Selasa, 29 November 2016

Materi gerakan : Tiga Sumber dan Tiga Komponen Marxisme - GMNI FIB USU

TIGA SUMBER DAN TIGA KOMPONEN MARXISME
Oleh V.I. Lenin[1]

D
i segenap penjuru dunia yang beradab, ajaran-ajaran Marx ditentang dan diperangi oleh semua ilmu-pengetahuan borjuis (baik yang resmi maupun yang liberal), karena memandang Marxisme seperti suatu “sekte yang jahat”. Tak bisa diharapkan adanya sikap lain, karena tak ada ilmu sosial yang “netral” dalam suatu masyarakat yang berbasiskan perjuangan kelas. Lewat satu dan lain cara, semua ilmu-pengetahuan resmi dan liberal berpamrih membela perbudakan-upah (wage-slavery). Sedangkan Marxisme tanpa tedeng aling-aling menyatakan perang terhadap perbudakan semacam itu. Mengharapkan sikap netral ilmu-pengetahuan dalam masyarakat perbudakan-upah adalah kenaifan-goblok, sama halnya dengan mengharapkan sikap netral para pemilik pabrik ketika mereka menghadapi persoalan: apakah upah buruh dapat dinaikkan tanpa mengurangi keuntungan kapital?
Tapi bukan sekadar itu. Sejarah filosofi dan sejarah ilmu-ilmu sosial membuktikan dengan sangat jelas bahwa dalam Marxisme tak terdapat “sektarianisme”, dalam makna bahwa doktrinnya tidak sempit, tidak picik dan tidak cupet, sebagaimana doktrin yang dibangun di luar jalur perkembangan peradaban dunia. Sebaliknya, si jenius Marx dengan tepat bisa memberikan jawaban-jawaban terhadap berbagai pertanyaan yang diajukan oleh pikiran-pikiran termaju umat manusia. Doktrinnya tumbuh sebagai atau terbukti merupakan kelanjutan langsung ajaran-ajaran besar dalam bidang filosofi, ekonomi-politik, dan sosialisme.
Karena kebenarannya lah maka doktrin Marxis begitu kuatnya. Doktrinnya lengkap, tidak kontradiktif (harmonis), bisa membekali umat manusia dengan suatu pandangan dunia yang integral, tak bisa dicampuradukan dengan berbagai macam tahyul, reaksi, atau tak mau mendukung penindasan borjuis. Marxisme merupakan penerus yang syah berbagai pemikiran besar umat manusia abad 19—filsafat klasik Jerman, ekonomi-politik Inggris dan sosialisme Prancis.
Itu lah tiga sumber Marxisme—yang juga merupakan bagian-bagian komponennya—yang akan kita bahas secara ringkas.

