by : Wiwid Anggraini
semoga bermanfaat^^
Defenisi dari pulau Asia tenggara
sebagai kepulauan Melayu memperlihatkan kepentingan dan bahkan dominasi budaya
maritim Melayu di belahan dunia ini. istilah “Melayu” dapat didefenisikan dalam
istilah budaya melalui atribut tradisi yang telah dapat dipahami. Dalam
klasifikasi yang luas dari negara Asia Tenggara sebagai wilayah pantai/maritim
dan dataran/agraria, dipandang secara respektif sebagai orientasi
eksternalisasi dan internal, negeri Melayu juga telah dikaitkan dengan berbagai
tipe bentuk. Dalam karakter negara Melayu adanya orientasi ganda dari budaya
lain, didasarkan pada hubungan hulu-hilir yang sangat vital bagi identitas
komersialnya. Berbeda dengan pesisir Muslim pada abad ke lima belas dan enam
belas di sebelah utara Jawa, seluruh pengaruh perdagangan adalah tidak
bergantung ada perluasan otoritas politik hingga ke hulu, keadaan dari neger
Melayu adalah bergantung pada mediasi efektif dari hubungannya dengan hulu.
Di tahun 1977 bennet Bronson
menyatakan sebuah hipotesa kerja bagi jaringan eptukaran tradisional di dalam
pemerintahan tipe Sumatera didasarkan pada hubungan hulu-hilir. Model bronson
ini secara khusus terfokus pada pengaruh komunikasi riverine pada pertukaran
komersial dan implikasi politiknya. Hubungan hulu-hilir yang sama adalah sangat
penting dalam semenanjung Melayu dan Kalimantan, tetapi di dalam pertukaran
perdagangan Sumatera mengalami pertumbuhan yang tertahan. Perbedaannya adalah
bahwa kekayaan material dan sumber daya manusia dan interior Sumatera dan
eksploitasi efektif melalui sistem persaingan sungai pada hubungan hulu-hilir.
Dalam kasus Kesultanan Malaka,
terlepas dari kumpulan alluvial dan hutan produksi, melalui hunian pantai
semenanjung itu, terlihat adanya sejumlah sumber ekspor dari interior Sumatera.
Perkembangan peninsula di daerah panta, mengikuti penetrasi migrasi Sumatera di
bagian hilir stelah pertengahan abad kesembilan, yang juga mengarah pada
kerapatan populasi yang rendah sebagai faktor penting bagi perkembangan ekonomi
dilembah sungai. Bahkan hubungan power yang dikembangkan di dalam negara ini
adalah diarahkan ke bagian hilir.
Asumsi prori tentang Piagam
Kerajaan Melayu dan konsep hulu didasarkan pada bukti Peninsular abad 19 perlu
ditnjau kembali dari sudut pandang sejarah yang luas. Persepsi dari hulu dalam
istilah negatif secara ekonomi dan budaya , dengan menekankan pada masyarakat
perkotaan dan masyarakat antar dari hilir. Akan dapat diarahkan pada komprehensif
budaya politik Melayu. Di dalam model Bronson, Malaka dan Johor menunjukkan
entrepot x sebagai pelabuhan utama, mereka ini penerima barang dari dan pemasok
barang impor ke Sumatera Timur. Teritori ini adalah merupakn jajahan yang
ditangani langsung oleh raja-raja setempat.
Kajian etimologi dari kata
hulu-hilir menunjukkan sebuah perhatian terhadap konsep hubungan hulu-hilir.
Terlepass dari pengertian hulu sungai, namun secara umum berkaitan dengan
bagian hulu yang ditumbuhi hutan. Sumber pendapatan utama untuk negara Sumatera
ini diperoleh dari emas di bagian hulu dari Minangkabau., Kerinci, Pasemah dan
berbagai hutan produksi dari pedalaman di dataran tinggi dan didataran rendah
pantai. Produk hulu ini tidaklah selalu mencapai pusat yang dominan di bagian
hilir Palembang hingga utara dari pengaruh yang ada, di Karang Berahi di Batang
Merangin, tributary Sungai Jambi dan di Palas Pasemah, pada ujung tenggara dari
Lampung.
Unsur kompulsi yang terlibat untuk
eksploitasi sumber dari hulu adalah merupakan bukti dalam kelembagaan kewajiban
pelayanan dari para pemerintah negeri Melayu. Pengakuan universal di dunia
Melayu terhadap kekuasaan pemerintah terhadap tanah yang diberikan kepadanya
secara teknik memberikan hal atass mineral dengan produk kehutanan dan
memberikannya kewenangan untuk sebagai hasil dari semua lahan yang tekah diolah
dalam kondisi yang ada.
Konflik hulu hilir di Jambi
Luasnya kekayaan sumber, pusat
kependudukan tinggi di dataran tinggi Sumatera mempengaruhi politik di wilayah
hilir yang menjadi bukti dalam kasus Jambi. Hubungan antara hulu dan hilir di
Umatera Timur telah menunjukkan secara ideal rekondisi dari berbagai persaingan
ekonomi guna membantu aliran perdagangan. Aktivitas Minangkabau di dalam lembah
utama dari hulu, berdekatan dengan kolektor hutan primitif di lembah subsidiari
yang menawarnkan kesempatan sebagai perdagangan lucratif, berarti adanya
konflik kepentingan potensal diantara mereka dan juga Melayu pantai. Di Jambi
resolusi dari konflik ini dihassilkan dalam genealogi dari rentetan Royal.suku
kubu dari hulu Jambi yang juga dikenal sebagai Orang Hulu atau Orang darat adalah
penting bagi kepentingn petdagangan hilir karena peranan mereka dalam
mengumpulkan produksi hutan.
Usaha Belanda di tahun 1709 untuk
mempengaruhi rekonsiliasi diantara Sutan Kiai Gede dan juga pangeran yang
bersumber dari pentinganya pemulihan hubungan hulu hilir dalam berbagai
kepentingan perdagangan. Atas kegagalan usaha ini, kekerabatan ganda di Jambi
berakhir selama 30 tahun, dengan Pangeran Pringabaya yang mempertahankan
pengaruhnya di hulu. Namun demikian, situasi ini tidak mengahsilkan devisi wilayah
diantara penguassa hulu dan hilir.
Kekuasaan pemerintah yang
memberontak telah diputus hanya setalah passukan Belanda bergerak di tahun 1901
memasuki bagian pedalaman guna menguasai posisi utama di hulu. Garisson Belanda
juga ditempatkan di Muaa Tembesi, untuk melidungi Batang Hari bagian atas dan
juga di Surulangan guna menguasai komunikasi dengan Musi bagian hulu. Di tahun
1903, pemerintahan sipil juga telah ditempatkan di meringiin, mesumi, dan
Tembesi, pada ujung bagian atas Batang Hari, untuk memandu rute ke Kerinci dan
Kuantan. Ini tentulah bergerak untuk melakukan kontrol terhadap hulu, yang
jjuga terlihat sebagai prasyarat penting untuk pembentukan otoritas Belanda ke
kesultanan.
Kompleksitas hubungan hulu hilir di
Palembang
Sistem sungai yang luas di
Palembang telah diletakkan di dalam realisme geogrfis dari hulu Rawas, Lematang
dan Pasemah. Disamping itu sepanjangn daerah ini tidak ada komunikasi langsung
dengan dataran tinggi Minangkabau, dataran atas Musi dan juga akses ke daerah
perkebunan Lada di Minangkabau dari Tamevesi, dengan kondisi Batang Hari,
melalui Rawas, Limun dan sungai musi.
Pada permulaan abad 19, Palembang
telah mempertimbangkan Tembesi dan juga tributari sebagai bagian yang ada di
eilayah jursidiksi. Disamping perkebunan lada Tembesi. Daerah Rawa di
seketarnya, di bagian hulu sampai sungan Musi dalah sumber penting hulu untuk
Palembang. Daerah ini menghasilkan rotan, padi, madu, darah ulur, gading gajah
dan kayu bakar yang dikumpulkan oleh suku Kubu. Pentinganya produksi hitan di
dalam ekonomi Palembang adalah terlihat dalam harga tinggi yang telah dicapai
dan juga tingkat kepentingan relatif untuk penerimaan eksport. Pentingnya Hulu
Musi bagi keberadaan negeri ini menjadi terbukti ketika Anglo-Belanda bersaing
untuk menguasai perdagangannya di awal abad 19. Selama periode ini, penguasan
di ibu kota hilir Martaputra adalah bermaksud hendak melindungi kepentingannya
akan kekayaan sumber di Hulu. Melalui perjanjian yang dibuat selama masa
pemerintahan Pangeran Jayawikrama, Sultan Badarruddin, Palembang memrikan
monopoli kepada VOC atas eksport lada dan hutan khususnyagading dan cula yang
juga mempertahankan kekayaannya atas sumber produksi di bagian hulu. Menurut
Hikayat Palembang, belanda dilarang di bagian hulu tanpa izin dari menteri.
Dibagian hulu Musi seperti dalam
daerah lada yang menuruni sungai, upeti royal dan monopoli telah memastikan
aliran sumber hulu ke arah modal. Disini seperti Lampung dan Sumatera Timur
pimpinan marga diarahkan pada jaringan sumber hilir oleh pengankatan sebagai
kepala wilayah dengan nama pangeran dan passirah.
Proksimitas dari inggris yang
menguasasai wilayah pantai barat dari Benkuleb, di dalam 8 jam perjalan jauhnya
kepala Musi, telah memberikan pasar alternatif bagi penduduk Pasmeah Ulu Mana.
Pada pertengahan abad 18, trikel dan migran pasemah telah memanfaatkan tanah
yang kaya darimana dan isnentif yang ditawarkan oleh Inggris. Pada awalnya Siak
dan Kampar dipimpin oleh pemerintahan terpisah yang ditunjuk oleh kesultanan
Mnelak yang berwenang tidak untuk melakukan perluasan ke hulu. Pentinhnya siak
dan sungai Kampar untuk memperantarai perdagangan antara dataran urama Minangkabau
dan pasar selat Malaka berarti ada pengaruh Pagarruyung yang sangat besar
dibandingkan pulau daerah rantau.
Bagian terpenting dari hulu Siak,
dalam segi sumber tenaga kerja dan produk adalah Sungai Tapang Kiri yang
terletak di bawah otoritas Johor. Ini tentu mengarah pada endapan timah dari
patapahan, Kabun dan Minangkabau. Patapahan ini juga merupakan sungai yang
terpenitng yang dihubungkan oleh jejak Taratangbulu di Sungai Kampar Kanan,
mengarah pada pusat pasar dataran tinggi dari Payakumbuh melalui Pangkalan Kota
Baru.
Keberadaan konsolidasi hubungan
hulu hilir dicapai oleh dinasti Minangkabau dan Melayu merdeka yang didirikan
oleh Raja Kecil mengalami ancaman, selama ½ abad oleh intervensi petualang Arab
di dalam urusan politik Siak. Dalam masa intervensi, dinasti Arab di Siak
didirikan oleh Syed Ali yang juga telah menurunkan perdagangan hilir yang
berpusat di Pekanbaru. Relevansi dari polirik hulu Sumatera terhadap
perdagangan internasional mencapai puncaknya dalam pertumbuhan dinamis, yang
didukung oleh revivalisme perdagangan Minangkabau dengan Penang dan Singapur
selama awal abad 19. Di tahun 1830 ketika Gubernur Jenderal Johannes van den
Bosch mengarahkan perhatiannya pada tantangan yang diajukan atas kepentingan
Belanda, dia memanfaatkan strategi untuk berbagai bagian jaringan perdagangan
dengan pendudukan Inggris. Rencana ini didasarkan atas pendudukan Belanda
sebagi titik utama, yang juga diarahkan pada pantai timur. Ini tentu saling
berhubungan dan diarahkan pada komunikassi dengan saling melengkapi bagian yang
ada.
Negeri Sumatera Timur didefenisikan
oleh sistem sungai yang luas, dengan penyediaan portage dan juga pertukaran
diantara dataran tinggi yang kaya akan sumber dan lokasi strategi dalam Selat
Malaka, yang merupakan contoh dari hubungan hulu hilir. Interaksi hulu hilir
ini adalah merupakan dasar bagi ekonomi politik di dunia Melayu, dengan
teritori spanning dari barus di Sumatera Barat hingga ke Banjarmasin di
Kalimantan. Kerajaan Melayu mula mula dari Sriwijaya, Malaka, Bruneu dan Johor,
mengatur dan mengontrol sistem sungai yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar