Sabtu, 25 Maret 2017

KESATUAN DAN KONFLIK HULU HILIR : KEAHLIAN BERPOLITIK NEGARA MELAYU DI SUMATERA TIMUR SEBELUM PERTENGAN ABAD 19.



by : Wiwid Anggraini
semoga bermanfaat^^
Defenisi dari pulau Asia tenggara sebagai kepulauan Melayu memperlihatkan kepentingan dan bahkan dominasi budaya maritim Melayu di belahan dunia ini. istilah “Melayu” dapat didefenisikan dalam istilah budaya melalui atribut tradisi yang telah dapat dipahami. Dalam klasifikasi yang luas dari negara Asia Tenggara sebagai wilayah pantai/maritim dan dataran/agraria, dipandang secara respektif sebagai orientasi eksternalisasi dan internal, negeri Melayu juga telah dikaitkan dengan berbagai tipe bentuk. Dalam karakter negara Melayu adanya orientasi ganda dari budaya lain, didasarkan pada hubungan hulu-hilir yang sangat vital bagi identitas komersialnya. Berbeda dengan pesisir Muslim pada abad ke lima belas dan enam belas di sebelah utara Jawa, seluruh pengaruh perdagangan adalah tidak bergantung ada perluasan otoritas politik hingga ke hulu, keadaan dari neger Melayu adalah bergantung pada mediasi efektif dari hubungannya dengan hulu.
Di tahun 1977 bennet Bronson menyatakan sebuah hipotesa kerja bagi jaringan eptukaran tradisional di dalam pemerintahan tipe Sumatera didasarkan pada hubungan hulu-hilir. Model bronson ini secara khusus terfokus pada pengaruh komunikasi riverine pada pertukaran komersial dan implikasi politiknya. Hubungan hulu-hilir yang sama adalah sangat penting dalam semenanjung Melayu dan Kalimantan, tetapi di dalam pertukaran perdagangan Sumatera mengalami pertumbuhan yang tertahan. Perbedaannya adalah bahwa kekayaan material dan sumber daya manusia dan interior Sumatera dan eksploitasi efektif melalui sistem persaingan sungai pada hubungan hulu-hilir.
Dalam kasus Kesultanan Malaka, terlepas dari kumpulan alluvial dan hutan produksi, melalui hunian pantai semenanjung itu, terlihat adanya sejumlah sumber ekspor dari interior Sumatera. Perkembangan peninsula di daerah panta, mengikuti penetrasi migrasi Sumatera di bagian hilir stelah pertengahan abad kesembilan, yang juga mengarah pada kerapatan populasi yang rendah sebagai faktor penting bagi perkembangan ekonomi dilembah sungai. Bahkan hubungan power yang dikembangkan di dalam negara ini adalah diarahkan ke bagian hilir.
Asumsi prori tentang Piagam Kerajaan Melayu dan konsep hulu didasarkan pada bukti Peninsular abad 19 perlu ditnjau kembali dari sudut pandang sejarah yang luas. Persepsi dari hulu dalam istilah negatif secara ekonomi dan budaya , dengan menekankan pada masyarakat perkotaan dan masyarakat antar dari hilir. Akan dapat diarahkan pada komprehensif budaya politik Melayu. Di dalam model Bronson, Malaka dan Johor menunjukkan entrepot x sebagai pelabuhan utama, mereka ini penerima barang dari dan pemasok barang impor ke Sumatera Timur. Teritori ini adalah merupakn jajahan yang ditangani langsung oleh raja-raja setempat.
Kajian etimologi dari kata hulu-hilir menunjukkan sebuah perhatian terhadap konsep hubungan hulu-hilir. Terlepass dari pengertian hulu sungai, namun secara umum berkaitan dengan bagian hulu yang ditumbuhi hutan. Sumber pendapatan utama untuk negara Sumatera ini diperoleh dari emas di bagian hulu dari Minangkabau., Kerinci, Pasemah dan berbagai hutan produksi dari pedalaman di dataran tinggi dan didataran rendah pantai. Produk hulu ini tidaklah selalu mencapai pusat yang dominan di bagian hilir Palembang hingga utara dari pengaruh yang ada, di Karang Berahi di Batang Merangin, tributary Sungai Jambi dan di Palas Pasemah, pada ujung tenggara dari Lampung.
Unsur kompulsi yang terlibat untuk eksploitasi sumber dari hulu adalah merupakan bukti dalam kelembagaan kewajiban pelayanan dari para pemerintah negeri Melayu. Pengakuan universal di dunia Melayu terhadap kekuasaan pemerintah terhadap tanah yang diberikan kepadanya secara teknik memberikan hal atass mineral dengan produk kehutanan dan memberikannya kewenangan untuk sebagai hasil dari semua lahan yang tekah diolah dalam kondisi yang ada.
Konflik hulu hilir di Jambi
Luasnya kekayaan sumber, pusat kependudukan tinggi di dataran tinggi Sumatera mempengaruhi politik di wilayah hilir yang menjadi bukti dalam kasus Jambi. Hubungan antara hulu dan hilir di Umatera Timur telah menunjukkan secara ideal rekondisi dari berbagai persaingan ekonomi guna membantu aliran perdagangan. Aktivitas Minangkabau di dalam lembah utama dari hulu, berdekatan dengan kolektor hutan primitif di lembah subsidiari yang menawarnkan kesempatan sebagai perdagangan lucratif, berarti adanya konflik kepentingan potensal diantara mereka dan juga Melayu pantai. Di Jambi resolusi dari konflik ini dihassilkan dalam genealogi dari rentetan Royal.suku kubu dari hulu Jambi yang juga dikenal sebagai Orang Hulu atau Orang darat adalah penting bagi kepentingn petdagangan hilir karena peranan mereka dalam mengumpulkan produksi hutan.
Usaha Belanda di tahun 1709 untuk mempengaruhi rekonsiliasi diantara Sutan Kiai Gede dan juga pangeran yang bersumber dari pentinganya pemulihan hubungan hulu hilir dalam berbagai kepentingan perdagangan. Atas kegagalan usaha ini, kekerabatan ganda di Jambi berakhir selama 30 tahun, dengan Pangeran Pringabaya yang mempertahankan pengaruhnya di hulu. Namun demikian, situasi ini tidak mengahsilkan devisi wilayah diantara penguassa hulu dan hilir.
Kekuasaan pemerintah yang memberontak telah diputus hanya setalah passukan Belanda bergerak di tahun 1901 memasuki bagian pedalaman guna menguasai posisi utama di hulu. Garisson Belanda juga ditempatkan di Muaa Tembesi, untuk melidungi Batang Hari bagian atas dan juga di Surulangan guna menguasai komunikasi dengan Musi bagian hulu. Di tahun 1903, pemerintahan sipil juga telah ditempatkan di meringiin, mesumi, dan Tembesi, pada ujung bagian atas Batang Hari, untuk memandu rute ke Kerinci dan Kuantan. Ini tentulah bergerak untuk melakukan kontrol terhadap hulu, yang jjuga terlihat sebagai prasyarat penting untuk pembentukan otoritas Belanda ke kesultanan.
Kompleksitas hubungan hulu hilir di Palembang
Sistem sungai yang luas di Palembang telah diletakkan di dalam realisme geogrfis dari hulu Rawas, Lematang dan Pasemah. Disamping itu sepanjangn daerah ini tidak ada komunikasi langsung dengan dataran tinggi Minangkabau, dataran atas Musi dan juga akses ke daerah perkebunan Lada di Minangkabau dari Tamevesi, dengan kondisi Batang Hari, melalui Rawas, Limun dan sungai musi.
Pada permulaan abad 19, Palembang telah mempertimbangkan Tembesi dan juga tributari sebagai bagian yang ada di eilayah jursidiksi. Disamping perkebunan lada Tembesi. Daerah Rawa di seketarnya, di bagian hulu sampai sungan Musi dalah sumber penting hulu untuk Palembang. Daerah ini menghasilkan rotan, padi, madu, darah ulur, gading gajah dan kayu bakar yang dikumpulkan oleh suku Kubu. Pentinganya produksi hitan di dalam ekonomi Palembang adalah terlihat dalam harga tinggi yang telah dicapai dan juga tingkat kepentingan relatif untuk penerimaan eksport. Pentingnya Hulu Musi bagi keberadaan negeri ini menjadi terbukti ketika Anglo-Belanda bersaing untuk menguasai perdagangannya di awal abad 19. Selama periode ini, penguasan di ibu kota hilir Martaputra adalah bermaksud hendak melindungi kepentingannya akan kekayaan sumber di Hulu. Melalui perjanjian yang dibuat selama masa pemerintahan Pangeran Jayawikrama, Sultan Badarruddin, Palembang memrikan monopoli kepada VOC atas eksport lada dan hutan khususnyagading dan cula yang juga mempertahankan kekayaannya atas sumber produksi di bagian hulu. Menurut Hikayat Palembang, belanda dilarang di bagian hulu tanpa izin dari menteri.
Dibagian hulu Musi seperti dalam daerah lada yang menuruni sungai, upeti royal dan monopoli telah memastikan aliran sumber hulu ke arah modal. Disini seperti Lampung dan Sumatera Timur pimpinan marga diarahkan pada jaringan sumber hilir oleh pengankatan sebagai kepala wilayah dengan nama pangeran dan passirah.
Proksimitas dari inggris yang menguasasai wilayah pantai barat dari Benkuleb, di dalam 8 jam perjalan jauhnya kepala Musi, telah memberikan pasar alternatif bagi penduduk Pasmeah Ulu Mana. Pada pertengahan abad 18, trikel dan migran pasemah telah memanfaatkan tanah yang kaya darimana dan isnentif yang ditawarkan oleh Inggris. Pada awalnya Siak dan Kampar dipimpin oleh pemerintahan terpisah yang ditunjuk oleh kesultanan Mnelak yang berwenang tidak untuk melakukan perluasan ke hulu. Pentinhnya siak dan sungai Kampar untuk memperantarai perdagangan antara dataran urama Minangkabau dan pasar selat Malaka berarti ada pengaruh Pagarruyung yang sangat besar dibandingkan pulau daerah rantau.
Bagian terpenting dari hulu Siak, dalam segi sumber tenaga kerja dan produk adalah Sungai Tapang Kiri yang terletak di bawah otoritas Johor. Ini tentu mengarah pada endapan timah dari patapahan, Kabun dan Minangkabau. Patapahan ini juga merupakan sungai yang terpenitng yang dihubungkan oleh jejak Taratangbulu di Sungai Kampar Kanan, mengarah pada pusat pasar dataran tinggi dari Payakumbuh melalui Pangkalan Kota Baru.
Keberadaan konsolidasi hubungan hulu hilir dicapai oleh dinasti Minangkabau dan Melayu merdeka yang didirikan oleh Raja Kecil mengalami ancaman, selama ½ abad oleh intervensi petualang Arab di dalam urusan politik Siak. Dalam masa intervensi, dinasti Arab di Siak didirikan oleh Syed Ali yang juga telah menurunkan perdagangan hilir yang berpusat di Pekanbaru. Relevansi dari polirik hulu Sumatera terhadap perdagangan internasional mencapai puncaknya dalam pertumbuhan dinamis, yang didukung oleh revivalisme perdagangan Minangkabau dengan Penang dan Singapur selama awal abad 19. Di tahun 1830 ketika Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch mengarahkan perhatiannya pada tantangan yang diajukan atas kepentingan Belanda, dia memanfaatkan strategi untuk berbagai bagian jaringan perdagangan dengan pendudukan Inggris. Rencana ini didasarkan atas pendudukan Belanda sebagi titik utama, yang juga diarahkan pada pantai timur. Ini tentu saling berhubungan dan diarahkan pada komunikassi dengan saling melengkapi bagian yang ada.
Negeri Sumatera Timur didefenisikan oleh sistem sungai yang luas, dengan penyediaan portage dan juga pertukaran diantara dataran tinggi yang kaya akan sumber dan lokasi strategi dalam Selat Malaka, yang merupakan contoh dari hubungan hulu hilir. Interaksi hulu hilir ini adalah merupakan dasar bagi ekonomi politik di dunia Melayu, dengan teritori spanning dari barus di Sumatera Barat hingga ke Banjarmasin di Kalimantan. Kerajaan Melayu mula mula dari Sriwijaya, Malaka, Bruneu dan Johor, mengatur dan mengontrol sistem sungai yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KAPITA SELEKTA SEJARAH INDONESIA : Korespondensi Cina Di Hindia Belanda 1865-1949

Korespondensi Cina Di Hindia Belanda, 1865-1949 SIEM TJONG HAN, M.D . Artikel ini merupakan upaya untuk menggambarkan beberapa aspek ...