I
Filsafat Marxisme adalah materialisme. Sepanjang sejarah modern Eropa—khususnya Prancis pada akhir abad ke-18, tempat di mana perjuangan menentang berbagai macam sampah warisan abad pertengahan begitu gigihnya, perjuangan menentang perhambaan dalam berbagai bentuk kelembagaan dan gagasan-gagasanya—materialisme terbukti merupakan satu-satunya filsafat yang konsisten, benar, bagi setiap cabang ilmu-pengetahuan alam dan sangat menentang berbagai bentuk tahyul, penyimpangan dan semacamnya. Musuh-musuh demokrasi karenanya selalu mencurahkan segala upaya untuk “menyangkal”, mencemari dan memfitnah materialisme, menganjurkan berbagai bentuk filsafat idealisme yang, selalu, dengan berbagai cara, menggunakan agama untuk memerangi materialisme dan membela idealisme.
Marx dan Engels membela filafat materialisme dengan penuh keyakinan dan dengan tekun (berulangkali) menjelaskan tentang kekeliruan (mendalam) yang menyimpang dari basis/landasan materialisme. Pandangan-pandangan mereka sangat gamblang dan dijelaskan secara rinci, panjang lebar, dalam karya Engels, Ludwig Feuerbach dan Anti-Dühring[2], yang, seperti halnya Communist Manifesto, merupakan buku-buku pegangan/panduan bagi setiap buruh berkesadaran kelas.
Tapi Marx tidak sekadar berhenti pada materialisme abad ke-18: ia mengembangkan filsafat yang lebih tinggi kualitasnya. Ia memperkayanya dengan penemuan-penemuan filosofi klasik Jerman, khususnya sistem filsafat Hegel, yang membimbingnya pada materialisme Feuerbach. Penemuan yang paling penting adalah dialektika, yaitu doktrin tentang perkembangan dalam bentuk yang sepenuh-penuhnya, yang sedalam-dalamnya, dan selengkap-lengkapnya, doktrin tentang relativitas pengetahuan manusia, yang membekali kita dengan suatu refleksi/cerminan tentang perkembangan abadi segala sesuatu/materi. Penemuan-penemuan terbaru dalam bidang ilmu-pengetahuan alam—radium, elektron, transmutasi elemen—merupakan bukti nyata (mengagumkan) materialisme dialektisnya Marx, yang berbeda dengan ajaran-ajaran idealisme “baru”—hasil memamah biak yang lama—dan bejat para filosof borjuis.
Marx memperdalam dan mengembangkan filsafat materialisme sepenuh-penuhnya, serta memperluas (memanfaatkan) pengenalan/pengetahuan tentang alam untuk mengenali/mengetahui masyarakat manusia. Materialisme Historisnya merupakan penemuan besar dalam pemikiran ilmiah. Kekacauan dan keserampangan yang dahulu merajalela dalam berbagai pandangan sejarah dan politik digantikan oleh suatu teori ilmiah yang benar-benar integral dan harmonis, yang memperlihatkan bagaimana, sebagai konsekwensi perkembangan tenaga-tenaga produktif, suatu sistem kehidupan sosial digantikan oleh suatu sistem kehidupan sosial lainnya, atau bagaimana suatu sistim yang lebih tinggi bisa muncul—misalnya saja, bagaimana kapitalisme menggantikan feodalisme.
Sebagaimana halnya bahwa pengetahuan manusia itu merupakan refleksi/cerminan dari alam (yakni sesuatu/materi yang berkembang), yang keberadaannya bebas dari kehendak manusia, begitu pula dengan pengetahuan sosial manusia (yakni berbagai pandangan dan doktrinnya—filsafat, agama, politik, dan sebagainya) merupakan refleksi/cerminan sistem ekonomi masyarakat. Ekonomi merupakan fondasi, basis, landasan, bagi berbagai suprastruktur (bangunan atas) lembaga politik. Kita lihat, misalnya, bahwa berbagai bentuk politik negara-negara Eropa modern berpamrih memperkuat dominasi borjuis atas proletariat.
Filsafat Marx merupakan filsafat materialisme terapan yang membekali umat manusia, khususnya kelas buruh, dengan perlengkapan pengetahuan yang ampuh.
II
Begitu menyadari bahwa sistem ekonomi itu merupakan fondasi bagi keberadaan suprastruktur politik, Marx mencurahkan sebagian besar perhatiannya untuk mempelajari sistem ekonomi tersebut. Karya utama Marx, Das Kapital, merupakan hasil studinya yang mendalam tentang sistem ekonomi masyarakat modern: kapitalisme.
Ekonomi politik klasik sebelum Marx berkembang di Inggris, negeri kapitalis yang paling maju saat itu. Adam Smith dan David Ricardo, dengan penyelidikannya tentang sistem ekonomi, meletakkan dasar-dasar teori nilai kerja. Marx melanjutkan karya mereka; ia menguji teori tersebut dan mengembangkannya secara konsisten. Ia bisa menunjukkan bahwa nilai setiap komoditi ditentukan oleh kuantitas waktu tenaga kerja yang secara sosial dibutuhkan untuk memproduksi komoditi tersebut.
Ekonom borjuis melihatnya sebagai hubungan antar-benda (pertukaran antar-komoditi), sedangkan Marx membuktikannya sebagai hubungan antar-manusia. Pertukaran komoditi mencerminkan hubungan antar produsen individual yang terjalin melalui pasar. Uang lebih mendekatkan hubungan tersebut sehingga menjadi semakin erat, tak bisa dipisah-pisahkan, menyatukan seluruh kehidupan ekonomi para produsen individual. Kapital lebih mendorong perkembangan hubungan tersebut: tenaga kerja manusia dianggap sebagai barang dagangan (komoditi). Buruh upahan menjual tenaga kerjanya kepada pemilik tanah, pemilik pabrik dan pemilik alat-alat kerja/produksi. Si buruh menggunakan sebagian waktu kerjanya (yang dibayar berupa upah) untuk membiaya hidupnya beserta keluarganya, sedangkan sebagian waktu kerjanya lainnya (yang tidak dibayar) dipersembahkan untuk menghasilkan nilai-lebih bagi pemilik kapital (kapitalis), nilai lebih yang merupakan sumber keuntungan, sumber kemakmuran kelas kapitalis.
Doktrin tentang nilai-lebih merupakan batu-pijakan teori ekonomi Marx.
