TIGA SUMBER DAN TIGA KOMPONEN
MARXISME
Oleh
V.I. Lenin[1]
D
|
i segenap penjuru dunia yang
beradab, ajaran-ajaran Marx ditentang dan diperangi oleh semua ilmu-pengetahuan
borjuis (baik yang resmi maupun yang liberal), karena memandang Marxisme
seperti suatu “sekte yang jahat”. Tak bisa diharapkan adanya sikap lain, karena
tak ada ilmu sosial yang “netral” dalam suatu masyarakat yang berbasiskan
perjuangan kelas. Lewat satu dan lain cara, semua ilmu-pengetahuan resmi dan
liberal berpamrih membela perbudakan-upah (wage-slavery).
Sedangkan Marxisme tanpa tedeng aling-aling menyatakan perang terhadap
perbudakan semacam itu. Mengharapkan sikap netral ilmu-pengetahuan dalam
masyarakat perbudakan-upah adalah kenaifan-goblok, sama halnya dengan
mengharapkan sikap netral para pemilik pabrik ketika mereka menghadapi
persoalan: apakah upah buruh dapat dinaikkan tanpa mengurangi keuntungan
kapital?
Tapi
bukan sekadar itu. Sejarah filosofi dan sejarah ilmu-ilmu sosial membuktikan
dengan sangat jelas bahwa dalam Marxisme tak terdapat “sektarianisme”, dalam
makna bahwa doktrinnya tidak sempit, tidak picik dan tidak cupet, sebagaimana
doktrin yang dibangun di luar jalur perkembangan peradaban dunia. Sebaliknya,
si jenius Marx dengan tepat bisa memberikan jawaban-jawaban terhadap berbagai
pertanyaan yang diajukan oleh pikiran-pikiran termaju umat manusia. Doktrinnya
tumbuh sebagai atau terbukti merupakan kelanjutan langsung ajaran-ajaran besar
dalam bidang filosofi, ekonomi-politik, dan sosialisme.
Karena
kebenarannya lah maka doktrin Marxis begitu kuatnya. Doktrinnya lengkap, tidak
kontradiktif (harmonis), bisa membekali umat manusia dengan suatu pandangan
dunia yang integral, tak bisa dicampuradukan dengan berbagai macam tahyul,
reaksi, atau tak mau mendukung penindasan borjuis. Marxisme merupakan penerus
yang syah berbagai pemikiran besar umat manusia abad 19—filsafat klasik Jerman,
ekonomi-politik Inggris dan sosialisme Prancis.
Itu
lah tiga sumber Marxisme—yang juga merupakan bagian-bagian komponennya—yang
akan kita bahas secara ringkas.
I
Filsafat
Marxisme adalah materialisme. Sepanjang sejarah modern Eropa—khususnya Prancis
pada akhir abad ke-18, tempat di mana perjuangan menentang berbagai macam
sampah warisan abad pertengahan begitu gigihnya, perjuangan menentang
perhambaan dalam berbagai bentuk kelembagaan dan gagasan-gagasanya—materialisme
terbukti merupakan satu-satunya filsafat yang konsisten, benar, bagi setiap
cabang ilmu-pengetahuan alam dan sangat menentang berbagai bentuk tahyul,
penyimpangan dan semacamnya. Musuh-musuh demokrasi karenanya selalu mencurahkan
segala upaya untuk “menyangkal”, mencemari dan memfitnah materialisme,
menganjurkan berbagai bentuk filsafat idealisme yang, selalu, dengan berbagai
cara, menggunakan agama untuk memerangi materialisme dan membela idealisme.
Marx
dan Engels membela filafat materialisme dengan penuh keyakinan dan dengan tekun
(berulangkali) menjelaskan tentang kekeliruan (mendalam) yang menyimpang dari
basis/landasan materialisme. Pandangan-pandangan mereka sangat gamblang dan
dijelaskan secara rinci, panjang lebar, dalam karya Engels, Ludwig Feuerbach dan Anti-Dühring[2], yang, seperti halnya Communist
Manifesto, merupakan buku-buku pegangan/panduan bagi setiap buruh
berkesadaran kelas.
Tapi
Marx tidak sekadar berhenti pada materialisme abad ke-18: ia mengembangkan
filsafat yang lebih tinggi kualitasnya. Ia memperkayanya dengan
penemuan-penemuan filosofi klasik Jerman, khususnya sistem filsafat Hegel, yang
membimbingnya pada materialisme Feuerbach. Penemuan yang paling penting adalah
dialektika, yaitu doktrin tentang perkembangan dalam bentuk yang
sepenuh-penuhnya, yang sedalam-dalamnya, dan selengkap-lengkapnya, doktrin
tentang relativitas pengetahuan manusia, yang membekali kita dengan suatu
refleksi/cerminan tentang perkembangan abadi segala sesuatu/materi.
Penemuan-penemuan terbaru dalam bidang ilmu-pengetahuan alam—radium, elektron,
transmutasi elemen—merupakan bukti nyata (mengagumkan) materialisme dialektisnya
Marx, yang berbeda dengan ajaran-ajaran idealisme “baru”—hasil memamah biak
yang lama—dan bejat para filosof borjuis.
Marx
memperdalam dan mengembangkan filsafat materialisme sepenuh-penuhnya, serta
memperluas (memanfaatkan) pengenalan/pengetahuan tentang alam untuk
mengenali/mengetahui masyarakat manusia. Materialisme Historisnya merupakan
penemuan besar dalam pemikiran ilmiah. Kekacauan dan keserampangan yang dahulu
merajalela dalam berbagai pandangan sejarah dan politik digantikan oleh suatu
teori ilmiah yang benar-benar integral dan harmonis, yang memperlihatkan
bagaimana, sebagai konsekwensi perkembangan tenaga-tenaga produktif, suatu
sistem kehidupan sosial digantikan oleh suatu sistem kehidupan sosial lainnya,
atau bagaimana suatu sistim yang lebih tinggi bisa muncul—misalnya saja,
bagaimana kapitalisme menggantikan feodalisme.
Sebagaimana
halnya bahwa pengetahuan manusia itu merupakan refleksi/cerminan dari alam
(yakni sesuatu/materi yang berkembang), yang keberadaannya bebas dari kehendak
manusia, begitu pula dengan pengetahuan sosial manusia (yakni berbagai
pandangan dan doktrinnya—filsafat, agama, politik, dan sebagainya) merupakan
refleksi/cerminan sistem ekonomi masyarakat. Ekonomi merupakan fondasi, basis,
landasan, bagi berbagai suprastruktur (bangunan atas) lembaga politik. Kita
lihat, misalnya, bahwa berbagai bentuk politik negara-negara Eropa modern
berpamrih memperkuat dominasi borjuis atas proletariat.
Filsafat
Marx merupakan filsafat materialisme terapan yang membekali umat manusia, khususnya
kelas buruh, dengan perlengkapan pengetahuan yang ampuh.
II
Begitu
menyadari bahwa sistem ekonomi itu merupakan fondasi bagi keberadaan
suprastruktur politik, Marx mencurahkan sebagian besar perhatiannya untuk
mempelajari sistem ekonomi tersebut. Karya utama Marx, Das Kapital, merupakan hasil studinya yang mendalam tentang sistem
ekonomi masyarakat modern: kapitalisme.
Ekonomi
politik klasik sebelum Marx berkembang di Inggris, negeri kapitalis yang paling
maju saat itu. Adam Smith dan David Ricardo, dengan penyelidikannya tentang
sistem ekonomi, meletakkan dasar-dasar teori nilai kerja. Marx melanjutkan
karya mereka; ia menguji teori tersebut dan mengembangkannya secara konsisten.
Ia bisa menunjukkan bahwa nilai setiap komoditi ditentukan oleh kuantitas waktu
tenaga kerja yang secara sosial dibutuhkan untuk memproduksi komoditi tersebut.
Ekonom
borjuis melihatnya sebagai hubungan antar-benda (pertukaran antar-komoditi),
sedangkan Marx membuktikannya sebagai hubungan antar-manusia. Pertukaran
komoditi mencerminkan hubungan antar produsen individual yang terjalin melalui
pasar. Uang lebih mendekatkan hubungan tersebut sehingga menjadi semakin erat,
tak bisa dipisah-pisahkan, menyatukan seluruh kehidupan ekonomi para produsen
individual. Kapital lebih mendorong perkembangan hubungan tersebut: tenaga
kerja manusia dianggap sebagai barang dagangan (komoditi). Buruh upahan menjual
tenaga kerjanya kepada pemilik tanah, pemilik pabrik dan pemilik alat-alat
kerja/produksi. Si buruh menggunakan sebagian waktu kerjanya (yang dibayar
berupa upah) untuk membiaya hidupnya beserta keluarganya, sedangkan sebagian
waktu kerjanya lainnya (yang tidak dibayar) dipersembahkan untuk menghasilkan
nilai-lebih bagi pemilik kapital (kapitalis), nilai lebih yang merupakan sumber
keuntungan, sumber kemakmuran kelas kapitalis.
Doktrin
tentang nilai-lebih merupakan batu-pijakan teori ekonomi Marx.
Kapital,
yang sebenarnya dihasilkan oleh tenaga kerja buruh, justru menghancurkan
kehidupan buruh, memporakporandakan pemilik kapital kecil dan menciptakan
barisan pengangguran. Dalam bidang industri, keunggulan produksi berskala besar
segera tampak. Gejala yang sama juga dapat dilihat di bidang pertanian,
keunggulan kapitalis pertanian berkapital besar semakin berkembang—karena
penggunaan mesin-mesin pertanian semakin ditingkatkan—sehingga ekonomi petani kecil,
yang terjebak oleh kapital-uang, kemudian merosot dan hancur berantakan karena
masih menggunakan teknik produksi yang masih terbelakang. Produksi pertanian
berskala kecil merosot dalam segala bentuknya, namun kemerosotan produksi itu
sendiri merupakan sesuatu yang tak terbantahkan.
Dengan
menghancurkan produksi berskala kecil, kapital mendorong peningkatan
produktivitas kerja dan menempatkan asosiasi-asosiasi kapitalis besar dalam
posisi monopoli. Produksi itu sendiri menjadi semakin sosial/memasyarakat—ratusan
ribu, bahkan jutaan buruh, semakin terikat dalam suatu organisme ekonomi
reguler—tapi sebagian besar hasil produksi tenaga kerja kolektif tersebut
dirampas oleh segelintir kapitalis. Anarki produksi, krisis,
persaingan/kekacauan pasar, dan ketidaktentraman sebagian besar penduduk,
semakin meningkat.
Dengan
meningkatkan ketergantungan buruh pada kapital, sistem kapitalis menciptakan
kekuatan yang sedemikian besarnya dalam menyatukan tenaga kerja
(sosial/kolektif).
Marx
menelusuri perkembangan kapitalisme sejak dari bentuk cikal bakalnya
(embrioniknya)—saat ekonomi komoditi masih dalam tarafnya yang paling awal,
sejak pertukaran masih dalam tarafnya yang sederhana—hingga bentuk-bentuknya
yang paling berkembang—produksi berskala besar.
Tahun
demi tahun, pengalaman semua negeri-negeri kapitalis, baik yang sudah maju/lama
maupun yang masih berkembang/baru, membuktikan dengan jelas kebenaran
doktrin-doktrin Marxian tersebut: semakin meningkatkan jumlah buruh.
Kapitalisme
telah menguasai seluruh dunia, tapi kemenangan tersebut hanya lah awal
kemenangan kelas buruh atas kapital, yang membelenggu mereka.
III
Ketika
feodalisme bisa digulingkan, dan masyarakat kapitalis “merdeka” lahir ke dunia,
maka segera lah terbukti bahwa sistim tersebut merupakan suatu sistem
penindasan dan penghisapan baru terhadap kelas buruh. Kemudian, berbagai
doktrin sosialis serta merta bermunculan, sebagai refleksi dan protes terhadap
penindasan tersebut. Sosialisme, pada awalnya, bagaimanapun juga, merupakan
sosialisme utopis. Ia mengkritik masyarakat kapitalis, mengutuknya,
memaki-makinya, memimpikan keruntuhan kapitalisme, memiliki gagasan/visi adanya
tatanan yang lebih baik, dan berusaha menghimbau, mengingatkan, orang-orang
kaya bahwa penghisapan itu tidak bermoral.
Namun
sosialisme utopis tidak memberikan solusi nyata. Ia tak dapat menjelaskan watak
sebenarnya dari perbudakan-upah dalam sistem kapitalisme. Ia tak mampu
mengungkapkan, tak mampu membongkar, hukum-hukum perkembangan kapitalis
sehingga ia pun tak mampu menunjukkan kekuatan sosial apa yang sanggup
mendirikan suatu masyarakat yang baru.
