Selasa, 29 November 2016

Istana Lima Laras Sebagai Arkeologi Pariwisata



BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Istana Lima Laras merupakan Istana yang dibangun pada masa kejayaan Kerajaan Melayu pada saat itu. Istana yang megah ini dibangun dengan corak khas melayu. Namun Istana Lima Laras yang sudah berumur 104 tahun ini tidak terkenal namanya seperti istana-istana yang terdapat di Kota Medan ( Istana Maimun ). Islana Lima Laras merupakan peninggalan masa kerajaan Melayu yang harus dijaga dan dirawat. Sebab, istana ini memiliki cerita-cerita tersendiri tentang perjuangan rakyat-rakyat Melayu.
Peninggalan-peninggalan sejarah yang ditemukanakan dapat memberi gambaran bagaimana keadaan yang terjadi pada masa itu dan bagimana kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dibwah pimpinan seorang Raja/Datuk Melayu. Untuk mengungkapkan bagaimana kisah dan sejarah yang terjadi di Istana Lima Laras dalam pembuatannya , aktivitas masyarakat sampai runtuhnya Kerajaan tersebut haru dilakukan penelitian langsung ke lokasi tersebut. Peninggalan sejarah dapat dibudidayakan sebagai objek pariwisata, karena untuk memperkenalkan Sejarah maka harus lah dilakukan sebuah penelitian dengan data yang tepat.
1.2  Rumusan Masalah
a)      Bagaimana sejarah dari Istana Lima Laras?
b)      Bagaimana keadaan Istana Lima Laras saat ini?
c)      Apakah Istana Lima Laras memiliki Atraksi Wisata?
d)   Apakah Makam Catur yang ada di daerah tersebut berhubungan?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ke Istana Lima Laras adalah :
a)      Untuk mengetahui bagaimana sejarah terbentuknya Istana Lima Laras serta mengetahui Kerajaan apa yang membangun Istana tersebut.
b)      Dengan adanya penelitian ini dapat diketahui bagaimana keadaan dan kondisi Istana Lima Laras setelah 104 tahun lamanya.
c)      Untuk mengetahui apa itu makam catur yang terdapat di dekat kawasan Istana Lima Laras.
d)     Untuk mengetahui apakah Istana Lima Laras dapat dijadikan Objek Arkeologi Pariwisata dan memiliki Atraksi wisata.
1.4. Manfaat penelitian
Peninggalan-peninggalan pada masa lampau yang masih ada untuk membuktikan adanya sejarah seperti istana, benteng dan lain lain memerluka sebuah data yang tepat. Istana lima laras memiliki sebuah sejarah yang sangat panjang. Dengan meneliti lebih dalam lagi maka akan didapat informasi-informasi dan pengetahuan mengenai Istana lima laras. Pengetahuan tentang berbagai peninggan sejarah dapat menjadi patokan untuk menggambarkan bagaimana latar belakang  cara hidup masyarakat pada masa sekarang.  
1.5. Lokasi dan Waktu Penelitian
Hari/Tanggal   : Jumat-Minggu/4-6 November 2016.
Lokasi             : Desa Lima Laras, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.

1.6 Metode Penelitian
            Penelitian ini menggunakan metode :
  • Turun langsung ke lokasi tempat bersejarah yaitu “Istana Lima Laras”
  • Selanjutnya metode yang digunakan adalah metode wawancara yang dilakukan langsung kepada Pemilik Istana Lima Laras tersebut.



BAB II
ISI

2.1. Sejarah Istana Lima Laras
Istana Lima Laras adalah peninggalan sejarah kerajaan melayu di asahan bagian pesisir (sekarang telah mengalami pemekaran menjadi Kabupaten Batubara ) yang jaraknya sekitar 136 kilometer sebelah tenggara dari Kota Medan Istana Lima Laras berada di Dusun II Jl.Istana Desa Lima Laras Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten BatuBara, Sumatera Utara. Istana Lima Laras didirikan oleh Datuk Matyoeda Sridiraja (Kuhammad Yoeda) yaitu raja ke XI, pada tahun 1907. Datuk Matyoeda dinobatkan pada tahun 1883. Raja Matyoeda wafat pada tahun 1919. Setelah itu, raja ke XII yang menggantikannya adalah anak Datuk Matyoeda yang bernama Abdul Ghoni. Istana Lima Laras mulai dibangun pada tahun 1907 dan selesai pada tahun 1912.
Datuk Matyoeda mempunyai empat istri dan sebelas anak, diantaranya:
·         Istri yang pertama bernama Incik Sojuk, mempunyai tujuh orang anak, lima laki-laki dan dua perempuan.
·         Istri yang kedua bernama Incik Ulung Masuko, tidak mempunyai anak (mandul).
·         Istri yang ketiga bernama Incik Deromo, mempunyai tiga orang anak laki-laki.
·         Istri yang keempat bernama Incik Zahara, mempunyai satu orang anak perempuan.
Incik adalah gelar bagi istri raja atau datuk.
Pada awalnya nama Istana ini adalah Istana Niat Lima Laras. Datuk Muhammad Yoeda yang pada saat itu berniat membuat Istana di Lima Laras karena adanya peraturan yang dikeluarkan oleh Belanda bahwa Para Raja tidak diperbolehkan untuk berdagang. Datuk Matyoeda sering berdagang ke pulau-pulau diantaranya Thailand dan Malaysia. Kerajaan Lima Laras dibangun dengan uang keringat Datuk Matyoeda, tidak ada campur tangan dari Belanda. Sebelum Matyoeda menjadi raja, atau tepatnya pada saat ayah Matyoeda menjadi raja Matyoeda sudah menjadi saudagar. Matyoeda berdagang kopra (kelapa kering), damar dan rotan dengan tujuh sampan ke Malaysia dan memiliki uang yang melimpah. Dan Matyoeda dikenal dengan istilah "menjemur uang" karena keuntungan dagangnya yang luar biasa. Sehingga pada saat penobatan dirinya menjadi raja pada tahun 1883.
Mendengar peraturan yang dikeluarkan oleh Belanda tersebut Datuk Muhammad Yoeda yang sedang dalam perjalanan pulang dari berdagang takut apabila dagangannya akan diambil dan disita oleh Belanda saat tiba dipelabuhan. Datuk Matyoeda pun melontarkan niat untuk mendirikan Istana yang besar dengan uangnya jika ia selamat dari perjalanan pulang.  Kerajaan Lima Laras dalam memerintah belum memiliki Istana sehingga selalu berpindah-pindah. Namun dengan dibangunnya Istana Niat Lima Laras rakyat juga dapat membangun tempat tinggal yang menetap pula. Makna kata lima itu adalah pecahan rumah ini yang berjumlah lima. Selain itu, pembantu raja atau kepala desa pada saat itu ada lima orang dan diberi gelar OK, singkatan dari orang kaya. Bukan orang kaya harta, tetapi kaya (banyak) tugas.
Batas - batas wilayah kekuasaan istana Lima Laras cukup luas meliputi :
·         Sebelah timur berbatasan dengan Sungai Silau Kanan
·         Sebelah barat berbatasan dengan Tinjauan Simalungun
·         Sebelah utara berbatasan dengan pelabuhan bebas
·         Sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Balai

Pembangunan Istana ini dengan biaya 150.000 Golden dan pengerjaannya didatangkan tenaga ahli dari Cina, saat melaksanakan pembangunan dipimpin langsung oleh Datuk Matyoeda. Istana  Lima Laras memiliki luas 102 x 98 meter dengan denah persegi panjang seperti pola penyusun sebuah kubus atau balok. Bangunan ini berlantai empat dengan luas 40 x 35 meter. Menghadap ke timur yang di tandai dengan pintu masuk utama berada di sisi timur bangunan. Istana Lima Laras mempunyai 4 anjungan yaitu barat, timur, utara dan selatan yang berarsitektur Melayu, terutama pada model atap dan kisi-kisinya, namun ada juga yang Beronamen china, pada Lantai pertama terbuat dari beton dan yang dipergunakan untuk ruangan musyawarah, lalu pada perjalanannya ruangan dibawah ini digunakan sebagai penjara. Penjara yang ada di bawah istana Lima Laras ini digunakan untuk menghukum warga yang menentang raja dan juga para tawanan perang yang kalah. Tahanan-tahanan yang ada di penjara akan dibawa ke tengah hutan untuk dijatuhi hukuman mati (hukuman pancung).
Pada lantai II dan lantai III terdapat beberapa kamar dengan ukuran 6 x 5 meter. Dulunya terdapat 16 kamar istana, terdapat  28 pintu dan jendela yang berjumlah 99 buah. Menurut narasumber jumlah jendela yang ada 99 tersebut melambangkan Asmaul Husna. Kerajaan Lima Laras inipun merupakan kerjaan Islam. Datuk Mohammad Adsminsyah mengatakan warna Istana Lima Laras adalah berwarna Biru muda.
Kamar kamar yang ada di Istana digunakan untuk istri-istri Raja dan juga apabila ada sanak keluarga yang datang dan juga tamu tamu raja dari Kerajaan lain yang datang berkunjung ke Istana Lima Laras akan menginap akan beristirahat di salah satu kamar.  Di dalam istana terdapat sumur. Sumur di Istana terdapat di bawah ruang makan istana yang digunakan sebagai tempat pemandian raja dan keluarga raja. Dan ada 2 sumur lainnya digunakan oleh warga karena pada waktu itu air milik warga sangat keruh. Di dalam ruangan tengah Istana terdapat juga tangga putar yang mempunyai tangga berputar memiliki 27 anak tangga . Tangga putar ini berfungsi untuk dapat naik ke lantai atas. Terdapat dua tanggal masuk ke dalam Istana Lima Laras. Menurut narasumber tangga ini dibuat dua agar tidak terjadi pertemuan antara laki-laki dan perempuan secara bersamaan masuk kedalam istana. Apabila ada lelaki yang masuk ke istana melalui tangga sebelah kanan maka wanita akan naik ke istana melalui tangga kiri.
Istana Lima Laras merupakan salah satu bentuk kejaan Kerajaan Melayu pada saat itu. Datuk Mohammad Yoeda (Matyoeda) senidir memiliki harta yang berlimpah sebab beliau merupakan saudagar, sehingga pada masa pemerintahannya Kerajaan Lima Laras mengalami kejayaan. Pada tahun 1919 datuk Metyoeda mangkat. Setelah itu, raja ke XII yang menggantikannya  yang merupakan anak dari Datuk Madyuda bernama Abdul Ghoni.




2.2. Istana Lima Laras pada masa ini
Raja Kerajaan Lima Laras Muhammad Yoeda wafat pada tahun 1919 yang sekaligus menandai berakhir masa kejayaannya dan saat ini keturunan yang mewariskan peninggalan tersebut adalah Datok Muhamad Azminsyah (64) yang merawat dan memelihara istana tersebut. Pada saat terjadi revolusi sosial keluarga kerajaan bisa selamat karena raja Lima Laras orang yang dermawan sehingga tidak ada yang berani mengganggu. Pada saat itu semua barang-barang istana dibawa semua. Ada yang dibawa oleh keturunannya, ada juga yang dijarah oleh masyarakat. Dan sebagian diserahkan oleh Belanda kepada orang kepercayaannya, yaitu Wan Asmayudin yang bergelar Datuk Suku II. Diberi gelar datuk suku dua karena memiliki dua jabatan. Yang pertama bertugas untuk mengambil hasil laut dan bea cukai laut, yang kedua bertugas sebagai penguasa Lima Laras.
Semua raja-raja daerah pada saat itu berhubungan baik dengan Belanda. Tetapi ada satu raja yang menentang Belanda, yaitu raja Batu Bara. Dulunya Kerajaan Lima Laras melakukan hubungan kerjasama dalam bidang pemerintahan dengan Kerajaan Siak. Apabila berperang, kerajaan Siak meminta bantuan Datuk Madyuda untuk mengerahkan panglima-panglima  kerajaan Lima Laras mengalahkan musuh. Oleh karena itu, Sultan Siak mengangkat Datuk Madyuda sebagai anak emas dan diberikan sebuah payung, berbeda dengan raja-raja lain yang hanya diberikan setengah payung. Makna kebesaran sebuah payung adalah berupa gelar bagi semua keturunan raja atau datuk Lima Laras, mulai dari anak-anak sampai cucunya.
Bentuk dan ciri dari istana Lima Laras sekarang masih tetep sama dengan dulu, begitu juga dengan batu pondasi dan tiang istana yang belum direnovasi sama sekali. Untuk ukiran istana, 20% sudah direnovasi.  Keadaaan Istana pun sudah jauh berbeda. Penduduk yang bertempat tinggal di daerah Istana meningkat, dan Istana Lima Laras memiliki batas wilayah (2016) sebagai berikut:
sebelah utara berbatasan dengan Jalan Istana.
sebelah timur berbatasan dengan rumah penduduk.
sebelah selatan berbatasan dengan pekuburan umum.
sebelah barat berbatasan dengan rumah penduduk.

Foto diatas diambil oleh seorang warga yang bernama Zulkifli Hazmar pada 12 Oktober 2009. Di dalam foto Istana Lima Laras tersebut sedang dilaksanakan Lomba MTQ. Sudah 7 tahun setelah foto itu diambil, warna Istana Lima Laras kembail pudar dikarenakan hujan dan panas terus berlangsung sehingga bangunan pun menjadi kembali usang lagi. Dulu istana dikelilingi pagar kawat dari perayaan MTQ tingkat kabupaten, di istana saat selesai pemagaran.


 











Saat ini Istana Lima Laras dijaga oleh Datuk Muhammad Azminsyah (72 tahun) yang merupakan pemangku adat Melayu Istana Lima Laras saat ini. Datuk Muhammad Azminsyah adalah cucu dari pendiri Istana Lima Laras, Datuk Matyoeda, Raja ke XIII dari Kerajaan Lima Laras. Kediaman Datuk Muhammad Azminsyah tidak jauh dari letak Istana Lima Laras berada, sekitar 100 m. Datuk Muhammad Azminsyah bukanlah satu-satunya keturunan Datuk Matyuda, banyak cucu-cucu Datuk Matyuda yang sudah sukses dan bekerja di luar kota.
Walaupun sedikit terlihat usang, namun Istana Lima Laras masih berdiri kokoh ditengah keberagaman dan kemajuan zaman saat ini. Bahkan umur Istana inipun suda ada 1 abad. Namun sayang istana yang sempat megah disepanjang abad 20 ini, kurang mendapat perhatian serius sebagai situs peninggalan sejarah budaya Melayu dan bangsa Indonesia .
Warna hijau dan sedikit kelihatan kusam pada bangunan Istana Lima Laras, seolah menjadi icon kemegahan Istana. Bila  memasuki bahagian dalam Istana Lima Laras ini, kondisinya sangat memprihatinkan. Lantai dan dinding bangunan Istana masih berbahan kayu, dan hampir sebahagian sudah lapuk tanpa perawatan bahkan rusak termakan usia. Padahal sesungguhnya bangunan Istana ini, sangat mengagumkan. Hampir keseluruhan bahan bangunan Istana, menggunakan kayu ukiran bernuansa Melayu. Keseluruhan dinding, jendela, dan pintu, bentuknya sangat unik dan menakjubkan karena penuh dengan lukisan dan ukiran yang cantik.


Status kepemilikan Istana Lima Laras sekarang dimiliki oleh ahli waris. Istana Lima Laras pertama kali dilakukan pemugaran pada tahun 1981, dalam perjanjiannya dilakukan sebanyak enam tahap dengan biaya 644 juta rupiah. Dari tahun 1981 sampai tahun 2015 pemerintah tidak memberikan bantuan. Bantuan yang diberikan pada tahun 2015 adalah bantuan berupa 20 papan lantai, 20 papan plafon, 34 lembar seng. Pada tahun 2016 istana Lima Laras mendapat bantuan dari pemerintah berupa 50 papan lantai, 50 papan plafon dan 16 lembar seng. Istana Lima Laras telah diambil alih oleh pemerintah tepatnya “Depatermen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Prov. D.I Aceh dan Purbakala Prov.Aceh dan Sumut pada tahun 1996 untuk dirawat dan rencana renovasi terutama pada bagian-bagian yang sudah rusak.  Namun pada saat Indonesia mengalami krisis tahun 1998 perenovasian Istana pun tidak dilanjutkan.












Jendela-jendela Istana Lima Laras pun sudah banyak yang pecah dan tidak terurus lagi, kayu kayu jendela tidak lagi di rawat dan warna nya sudah kusam. Bila diperhatikan bentuk arsitektur jendela pada umumnya merupakan ciri khas melayu. Dengan desain atap serta bagian atas jendela yang berwarna kuning juga merupakan ciri khas dari suku Melayu. Atap-atap Istana Lima Laras  sudah banyak yang rusak. Datuk Muhammad Azminsyah mengatakan sudah diganti namun hanya sebagian saja karena dana yang tidak ada lagi.

Tangga berputar yang digunakan Raja untuk dapat naik ke lantai atas kini sudah tidak bida digunakab lagi. Banyak anak tangga yang sudah hilang. Kayu kayu yang digunakan sudah lapuk dimakan zaman. Sehingga banyak yang tidak dapat untuk naik ke atas Istana sebab hanya tangga inilah jalan satu satunya menuju ke atas Istana.



Tangga yang terdapat di dalam istana ini sudah tidak bisa dipakai lagi. Tangga ini digunakan jalan ke bawah istana yang terdapat ruangan tahanan. Namun, karena kayu pada anak tangga sudah rusak sehingga tidak ada lagi tangga menuju kebawah. Tangga ini pun kemudian ditutup agar tidak ada yang jatuh kebawah dengan kayu seadanya.



Kondisi saat ini di dalam Istana, banyak tumpukan atap yang sudah tidak terpakai , tumpukan kayu, serta tidak adanya pintu masuk ke ruangan satu ke yang lain. Terlihat lantai-lantai Istana ada yang telah diganti papannya karena sudah lapuk. Di dalam Istana tidak ada penerangan. Bahkan biaya untuk pengeluaran listrik seadanya dibayar oleh Datuk M. Azminsyah.

Tepat di bawah ruang makan raja, terdapat Sumur. Sumur ini digunakan oleh Raja untuk mandi. Saat ini Sumur warga datang ke Istana untuk mandi di sumur tersebut. karena ada masyarakay yang percaya bahwa sumur tersebut memiliki kekuatan mistik yang dapat menyembuhkan penyakit dan mengabulkan permintaan. Bagian sumur ini telah direnovasi. Tangga menuju sumur juga sudah diperbaharui dengan papan yang baru.



Ini adalah gambar Istana Lima Laras yang diambil dari bagian belakang sebelah kiri. Tampak cat di kayu-kayu istana dan juga beton penyanggah Istana sudah memudar kembali.



Benda istana yang tersisa adalah dua buah meriam buatan Belanda yang terletak di depan Itana Lima Laras.  Pada tahun 1920 Belanda memberikannya kepada Sultan Siak, kemudian Sultan Siak memberikannya ke kerajaan Lima Laras. Bukan untuk perang, melainkan dibunyikan untuk keperluan istana saat ada perayaan suka cita maupun duka cita, saat adzan dan juga apabila ada pengumuman penting untuk warga.










Di belakang Istana terdapat makam Datuk Matyuda Seri Diraja dan makam kedua istri raja (I dan II), anak dari istri pertama , keponakan dan cucu raja. Luas setiap makamnya adalah 7 m x 7 m. Warna kuning pada makam Raja menandakan bahwa ia adalah Bangsawan Melayu. Di sekitar makam tersebut terdapat Payung berwarna kuning. Dahulunya Datuk Matyuda diberikan sebuah payung oleh Sultan Siak. Menandakan bahwa ucapan terima kasih dari Sultan Siak karena Datuk Matyuda sering membantu Sultan Siak jika terjadi peperangan. Dan payung kuning yang berada di sekitar makam menandakan bahwa ia adalah seorang bangsawan, artinya payung menandakan status sosial seseorang. Di dekat makam terdapat kamar mandi yang dahulunya merupakan musholla. Karena tidak terawat maka digunakan sebagai kamar mandi.













2.3. Makam Catur
Makam Catur merupakan makam yang terletak di Jln. Rahudyah, Desa Lalang, Dusun V, Kec.Tanjung Tiram, Kab.Batu Bara. Makam catur merupakan makam raja Bogak yang dulunya berada di pesisir, kemudian makam tersebut dipindahkan untuk mencegah abrasi ke tempat yang sekarang pada tahun 90-an yaitu tanah milik bapak Mahmudin yang diwakafkan. Ada beberapa makam baru pada tahun 2015. Sebelumnya ada 7 makam dan sekarang ada 16 makam setelah dipindahkan. Luas kompleks makam adalah 20 m x 12 m. Makam ini dikatakan makam catur karena bentuk nisan nya seperti bentuk dari anak catur. Makam yang nisan nya paling besar diperkirakan merupakan raja bogak.

Di batu nisan terdapat tulisan arab melayu, hal ini membuktikan bahwa makam ini merupakan makam dari kerajaan Melayu. Arah makam juga mengarah ke kiblat, yang menandakan bahwa makam ini merupakan orang yang beragama Islam.

Di depan makam terdapat sekolah yaitu SMAN 1 Tanjung Tiram yang dulunya merupakan lapangan bola. Tidak jauh dari makam terdapat sumur kuno yang dulunya adalah bagian dari sebuah masjid yang kemudian dipindahkan tidak jauh dari lokasi sumur.
Selain itu terdapat dua buah meriam yang merupakan milik pribadi yaitu milik bapak Mahmudin turun temurun. Menurut beliau meriam itu digunakan sebagai sarana untuk meminta sesuatu yang diinginkan.
2.4 Istana Lima Laras Sebagai Objek Arkeologi Wisata

Istana Lima Laras memiliki sejarah yang panjang bagi kejayaan kerajaan Melayu. Istana Lima Laras yang keberadaan masih utuh dapat menjadi sebuah Objek Wisata sekaligus dapat menjaga peninggal sejarah dari Kerajaan Lima Laras tersebut. Istana Lima Laras dikelilingi penduduk yang mayoritas bekerja di pesisir pantai dikarenakan tempatnya berasa di daerah pesisir. Apabila berangkat dari kota Medan akan memakan waktu sekitar 5 jam perjalanan menuju lokasi Istana Lima Laras. Namun jalan yang berada di dekat Istana sudah tidak mulus lagi. Banyak aspal-aspal yang sudah kropos. Apabila Istana ini direnovasi secara keseluruhan tanpa menghilangkan bentuk aslinya dan dijadikan sebagai objek wisata akan membawa wisatawan dari luar kota Medan untuk datang. Jalan menuju Istana juga harus diperbaiki agar memudahkan wisatawan untuk berkunjung.
Untuk menjaga kelestarian dan juga sejarah dari Istana Lima Laras dapat melakukan dengan cara tersebut yaitu menajdikan Istana Lima Laras sebagai objek wisata. Sebagai penarik wisatawan dapat menggunakan cara promosi akan keadaan Istana Lima Laras yang telah diperbaiki. Selain itu untuk penahan wisatawan bisa menggunakan perjalanan ke Pulau Sala Namo maupun Pulau Pandang. Dalam melaksanakannya tidak meninggalkan tujuan utama yaitu melestarikan budaya dan sejarah yang telah ada.
Butuh waktu yang lama untuk merenovasi keadaan Istana Lima Laras. Seharusnya sejarah yang sangat penting ini harus dijaga kelestariannya agar kelak peninggalan sejarah dari kejayaan Melayu dapat terus ada.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Istana Lima Laras merupakan peninggalan dari Kerajaan Lima Laras yang dibangun oleh Datuk Matyuda pada tahun 1907 dan selesai tahun 1912. Istana lima laras didirikan berdasarkan niat dari datuk Matyuda yang inging membangun sebuah Istana nantinya. Pada masa pemerintahan Datuk Matyuda, kerajaan Lima Laras mengalami kejayaan. Istana Lima Laras memiliki bangunan yang sangat megah. Namun pada saat Datuk Matyuda mangkat, kejayaan Kerajaan Istana Lima Laras telah menhilang. Setelah revolusi sosial seisi istana banyak yang telah diambil oleh masyarakat, dan juga keluarga kerajaan. Sehingga barang peninggalan pun sudah tidak banyak lagi.
Pada tahun 1996, Istana Lima Laras diambil oleh pemerintahan untuk direnovasi, namun pada tahun 1998 terjadi krisis di Indonesia yang mengakibatkan renovasi harus dihentikan. Pada tahun tahun berikutnya upaya perbaikan Istana telah dilakukan, dengan mulai mengganti seng/atap, papan, dan mulai mengcat Istana agar tidak kusam lagi. Namum pada tahun 2016 ini keadaan Istana memburuk. Banyaknya papan yang telah kropos, serta atap yang bocor, bagian tangga pun sudah tidak bisa dinaiki lagi kerena banyak anak tangganya yang hilang. Di sekitar Itana banyak rerumputan yang tumbuh subur. Kondisi Istana juga memprihatinkan, tidak ada penerangan di dalam Istana. Hanya bagian tertentu saja, dan biaya nya pun ditanggung oleh Datuk M. Azminysyah sendiri. Istana yang megah ini sudah tidak terawat lagi. Namum upaya perenovasian masih terus berjalan.

3.2 Saran
Istana Lima Laras harus tetap dilestarikan dan diajaga agar sejarah dari keberadaan kerajaan Melayu tetap ada. Pemerintah seharusnya lebih merhatikan peninggalan-peninggal sejarah yang masih ada. Masyarakay yang berada di sekitar kawasan Istana juga harus menjaga kelestarian dari Istana ini sebab Istana Lima Laras merupakan lambang dari kejayaan kerajaan Lima Laras pada saat itu.

nb : harap cantumkan sumber
http://sarinahwiwid.blogspot.co.id/2016/11/istana-lima-laras-sebagai-arkeologi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KAPITA SELEKTA SEJARAH INDONESIA : Korespondensi Cina Di Hindia Belanda 1865-1949

Korespondensi Cina Di Hindia Belanda, 1865-1949 SIEM TJONG HAN, M.D . Artikel ini merupakan upaya untuk menggambarkan beberapa aspek ...