Kapital, yang sebenarnya dihasilkan oleh tenaga kerja buruh, justru menghancurkan kehidupan buruh, memporakporandakan pemilik kapital kecil dan menciptakan barisan pengangguran. Dalam bidang industri, keunggulan produksi berskala besar segera tampak. Gejala yang sama juga dapat dilihat di bidang pertanian, keunggulan kapitalis pertanian berkapital besar semakin berkembang—karena penggunaan mesin-mesin pertanian semakin ditingkatkan—sehingga ekonomi petani kecil, yang terjebak oleh kapital-uang, kemudian merosot dan hancur berantakan karena masih menggunakan teknik produksi yang masih terbelakang. Produksi pertanian berskala kecil merosot dalam segala bentuknya, namun kemerosotan produksi itu sendiri merupakan sesuatu yang tak terbantahkan.
Dengan menghancurkan produksi berskala kecil, kapital mendorong peningkatan produktivitas kerja dan menempatkan asosiasi-asosiasi kapitalis besar dalam posisi monopoli. Produksi itu sendiri menjadi semakin sosial/memasyarakat—ratusan ribu, bahkan jutaan buruh, semakin terikat dalam suatu organisme ekonomi reguler—tapi sebagian besar hasil produksi tenaga kerja kolektif tersebut dirampas oleh segelintir kapitalis. Anarki produksi, krisis, persaingan/kekacauan pasar, dan ketidaktentraman sebagian besar penduduk, semakin meningkat.
Dengan meningkatkan ketergantungan buruh pada kapital, sistem kapitalis menciptakan kekuatan yang sedemikian besarnya dalam menyatukan tenaga kerja (sosial/kolektif).
Marx menelusuri perkembangan kapitalisme sejak dari bentuk cikal bakalnya (embrioniknya)—saat ekonomi komoditi masih dalam tarafnya yang paling awal, sejak pertukaran masih dalam tarafnya yang sederhana—hingga bentuk-bentuknya yang paling berkembang—produksi berskala besar.
Tahun demi tahun, pengalaman semua negeri-negeri kapitalis, baik yang sudah maju/lama maupun yang masih berkembang/baru, membuktikan dengan jelas kebenaran doktrin-doktrin Marxian tersebut: semakin meningkatkan jumlah buruh.
Kapitalisme telah menguasai seluruh dunia, tapi kemenangan tersebut hanya lah awal kemenangan kelas buruh atas kapital, yang membelenggu mereka.
III
Ketika feodalisme bisa digulingkan, dan masyarakat kapitalis “merdeka” lahir ke dunia, maka segera lah terbukti bahwa sistim tersebut merupakan suatu sistem penindasan dan penghisapan baru terhadap kelas buruh. Kemudian, berbagai doktrin sosialis serta merta bermunculan, sebagai refleksi dan protes terhadap penindasan tersebut. Sosialisme, pada awalnya, bagaimanapun juga, merupakan sosialisme utopis. Ia mengkritik masyarakat kapitalis, mengutuknya, memaki-makinya, memimpikan keruntuhan kapitalisme, memiliki gagasan/visi adanya tatanan yang lebih baik, dan berusaha menghimbau, mengingatkan, orang-orang kaya bahwa penghisapan itu tidak bermoral.
Namun sosialisme utopis tidak memberikan solusi nyata. Ia tak dapat menjelaskan watak sebenarnya dari perbudakan-upah dalam sistem kapitalisme. Ia tak mampu mengungkapkan, tak mampu membongkar, hukum-hukum perkembangan kapitalis sehingga ia pun tak mampu menunjukkan kekuatan sosial apa yang sanggup mendirikan suatu masyarakat yang baru.
Sementara itu, terjadi berbagai revolusi di Eropa, khususnya di Prancis, seiring dengan kejatuhan feodalisme, perhambaan. Dengan demikian maka semakin lama semakin jelas terbukti bahwa perjuangan kelas merupakan basis dan kekuatan pendorong semua perkembangan masyarakat.
Setiap kemenangan politis atas feodalisme merupakan hasil dari perlawanan serentak dan mengagetkan. Setiap negeri kapitalis berkembang di atas basis yang kurang-lebih demokratis, karena terdapat perjuangan hidup-mati di antara kelas-kelas yang ada dalam masyarakat kapitalistik.
Kejeniusan Marx adalah karena ia lah yang pertama kali bisa menyimpulkan pelajaran dari sejarah dunia dengan tepat, dan ia menerapkannya secara konsisten. Kesimpulan yang dibuatnya menjadi doktrin bagi perjuangan kelas.
Orang-orang selalu menjadi korban tipu muslihat atau sering menipu diri sendiri dalam kehidupan politiknya, dan mereka terus menerus bersikap demikian bila mereka tidak berhasil memahami kepentingan-kepentingan kelas di balik tabir moral, agama, sosial-politik, deklarasi-deklarasi dan janji-janji. Para pemenang proses reformasi dan pembangunan akan selalu terkecoh oleh para pendukung pemerintahan lama, sampai mereka menyadari bahwa setiap lembaga yang lama, sekeji apapun tampaknya, akan tetap dijalankan oleh kekuatan kelas-kelas tertentu yang berkuasa. Hanya ada satu kelompok yang mampu menghantam usaha perlawanan kelas-kelas tersebut, dan bisa ditemukan dalam masyarakat kita, yakni kelompok yang mampu dan harus menggalang kekuatannya untuk menyingkirkan masyarakat lama dan mendirikan masyarakat baru.
Filsafat materialisme yang dipaparkan Marx menunjukkan jalan bagi proletariat agar bebas dari perbudakan spiritual yang, hingga kini, membelenggu setiap kelas yang tertindas. Teori ekonomi yang dijabarkan Marx menjelaskan posisi proletariat sebenarnya dalam sistem kapitalisme. Organisasi-organisasi independen milik proletariat semakin bertambah banyak jumlahnya, dari Amerika hingga Jepang, dari Swedia hingga Afrika Selatan. Proletariat menjadi semakin tercerahkan dan terdidik, sebagai biaya dari perjuangannya sendiri. Mereka membuktikan kesalahan tuduhan-tuduhan masyarakat borjuis; mereka terus memperbaiki strategi perjuangannya, menggalang kekuatannya dan tumbuh tanpa bisa dicegah.

***



[1] Artikel ini ditulis Lenin untuk memperingati 30 tahun kematian Marx dan dipublikasikan dalam Prosveshcheniye (Pencerahan) No. 3, 1913. Prosveshcheniye—adalah terbitan teoritik bulanan kaum Bolshevik, yang diterbitkan secara legal di St.Petersburg mulai bulan Desember, 1911, sampai Juni, 1914. Oplahnya mencapai 5.000 eksemplar. Lenin memimpin penerbitan itu dari luar negeri, awalnya di Paris, kemudian di Cracow dan di Poronin; ia mengedit artikel-artikelnya melalui korespondensi (penuh semangat) dengan para editornya. Pada masa Perang Dunia I majalah tersebut dibredel oleh rejim T’sar. Kemudian terbit lagi pada musim gugur 1917, tapi hanya sekali.
[2] Mengacu pada karya Engels Anti-Dühring: Herr Eugen Dühring’s Revolution in Science. (—ed.)


http://sarinahwiwid.blogspot.co.id/2016/11/materi-gerakan-tiga-sumber-dan-tiga.html
harap cantumkan sumberr^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KAPITA SELEKTA SEJARAH INDONESIA : Korespondensi Cina Di Hindia Belanda 1865-1949

Korespondensi Cina Di Hindia Belanda, 1865-1949 SIEM TJONG HAN, M.D . Artikel ini merupakan upaya untuk menggambarkan beberapa aspek ...