Sementara
itu, terjadi berbagai revolusi di Eropa, khususnya di Prancis, seiring dengan
kejatuhan feodalisme, perhambaan. Dengan demikian maka semakin lama semakin
jelas terbukti bahwa perjuangan kelas merupakan basis dan kekuatan pendorong
semua perkembangan masyarakat.
Setiap
kemenangan politis atas feodalisme merupakan hasil dari perlawanan serentak dan
mengagetkan. Setiap negeri kapitalis berkembang di atas basis yang kurang-lebih
demokratis, karena terdapat perjuangan hidup-mati di antara kelas-kelas yang
ada dalam masyarakat kapitalistik.
Kejeniusan
Marx adalah karena ia lah yang pertama kali bisa menyimpulkan pelajaran dari
sejarah dunia dengan tepat, dan ia menerapkannya secara konsisten. Kesimpulan
yang dibuatnya menjadi doktrin bagi perjuangan kelas.
Orang-orang
selalu menjadi korban tipu muslihat atau sering menipu diri sendiri dalam
kehidupan politiknya, dan mereka terus menerus bersikap demikian bila mereka
tidak berhasil memahami kepentingan-kepentingan kelas di balik tabir moral,
agama, sosial-politik, deklarasi-deklarasi dan janji-janji. Para pemenang
proses reformasi dan pembangunan akan selalu terkecoh oleh para pendukung
pemerintahan lama, sampai mereka menyadari bahwa setiap lembaga yang lama,
sekeji apapun tampaknya, akan tetap dijalankan oleh kekuatan kelas-kelas
tertentu yang berkuasa. Hanya ada satu kelompok yang mampu menghantam usaha
perlawanan kelas-kelas tersebut, dan bisa ditemukan dalam masyarakat kita,
yakni kelompok yang mampu dan harus menggalang kekuatannya untuk menyingkirkan
masyarakat lama dan mendirikan masyarakat baru.
Filsafat
materialisme yang dipaparkan Marx menunjukkan jalan bagi proletariat agar bebas
dari perbudakan spiritual yang, hingga kini, membelenggu setiap kelas yang
tertindas. Teori ekonomi yang dijabarkan Marx menjelaskan posisi proletariat
sebenarnya dalam sistem kapitalisme. Organisasi-organisasi independen milik
proletariat semakin bertambah banyak jumlahnya, dari Amerika hingga Jepang,
dari Swedia hingga Afrika Selatan. Proletariat menjadi semakin tercerahkan dan
terdidik, sebagai biaya dari perjuangannya sendiri. Mereka membuktikan
kesalahan tuduhan-tuduhan masyarakat borjuis; mereka terus memperbaiki strategi
perjuangannya, menggalang kekuatannya dan tumbuh tanpa bisa dicegah.
***
[1] Artikel ini ditulis Lenin untuk memperingati 30
tahun kematian Marx dan dipublikasikan dalam Prosveshcheniye (Pencerahan) No. 3, 1913. Prosveshcheniye—adalah terbitan teoritik bulanan kaum Bolshevik,
yang diterbitkan secara legal di St.Petersburg mulai bulan Desember, 1911,
sampai Juni, 1914. Oplahnya mencapai 5.000 eksemplar. Lenin memimpin penerbitan
itu dari luar negeri, awalnya di Paris, kemudian di Cracow dan di Poronin; ia
mengedit artikel-artikelnya melalui korespondensi (penuh semangat) dengan para
editornya. Pada masa Perang Dunia I majalah tersebut dibredel oleh rejim T’sar.
Kemudian terbit lagi pada musim gugur 1917, tapi hanya sekali.
[2] Mengacu pada karya Engels Anti-Dühring: Herr Eugen Dühring’s Revolution in Science. (—ed.)
http://sarinahwiwid.blogspot.co.id/2016/11/materi-gerakan-tiga-sumber-dan-tiga.html
harap cantumkan sumberr^^
http://sarinahwiwid.blogspot.co.id/2016/11/materi-gerakan-tiga-sumber-dan-tiga.html
harap cantumkan sumberr^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar