian ekonomi bangsa yang
diletakan dalam road map trilogi
pembangunan yang dengan targetnya merumuskan secara jelas yaitu tercapainya
tinggal landas (setara dengan negara maju) pada tahun 2019/2020 dengan struktur
perekonomian yang di dukung industri strategis yang kuat namun terlihat justru
semakin menjauh saat sekarang. Bahkan sejumlah ahli ekonomi menyatakan telah
terjadi deindustralisasi pada era reformasi. Segala jerih payah untuk
mewujudkan kedaulatan dan kemandirian ekonomi bangsa itu kini harus ditata
kembali. Kegagalan ini merupakan kegagalan bersama sebagai sebuah bangsa yang
dalam proses transisi tahun 1998 tidak bisa memetakan secara akurat siapa lawan
dan siapa loyalis nusantara yang sesungguhnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pelita III lebih menekankan pada
Trilogi Pembangunan. Asas-asas pemerataan di tuangkan dalam berbagai langkah
kegiatan pemerataan, seperti pemerataan pembagian kerja, kesempatasn kerja,
memperoleh keadilan, pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan perumahan,dan
lain-lain. Trilogi Pembangunan menjadi salah satu instrumen pemersatu energi
bangsa yang dipergunakan presiden Soeharto dalam membangun kembali Indonesia. Trilogi
pembangunan adalah wacana pembangunan nasional yang dicanangkan oleh pemerintah
orde baru di Indonesia sebagai landasan penentuan kebijakan politik, ekonomi,
dan sosial dalam melaksanakan pembangunan negara.
Trilogi pembangunan merupakan
visi kedaulatan dan kemandirian ekonomi bangsa yang diletakan dalam road map trilogi pembangunan yang dengan
targetnya merumuskan secara jelas yaitu tercapainya tinggal landas (setara
dengan negara maju) pada tahun 2019/2020 dengan struktur perekonomian yang di
dukung industri strategis yang kuat namun terlihat justru semakin menjauh saat
sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
·
Soetrisno.
1992. Kapita selekta ekonomi Indonesia
(suatu studi). Yogyakarta; Andi offset.
·
Hutauruk,M.
1985. Garis besar ilmu politik pelita
keempat 1984-1989. Jakarta; Penerbit Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar