BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gerakan Buruh Indonesia ditakdirkan
menjadi salah satu primadona dan ujung tombak perjuangan Bangsa Indonesia dalam
mencapai Kemerdekaan Indonesia, mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan Bangsa,
serta mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bangsa Indonesia mengapresiasi kiprah
perjuangan buruh Indonesia sejak berdirinya serikat Buruh pada awal 1900-an
hingga memasuki Era Pra Kemerdekaan Indonesia. Kiprah Gerakan Buruh Indonesia
dapat ditandai oleh kegigihan para tokohnya dalam skala Perjuangan Nasional
ataupun keberhasilannya dalam memperjuangkan prinsip dan hak mendasar di tempat
kerja (Fundamental and rights at work)
dan hak kaum pekerja (worker’s right). Motif politik yang mengiringi pergerakan buruh di
Indonesia pada Era sebelum kemerdekaan, tampaknya berpengaruh terhadap gerakan
buruh sesudah proklamasi Kemerdekaan atau setidaknya sampai dengan tahun
1970-an.
Sebelum tahun 1912, Bumiputra
yang bekerja di lembaga pemerintahan tidak bisa menjadi anggota serikat buruh.
Bumiputera yang bekerja di jawatan-jawatan tertentu, seperti di pegadaian atau
kantor pos dan telegrap diperbolehkan menjadi anggota atau “anggota luar biasa”
serikat buruh, tetapi tidak diberikan hak bersuara dalam rapat atau dalam
penentuan kebijakan organisasi. Kaum buruh Bumiputera dibatasi haknya dalam
keanggotaan organisasi buruh karena pihak Belanda berusaha mencegah bahaya yang
datang dari Bumiputera. Peristiwa perebutan pimpinan Vereeniging van Spoor en Tramweg Personeel in Nederlandsch Indie
(VSTP) pada tahun 1912 oleh orang-orang Belanda adalah merupakan momentum
bersejarah yangg menandakan dimulainya kebangkitan Gerakan buruh Indonesia.
Motif politik yang mengiringi
pergerakan buruh di Indonesia pada Era sebelum kemerdekaan, tampaknya
berpengaruh terhadap gerakan buruh sesudah proklamasi Kemerdekaan atau
setidaknya sampai dengan tahun 1970-an.
Maka dari itu penulis tertarik
untuk menulis makalah sebagai bentuk karya ilmiah mengenai Pergerakan Buruh di
Indonesia masa Pra Kemerdekaan dengan judul“GERAKAN
BURUH INDONESIA ERA SEBELUM KEMERDEKAAN (1900-an - 1945)”.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
keberadaan Organisasi Buruh Pada awal era Orde Baru (akhir 1965) ?
2. Apa
sajakah Organisasi-organisasi Buruh yang ada pada Masa Orde Baru serta
perkembangannya ?
3. Bagaimana
konsep Hubungan Perburuhan Pancasila (HPP) serta tujuan dari dicetuskannya HPP
?
4. Apa
saja peristiwa sebelum Kematian Aktivis Buruh Marsinah ?
1.3
Tujuan dan Manfaat Penulisan
Sebagaimana layaknya penulisan, pasti memiliki tujuan dan manfaat. Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui bagaimana keberadaan Organisasi
Buruh Pada awal era Orde Baru (akhir 1965)
- Untuk mengetahui bagaimana Organisasi-organisasi Buruh yang ada pada Masa Orde Baru serta perkembangannya
- Untuk mengetahui bagaimana konsep Hubungan Perburuhan Pancasila (HPP) serta tujuan dari dicetuskannya HPP
- Untuk mengetahui bagaimana peristiwa sebelum Kematian Aktivis Buruh Marsinah
Adapun
manfaat dari penulisan yaitu untuk menambah wawasan penulis dalam kancah
Sejarah Gerakan
Buruh Indonesia khususnya pada masa era Orde Baru. Selain itu, kedepannya dapat dijadikan bahan
referensi (bacaan) untuk tulisan selanjutnya yang berkaitan dengan penulisan
ini.
1.4 Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan oleh penulis
untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yaitu:
1. Heuristik (pengumpulan sumber)
Pada awalnya yang dilakukan penulis ialah mencari sumber atau data
yang ada kaitannya dengan apa yang dibahas dan kemudian dikumpulkan. Penulis
mengambil sumber atau data dari media pustaka yang ada sebagian di perpustakaan
USU, selanjutnya mencari bahan acuan dari buku di Toko Buku Gramedia, serta
juga membaca dari blog-blog yang ada di internet.
2. Kritik
Setelah penulis berhasil mencari sumber atau data, kemudian di kritik
terlebih dahulu apakah sumber atau data dapat digunakan atau tidak.
3. Interprestasi
Setelah sumber atau data di kritik, selanjutnya penulis melakukan
penggabungan sumber atau data. Penggabungan dilakukan dengan cermat supaya
hasilnya koherensi atau dapat tersambungkan satu sama lain.
4. Historiografi (penulisan)
Langkah
terakhir ialah menuliskan apa yang telah di interprestasikan sebelumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
Keberadaan Organisasi Buruh
Pada awal era Orde Baru
(akhir 1965) terjadilah peralihan kedaulatan rakyat dari konsep Demokrasi
Terpimpin ke konsep Demokrasi Pancasila.
1. Kesatuan
Aksi Buruh Indonesia (KABI)
Organisasi ini dibentuk
pada awal tahun 1966 sebagai salah satu kekuatan pendukung pemerintahan orde
baru yang lahir setelah peristiwa G30S. tujun pembentukan KABI adalah
bersama-sama dengan kekuatan orde baru lainnya, seperti Fron Pancasila/Kesatuan
Aksi Pengganyangan Kontrarevolusioner GESTAPU/PKI, Kesatuan Aksi mahasiswa
Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pemuda-Pelajar Indonesia (KAPPI) menumbangkan
rezim orde lama.
Proses perjuangan KABI
sepenuhnya bersifat politis, sedangkan masalah-masalah yang bersifat
sosial-ekonomi pada waktu itu diselesaikan oleh masing-masing serikat buruh
atau Sekretariat Bersama Serikat Buruh (Sekber Buruh). Setelah KABI sukses
berpartisipai dalam pembubaran PKI dn organisasi mantelnya, tampaknya, pada
tahun 1968, KABI kurang dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan stabilisasi
politik, ekonomi dan keamanan yang diciptakan oleh pemerintahan orde baru. Pada
bulan Oktober 1968 ketiga anggota yaitu GASBIINDO, KBIM, dan GOBSI-INDONESIA
mengundurkan diri dari keanggotaan KABI dengan alasan bahwa eksistensi KABI
pada saat itu telah tidak diperlukan.
2. Persatuan
Karyawan dan Buruh Indonesia (PERKABI)
Organisasi ini
didirikan pada tanggal 1 Januari 1968, dan pada tahun 1973 menjadi anggota
majelis permusyawaratan buruh Indonesia (MPBI) dan ikut mendukung berdirinya
Federasi Buruh seluruh Indonesia (FBSI).
3. Konsentrasi
Golongan Karya Buruh (KONGKARBU)
Organisasi ini
didirikan pada tanggal 26 Juni 1968, berinduk kepada Sentral Organisasi
Karyawan Sosialis/Swadiri Organisasi Karya se Indonesia (SOKSI) yang didirikan
oleh Suhardiman, SE. pada tanggal 20 Mei 1960, di Jakarta. SOKSI lahir pertama
kali dalam bentuk organisasi para pekerja dilingkungan perusahaan Negara. SOKSI
termasuk salah satu organisasi massa yang menjadi serangan idiologis dan fisik
secara bertubi-tubi dari SOBSI.
4. Majelis
Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI)
Pada tanggal 1 November
1969, bertempat di istana Negara Presiden Soeharto dengan di saksikan oleh
Menteri Tenaga Kerja Mursalin meresmikan berdirinya MPBI. Asas MPBI ialah
Pancasila dan UUD 1945. Tujuan MPBI adalah sebagai berikut :
a. Tercapainya
penghidupan dan kehidupan materiil dan spiritual yang layak sesuai dengan jiwa
pasal 27, 28, dan 33 UUD 1945 bagi kaum buruh beserta keluarganya khususnya dan
rakyat Indonesia umumnya.
b. Menghimpun
dan mempersatukan seluruh organisasi buruh Indonesia ke dalam satu wadah
persatuan dengan tidak mengurangi kebebasan dan kedaulatan anggotanya dalam
kesatuan organisasinya.
c. Menciptakan
kehidupan dan penghidupan perburuhan yang selaras dan serasi dengan membela dan
mmempertahankan hak dan kepentingan, menegakkan keadilan dan kebenaran serta
terlaksananya tertib sosial, tertib hokum, dan tertib demokrasi.
d. Terwujudnya
rasa setia kawan diantara sesame kaum buruh.
e. Mngamalkan
Pancasila serta terlaksananya UUD 1945 di dalam sumber kehidupan bangsa dan
Negara menuju tercapainya masyarakat adil dan makmur, materiil dan spiritual,
yang diridhoi Tuhan Yang Maha Esa.
5. Federasi
Buruh
Pada tanggal 20
Februari 1973, di cetuskan “Deklrasi Persatuan Buruh Seluruh Indonesia”. Inti
Deklarasi ini, menyatakan bahwa kaum buruh Indonesia bertekad bulat membentuk
wadah tunggal Organisasi Buruh, pada tingkat Nasional, Wilayah, Lokal, dan
berbagai sector lapangan pekerjaan dan profesi. Sementara itu, dalam waktu
kurang dari 1 bulan sejak dideklarasikan pembentukan FBSI, panitia 6 berhasil
menyusun Dewan Pimpinan Pusat FBSI, dengan Agus Sudono sebagai ketua umum dan
Drs. Soekarno MPA sebagai Sekretaris Jenderal.
Pokok – pokok program umum FBSI, adalah
sebagai berikut :
1. Program
Pembinaan Organisasi.
2. Program
Pendidikan dan Pelatihan.
3. Program
Peningkatan dan Pembinaan Hubungan Perburuhan.
4. Program
Kesejahteraan Sosial Ekonomi.
5. Program
Peningkatan Kesadaran Hukum dan Pembinaan Perundang – undangan.
6. Program
Partisipasi Sosial dalam Pembangunan.
7. Program
Perlindungan Buruh Remaja dan Buruh Wanita.
8. Program
Hubungan dan Kerjasama Internasional.
Keanggotaan FBSI ialah
semua kaum buruh warga Negara Indonesia yang terorganisasi kedalam serikat –
serikat buruh berdasarkan lapangan pekerjaan atau profesi, selanjutnya disebut
Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP) secara berpusat yang masing – masing
mempunyai anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan Program Organisasi.
FBSI menyelenggarakan
Kongres Nasional I pada tanggal 7-11 April 1980 di Jakarta, antara lain
menghasilkan penyempurnaan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga FBSI, garis
– garis besar kebijakan Organisasi, dan Program 5 tahun FBSI (1980-1985). Dalam
Kongres Nasional II tanggal 26-30 November 1985 di Jakarta, terjadi perubahan
drastis dan fundamental dalam tubuh FBSI antara lain memutuskan perubahan nama
FBSI menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), perubahan bentuk
orgnisasi dari federative menjadi unitaris, dan perubahan Serikat Buruh
Lapangan Pekerjaan (SBLP) menjadi Serikat Pekerja Sektoral SPSI.
6. Serikat
Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI)
Organisasi ini di
deklarasikan oleh “107 Peserta Pertemuan Buruh Nasional” di Cipayung, Bogor, 25
April 1992. Kemunculan SBSI secara dramatis menembus rambu rambu pemerintahan
Orde Baru yang sejatinya melarang hadirnya Organisasi Buruh diluar Federasi
Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) / Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) /
Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia(FSPSI).
Pelopor terbentuknya
SBSI, Muktar Pakpahan, di jebloskan ke penjara sampai berakhirnya Orde Baru
(1998), SBSI tidak mendapat pengakuan dari Pemerintahan dan Departemen
Tenaga Kerja. Visi SBSI adalah
“mewujudkan kesejahteraan buruh di Indonesia pada Sistem Ketatanegaraan yang
Demokratis, berkepastian hukum, terjamin hak asasi manusi, berkeadilan Sosial
dan Anti Diskriminasi” yang kemudian menjadi visi Organisasi “Buruh Sejahtera”.
7. Federasi
Pilot Indonesia (FPI)
Organisasi ini
didirikan di Jakarta, 9 Oktober 1997. FPI berazaskan Pancasila dan berdasarkan
Undang Undang Dasar 1945. FPI merupakan organisasi profesi penerbang sipil
Indonesia yang merupakan Federasi dari Asosiasi – asosiasi penerbang sipil yang
masing – masing beranggotakan penerbang Indonesia dengan Ijazah kecapakan
setidak – tidaknya Commercial Piilot Licence.
Tujuan FPI meningkatkan
pengetahuan, kawasan, dan pengabdian penerbang sipil Indonesia kepada profesi
dalam dunia penerbangan untuk menunjang pembangunan Nasional.
FPI mengadakan kegiatan, antara lain :
1. Meningkatkan
Kualitas serta menjaga dan membela harkat dan martabat Profesi penerbang.
2. Mengadakan
penelitian dan pengembangan dalam dunia penerbangan bekerja sama dengan Lembaga
– lembaga Nasional maupun Internasional.
2.2.
Perkembangan Konsep Hubungan Perburuan Pancasila (HPP)
Hal yang mewarnai
kiprah perjalanan panjang Gerakan Buruh Indonesia pada era Orde Baru adalah
dicetuskannya konsep Hubungan Perburuhan Pancasila (HPP) untuk menggantikan
praktik Hubungan Perburuhan yang pada saat itu lebih dimaknai bersumber dari
konsep liberal. Pengertian Hubungan Perburuhan Pancasila (HPP) dirumuskan
sebagai berikut : Hubungan antar para pelaku dalam proses Produksi barang dan
jasa (Buruh, Pengusaha dan Pemerintah) didasarkan atass nilai yang merupakan
manifestasi dari kesuluruhan sila – sila dari Pancasila dan Undang Undang Dasar
1945, yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan
Indonesia.
a.Menghilangkan Istilah
Buruh
Menjadi suatu hal yang
menarik, ketika pada awal pemerintahan orde baru, istilah “karyawan” secara
populer digunakan di lingkungan badan usaha milik Negara (BUMN) atau di sebagian
besar perusahaan Swasta. Di lain pihak, istilah “buruh” menjadi stigma yang
melekat pada diri seseorang yang bekerja dan mendapatkan upah atau gaji. Lebih
jauh lagi, istilah “buruh” dianggap berkonotasi dengan komunisme.
Sepertinya, iklim
pemerintahan orde baru terjangkit alergi. Jika mendengar kata atau istilah
“buruh”. Sebutan departemen perburuhan, misalnya, serta merta diganti dengan
departemen tenaga kerja; organisasi perburuhan internasional yang biasa
digunakan dalam padanan International Labour Organization (ILO) diganti dengan
Organisasi ketenagakerjaan internasional. Kemudian, istilah “serikat buruh” pun
diganti dengan “serikat pekerja”. Akhirnya, istilah “hubungan perburuhan
pancasila (HPP)” juga diganti dengan “hubungan industrial pancasila (HIP)”.
b. Menghilangkan
Istilah Pancasila
Pada tanggal 25 Maret
2003, ketika disahkan undang-undang nomor 13 tentang ketenagakerjaan, istilah
Hubungan perburuhan yang resmi digunakan dalam peraturan perundang-undangan
sebelum Era Orde Baru diganti menjadi hubungan Industrial, tanpa diikuti
“Pancasila”. Dalam undang-undang ini, hubungan Indusutrial dirumuskan: : adalah
suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi
batang dan /atau jasa yang terdiri dari unsure pengusaha, pekerja/buruh, dan
pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai pancasila dan undang-undang dasar
Negara republic Indonesia Tahun 1945.”
2.3.
Misteri Kematian Marsinah
Catatan penting lain
dalam Era Orde Baru yang perlu menjadi bahan renungan, kajian, dan pelajaran
berharga bagi aktivis gerakan buruh Indonesia khususnya dan bangsa ini pada
umumnya adalah kisah kematian misterius marsinah, seorang buruh rendahan yang
sedang berjuang bersama rekan-rekannya untuk mendapatkan hak-hak normatifnya,
melawan konspirasi, penindasan, kesewenangan-wenangan, dan ketikadilan.
1. Marsinah
dan Perhatian Dunia
Empat Presiden Republik
Indonesia, yaitu Soeharto (1993), B.J Habibie (1999), Abdurrachman Wahid
(2000), dan Megawati Soekarno putrid (2002) minta agar kasus terbubuhnya
Marsinah diusut tuntas dan menghukum mereka yan bersalah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Bahkan, Presiden Megawati pernah melontarkan
penyesalannya dengan mengatakan, “sebagai sesame wanita saya merasa malu atas
kasus pembunuhan dan pemerkosaan Marsinah yang sampai sekarang belum terbonkar.
Apalagi Sidang ILO sudah berkali-kali menangih janji pemerintah untuk menuntaskan kasus ini.”[1] Kematian Marsinah
secara tidak wajar mendapat perhatian luas di dalam maupun di luar negeri.
Di dalam negeri,
kalangan aktivis buruh, mahasiswa, dan organisasi-organisasi non-pemerintah
mengajukan protes. Sementara itu, di luar negeri, awal Juni 1993, kasus ini
dibahas dalam konferensi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa di Wina
dan di dalam Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa.
Sampai kini, Kasus Marsinah yang terdaftar di International Labour Office
(ILO), nomor 1773, 20 qpril 1994, merupakan “pending cases” agenda sidang
International Labour Organization (ILO). Di Australia, kasus ini
dipermasalahkan oleh para aktivis buruh dan kalangan akademis, dan bahkan
menteri Luar negeri Gareth Evans (1993) mempertanyakan secara panjang lebar
dalam pertemuannya dengan menteri tanaga kerja Abdul Latief.[2]
Tahun 1994, dalam laporan International Confederation Of Free Trade Unions
(ICFTU) tentang pekerja di Indonasia, mengingatkan kembali kasus Marsinah yang
terbunuh pada tahun 1993, dimana kasusnya belum terungkap.
Sebagai penghargaan
kepada almarhumah Marsinah, Dewan pimpinan pusat serikat pekerja seluruh
Indonesia dalam rapat kerja nasional II, 8 desember 1993, menetapkan Marsinah
sebagai “Srikandi pekerja Indonesia”.Dalam pada itu, Yayasan pusat Studi Hak
Asasi Manusia menganugrahi “Yap Thiam Hien Award Tahun 1993” kepada almarhumah
Marsinah. Dalam pertimbangannya dinyatakan, “Marsinah, 23 Tahun buruh pabrik PT
Catur Putra Surya (CPS) di Sidoarjo, pantas menyandang predikat pejuang hak
asasi manusia. Almarhumah telah memberikan pengorbanan yang paling tinggi,
yaitu nyawanya sendiri untuk perjuangan buruh.”[3]
Sosok Seorang Marsinah
telah memberikan keteladanan mulia berjuang tanpa telah untuk menegakkan
hak-hak mendasar buruh di tempat kerja, menunjukkan kesetiakawanan yang tinggi
kepada rekan-rekan sekerjanya yang tertindas, melawan konspirasi,
kesewenang-wenngan dan ketiakadilan.
2. Kisah
Misteri Kematian Marsinah
Marsinah, perempuan
muda berusia 23 tahun, bekerja sebagai buruh rendahan di perusahaan pabrik
arloji PT Catur Putra Surya (CPS), di porong, Sidoarjo.
Pabrik ini didirikan
pada tanggal 15 april 1980, dan pada tahun
1973 mempekerjakan sekitar 500 buruh, 300 di antaranya perempuan.
Produksi PT CPS mencapai 1.248.000 jam tangan merk EP per tahun, di mana 70% di
antaranya diekspor dengan nilai sedikitnya 2 juta dolar Amerika Serikat.
Ø Waktu
Kerja dibagi dalam 3 (tiga).
shift. Shift malam,
dimulai pukul 22.00 dan berakhir pukul 07.00. tetapi, shift ini diwajibkan
bekerja lembur selama 2 jam, sehingga pulang kerja pukul 09.00. sedangkan pada
shift pagi dan siang, setiap jatuh hari sabtu diwajibkan bekerja lembur selama
2 jam. Pada bagian tertentu, khususnya bagi buruh bulanan diwajibkan bekerja 9
jam s.d. 12 jam setiap mereka masuk kerja.
Perusahaan menyediakan
mesin produksi yang disewa oleh buruh seharga Rp 1.425,00 per hari. Buruh
diberi target produksi per hari. Jika pada hari itu tidak mencapai target, maka
dibebankan pada hari berikutnya. Dalam pada itu, perusahaan menyediakan sebuah
masker dan sarung tangan seminngu sekali. Jika peralatan ini dalam satu minggu
sudah lusuh, pihak buruh harus menyediakan sendiri. Bahkan dibagian poles,
buruh harus menyediakan masker dan sarung tangan sendiri.
Ø Upah
dan jaminan sosial
Meski buruh sudah
bekerja lebih dari sepuluh tahun, belumdiikutsertakan dalam program Asuransi
Sosial Tenaga Kerta (ASTEK) maupun jaminan sosial tenaga kerja (JAMSOSTEK).
Meski jumlah buruh di
perusahaan itu mencapai 500 orang dan menggunakan sistem kerja 3 shift, perusahaan
juga tidak menyediakan poliklinik ditempat kerja, dan hanya menyediakan kotak
pertolongan pertama pada kecelakaan (P-3K), yang berisi obat merah dan perban
saja.
Ø Menuntut
Perbaikan upah dan jaminan sosial
Keberadaan serikat
pekerja seluruh Indonesia (SPSI) Unit kerja PT CPS, dianggap oleh sebagian
besar buruh tidak sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga SPSI.
Karena itu dalam tuntunan buruh PT CPS, selain perbaikan upah dan jaminan
sosial juga menuntut pembubaran SPSI.
Beberapa buruh,
termasuk Marsinah, menyadari keadaan upah dan jaminan sosial sudah tidak
memadai, harus ada perbaikan. PUK SPSI PT CPS dianggap tidak mungkin dapat
memperjuangkan perbaikan dimaksud. Oleh karena itu diperlukan gerakan untuk
perbaikan upah jaminan sosial, dan refprmasi dalam tubuh SPSI.
Dalam hal situasi dan
kondisi yang demikian, maka beberapa buruh tadi, pada hari minggu siang 2 Mei 1993, berkumpul untuk membicarakan
tuntunan kepada manajemen perusahaan. Pada pertemuan ini, Marsinah tidak hadir
karena pergi kekantor wilayah departemen tenaga kerja di Surabaya untuk
mendapatkan surat keputusan Menteri tenaga kerja No. 50/1992 tersebut guna
memperkuat dasar tuntutan para buruh PT CPS.
Ø Mogok
kerja, 3 Mei 1993
Pagi hari Senin, 3 Mei
1993, pukul 06.00, tampak para buruh yang shift pertama (pagi) tidak kerja dan
bersama buruh lainnya yang masuk shift kedua (siang) bergerombol di sepanjang
jalan masuk menuju pabrik. Para supervisor dan kepala bagian ke atas tetap
masuk kerja. Melihat situasi ini, tentu petugas security perusahaan terkejut,
dan segera melapor ke menejer perusahaan, Judi Astono,. Kemudian, para petugas
security dikerahkan untuk berkeliling didesa Siring. Tempat kebanyakan
buruh bertempat tinggal dan mencatat
buruh yang tidak masuk kerja. [4]
Ø Mogok
kerja dan perundingan , 4 Mei 1993
Pada tanggal 4 Mei
1993, pukul 06.00, buruh PT CPS kembali mogok kerja dalam skala jumlah yang
lebih besar dibandingkan sehari sebelumnya. Marsinah pun tampak sibuk sambil
membawak poster dan meneriakkan yel “ Hidup buruh” yang kemudian diikuti oleh
rekan-rekannya.
Adalah merupakan hal
biasa, pada Era Orde Baru, pihak angkatan bersenjata Republik Indonesia (ABRI),
baik secara langsung terlibat dalam urusan perburuhan, ternyata, petugas dari
Kodik 0816 Sidoarjo, Koramil dan Polsek Porong pada pagi itu sudah berada
disekitar pabrik berusaha menghentikan mogok kerja itu, tetapi gagal.
Akhirnya, tepat pukul
10.00, dimulai perundingan antara perwakilan buruh dan pihak perusahaan, dengan
menegah dari kantor resor departemen tenaga kerja sidoarjo. Perundingan ini
membicarakan ke-12 tuntutan buruh.
Kedua belas tuntutan
buruh itu adalah:
1. Kenaikan
upah sesuai dengan surat keputusaan menteri tenaga kerja no. 50/1992 dari Rp
1.700 menjadi Rp 2.250 per hari yang seharusnya sudah berlaku sejak 1 Maret
1992.
2. Perhitungan
upah kerja lembur sesuai dengan keputusan Menteri Tenaga Kerja No.72/1984.
3. Penyesuaian
cuti haid dengan upah minimum.
4. Jaminan
kesehatan buruh sesuai dengan UU No. 3/1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja
(Jamsostek).
5. Penyertaan
buruh dalam program asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK).
6. Pemberian
THR (tunjangan hari raya) sebesar satu bulan gaji sesuai dengan himbauan
pemerintah.
7. Kenaikan
uang makan dan uang transportasi.
8. Pembubaran
pengurus unit kerja (PUK) SPSI PT CPS karena tidak sesuai dengan anggaran dasar
dan anggaran rumah tangga SPSI.
9. Pembayaran
cuti hamil pada waktunya.
10. Penyamanan
upah buruh yang baru selesai masa training dengan upah buruh yang sudah bekerja
selama satu tahun.
11. Hak-hak
buruh yang sudah ada tidak boleh dicabut, hanya boleh di tambah.
12. Setelah
pemogokan ini pengusaha dilarang mengadakan mutasi, intimidasi, dan melakukan
pemecatan terhadap buruh yang melakukan pemogokan.
Ø Hari
terakhir melihat Marsinah dalam
kehidupan, kamis malam, 5 Mei 1993
Tiga hari kemudian, sabtu, 8 Mei 1993,
mayat Marsinah ditemukan oleh serombongan anak di sebuah gubuk di pnggiran
hutan jati wilangan, di desa jagong, dekat tempat orang tuanya tinggal,
kecamtan wilangan, kabupaten nganjuk. Pakaian korban tampak robek-robek, diduga
dia dianiaya oleh beberapa orang dan korban sempat melakukan perlawanan sebelum
tewas.[5]
“di sekitar jasadnya penuh luka bekas penyiksaan. Visum dokter menyatakan,
terdapat bekas jeratan pada bagian leher, sekujur tubuh memar akibat benturan
benda keras, vaginanya robek akibat benda tumpul dan terdapat bercak darah”.[6]
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Gerakan Buruh Indonesia ditakdirkan
menjadi salah satu primadona dan ujung tombak perjuangan Bangsa Indonesia dalam
mencapai Kemerdekaan Indonesia, mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan Bangsa,
serta mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Motif politik yang mengiringi pergerakan
buruh di Indonesia pada Era sebelum kemerdekaan, tampaknya berpengaruh terhadap
gerakan buruh sesudah proklamasi Kemerdekaan atau setidaknya sampai dengan
tahun 1970-an.
Setelah terjadi penyederhanaan
partai-partai politik, demikian juga dengan pergerakan buruh Indonesia. Ide
untuk mempersatukan serikat-serikat Buruh pada tahun 1969 dalam suatu wadah
persatuan, ditengarai merupakan ide yang menjurus kea rah penyederhanaan
organisasi buruh. Kemudian terbentuk Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia
(MPBI), 1969, dimaksudkan sebagai satu-satunya wadah perjuangan buruh
Indonesia. Meski demikian, anggota MPBI secara internal masih tetap berfungsi
sebagai serikat buruh yang membela kepentingan dan memperjuangkan anggotanya
masing-masing.
Hal yang mewarnai kiprah perjalanan
panjang Gerakan Buruh Indonesia pada era Orde Baru adalah dicetuskannya konsep
Hubungan Perburuhan Pancasila (HPP) untuk menggantikan praktik Hubungan
Perburuhan yang pada saat itu lebih dimaknai bersumber dari konsep liberal.
Pengertian Hubungan Perburuhan Pancasila (HPP) dirumuskan sebagai berikut :
Hubungan antar para pelaku dalam proses Produksi barang dan jasa (Buruh,
Pengusaha dan Pemerintah) didasarkan atass nilai yang merupakan manifestasi
dari kesuluruhan sila – sila dari Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, yang
tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan Indonesia.
Catatan penting lain dalam Era Orde Baru
yang perlu menjadi bahan renungan, kajian, dan pelajaran berharga bagi aktivis
gerakan buruh Indonesia khususnya dan bangsa ini pada umumnya adalah kisah
kematian misterius marsinah, seorang buruh rendahan yang sedang berjuang
bersama rekan-rekannya untuk mendapatkan hak-hak normatifnya, melawan
konspirasi, penindasan, kesewenangan-wenangan, dan ketikadilan.
3.2 Saran
Penulis sadar bahwa makalah
ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis
berharap para pembaca mau memberikan masukan berupa kritik ataupun saran yang
dapat penulis jadikan sebagai bahan instrospeksi ke depan untuk mencapai hasil
yang lebih baik.Namun demikian penulis masih berharap agar makalah ini dapat
berguna dan bermanfaat untuk dapat kita ambil pelajaran didalamnya dan kita
gunakan sebagai bahan proses penggalian ilmu. Terutama dalam bidang ilmu
sejarah-terkhusus
sejarah Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Harian Kompas, 4 Mei 2002, hlm. 7.
Ibid., 30 Oktober 1993, hlm. 1.
Ibid., 29 November 1993, hlm. 6.
Laporan Pendahuluan Marsinah, Yayasan Bantuan
lembaga Hukum Indonesia, Maret 1994, hlm. 20.
YLBHI, Draft Awal Marsinah,
hlm. 5.
Ibid., hlm. 7.
Laporan Pendahuluan Marsinah, Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia, loc. It.
Harian Kompas, 17 Juni 1993, hlm. 5.
Ibid., 24 Agustus 1993, hlm. 6.
PROMO NEW MEMBER 15%
BalasHapusDewaZeus merupakan bagian dari situs ZeusBola, yang merupakan master agen agen taruhan judi bola, Casino, Poker, taruhan sabung ayam online S128, CF88 DewaPoker, Live Casino Dealer Resmi Lisensi Filipina Paling Terpercaya di Indonesia, hanya di poker online deposit pulsa.
Juga Sebagai Agen Bola Sbobet Indonesia Terpercaya, ZeusBola telah berkerja sama dengan maskapai Sbobet beroperasi di Asia yang dilisensikan oleh First Cagayan Leisure & Resort Corporation, Manila-Filipina dan di Eropa dilisensikan oleh orang nomor 1 Isle of Man pada beroperasi juga sebagai juru taruhan olahraga sedunia.
https://dewazeus.site/cara-bermain-poker-online-deposit-via-pulsa/
https://dewazeus.site/situs-agen-taruhan-online-terpercaya-deposit-pulsa/
link zeusbola
Ayo join sekarang di dewazeus.site
PROMO NEW MEMBER
BalasHapusDelegasi Bandar Taruhan Judi Bola Sbobet Online Terpercaya dan paling baik yang sediakan jasa pelayanan terhadap permulaan akun permainan judi atau taruhan online bagi anda di perizinan judi online yg berderajat International, benar dan terpercaya hanya di http://104.248.148.252/.
Juga Sebagai Peserta Bola Sbobet Indonesia Terpercaya, ZeusBola telah berkerja sama dgn perseroan Sbobet beroperasi di Asia yg dilisensikan oleh First Cagayan Leisure & Resort Corporation, Manila-Filipina dan di Eropa dilisensikan oleh sang pemimpin Isle of Man untuk beroperasi sbg juru taruhan latihan jasmani sedunia.
judi deposit pulsa
Ayo daftar sekarang hanya di ZeusBola ---> http://104.248.148.252/