Senin, 08 Mei 2017

ETNIS SASAK



ETNIS SASAK (NUSA TENGGARA BARAT)
Etnis Sasak adalah Etnis bangsa yang mendiami pulau Lombok dan menggunakan bahasa Sasak. Sebagian besar Etnis Sasak beragama Islam, uniknya pada sebagian kecil masyarakat Etnis Sasak, terdapat praktik agama Islam yang agak berbeda dengan Islam pada umumnya yakni Islam Wetu Telu, namun hanya berjumlah sekitar 1% yang melakukan praktik ibadah seperti itu. Ada pula sedikit warga Etnis Sasak yang menganut kepercayaan pra-Islam yang disebut dengan nama "Sasak Boda"
Untuk dapat menggali sejarah Etnis Sasak dapat dilihat dari beberapa sumber tertulis diantaranya dari babad Lombok dan babad suwung. Menurut dua sumber ini sudah ada kerajaan yang lebih tua dibandingkan dengan kerajaan Sasak. Menurut babad Lombok sudah berdiri terlebih dahulu kerajaan Kerajaan Laeq (dalam bahasa Sasak Laeq berarti waktu lampau), namun Babad Suwung, menyatakan jika kerajaan tertua yang ada di Lombok adalah Kerajaan Suwung yang dibangun dan dipimpin oleh Raja Betara Indera dan kemudian kerajaan ini redup. Kerajaan Sasak sendiri berdiri pada abadke-9 dan ke -11, namun kerajaan sasak mampu dikalahkan oleh salah satu kerajaan dari Bali.
Sejarah Lombok tidak lepas dari silih bergantinya penguasaan dan peperangan yang terjadi di dalamnya baik konflik internal, yaitu peperangan antar kerjaan di lombok maupun ekternal yaitu penguasaan dari kerajaan dari luar pulau Lombok. Perkembangan era Hindu, Budha, memunculkan beberapa kerajaan seperti selaparang Hindu, Bayan. Kereajaan-kerajaan tersebut dalam perjalannya di tundukan oleh penguasaan kerajaan Majapahit dari ekspedisi Gajah Mada pada abad XIII – XIV dan penguasaan kerajaan    Gel – Gel dari Bali pada abad VI.   Antara Jawa, Bali dan Lombok mempunyai beberapa kesamaan budaya seperti dalam bahasa dan tulisan jika di telusuri asal – usul mereka banyak berakar dari Hindu Jawa hal itu tidak lepas dari pengaruh penguasaan kerajaan Majapahit yang kemungkinan mengirimkan anggota keluarganya untuk memerintah atau membangun kerajaan di Lombok.
Etnis Sasak merupakan etnis mayoritas penghuni pulau Lombok, Etnis sasak merupakan etnis utama meliputi hampir 95% penduduk seluruhnya. Bukti lain juga menyatakan bahwa berdasarkan prasasti tong – tong yang ditemukan di Pujungan, Bali, Etnis sasak sudah menghuni pulau Lombok sejak abad IX sampai XI masehi, Kata sasak pada prasasti tersebut mengacu pada tempat Etnis bangsa atau penduduk seperti kebiasaan orang Bali sampai saat ini sering menyebut pulau Lombok dengan gumi sasak yang berarti tanah, bumi atau pulau tempat bermukimnya orang sasak.
Pengaruh Bali memang sangat kental dalam kebudayaan Lombok hal tersebut tidak lepas dari ekspansi yang dilakukan kerajaan Bali sekitar tahun 1740 di bagian barat pulau Lombok dalam waktu yang cukup lama. Sehingga banyak terjadi akulturasi antara budaya lokal dengan kebudayaan kaum pendatang hal tersebut dapat dilihat dari terjelmanya genre – genre campuran dalam kesenian. Banyak genre seni pertunjukan tradisional berasal atau diambil dari tradisi seni pertunjukan dari kedua etnik. Sasak dan Bali saling mengambil dan meminjam dan terciptalah genre kesenian baru yang menarik dan saling melengkapi.
Kebudayaan sasak silih berganti mengalami peralihan kekuasaan hingga ke era Islam yang melahirkan kerajaan Islam Selaparang dan Pejanggik. Islam masuk ke Lombok sepanjang abad XVI ada beberapa versi masuknya Islam ke Lombok yang pertama berasal dari Jawa masuk lewat Lombok timur. Yang kedua pengIslaman berasal dari Makassar dan Sumbawa ketika ajaran tersebut diterima oleh kaum bangsawan ajaran tersebut dengan cepat menyebar ke kerajaan – kerajaan di Lombok timur dan Lombok tengah.
Kata Sasak berasal dari kata sak sak, artinya satu satu. Kata sak juga dipakai oleh sebagian Etnis Dayak di pulau Kalimantan untuk mengatakan satu. Orang Sasak terkenal pintar membuat kain dengan cara menenun, dahulu setiap perempuan akan dikatakan dewasa dan siap berumah tangga jika sudah pandai menenun. Menenun dalam bahasa orang Sasak adalah Sèsèk. Kata sèsèk berasal dari kata sesak,sesek atau saksak. Sèsèk dilakukan dengan cara memasukkan benang satu persatu(sak sak), kemudian benang disesakkan atau dirapatkan hingga sesak dan padat untuk menjadi bentuk kain dengan cara memukul mukulkan alat tenun. Uniknya suara yang terdengar ketika memukul mukul alat tenun itupun terdengar seperti suara sak sak dan hanya dilakukan dua kali saja. Itulah asal kata sasak yang kemudian diambil sebagai nama Etnis dipulau Lombok. Orang Etnis Sasak yang mula mula mendiami pulau Lombok menggunakan bahasa Sasak sebagai bahasa sehari hari. Bahasa Sasak sangat dekat dengan bahasa Etnis Samawa, Bima dan bahkan Sulawesi, terutama Sulawesi Tenggara yang berbahasa Tolaki.
Asal nama Sasak kemungkinan berasal dari kata sak-sak yang artinya sampan. Dalam Kitab Negara Kertagama kata Sasak disebut menjadi satu dengan Pulau Lombok. Yakni Lombok Sasak Mirah Adhi. Dalam tradisi lisan warga setempat kata sasak dipercaya berasal dari kata "sa'-saq" yang artinya yang satu. Kemudian Lombok berasal dari kata Lombok yang artinya lurus. Maka jika digabung kata Sa' Saq Lombok artinya sesuatu yang lurus. banyak juga yang menerjemahkannya sebagai jalan yang lurus.
Lombo Mirah Sasak Adi adalah salah satu kutipan dari kakawin Nagarakretagama ( Desawarnana ), sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan kepemerintahaan kerajaan Majapahit, gubanan Mpu Prapanca. kata "lombok" dalam bahasa kawi berarti lurus atau jujur, "Mirah" berarti permata, "sasak" berarti kenyataan dan "adi" artinya yang baik atau yang utama. Maka Lombok Mirah Sasak Adi berarti kejujuran adalah permata kenyataan yang baik.
Adat istiadat Etnis sasak dapat disaksikan pada saat resepsi perkawinan, di mana perempuan apabila mereka mau dinikahkan oleh seorang lelaki maka yang perempuan harus dilarikan dulu kerumah keluarganya dari pihak laki laki, ini yang dikenal dengan sebutan merarik atau pelarian.
Caranya cukup sederhana, gadis pujaan itu tidak perlu memberitahukan kepada kedua orangtuanya. Bila ingin menikah, gadis itu dibawa. Namun jangan lupa aturan, mencuri gadis dan melarikannya biasanya dilakukan dengan membawa beberapa orang kerabat atau teman. Selain sebagai saksi kerabat yang dibawa untuk mencuri gadis itu sekalian sebagai pengiring dalam prosesi itu. Dan gadis itu tidak boleh dibawa langsung ke rumah lelaki, harus dititipkan ke kerabat laki-laki. Tentu menikahi gadis dengan meminta izin kepada orang tuanya (redaq) lebih terhormat daripada mencuri gadis tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, namun proses seperti ini sudah sangat jarang ditemukan karena kebiasaan orang sasak lebih dominan mencurinya supaya tidak terhambat oleh hal-hal yang tidak diinginkan seperti tidak disetujui orang tua gadis atau keterbatasan kemampuan dalam hal materi karena proses "redaq" biasanya menghabiskan biaya yang lebih besar daripada melarikan gadis (merarik) tanpa izin.
Dalam proses pencurian gadis, setelah sehari menginap pihak kerabat laki-laki mengirim utusan ke pihak keluarga perempuan sebagai pemberitahuan bahwa anak gadisnya dicuri dan kini berada di satu tempat tetapi tempat menyembunyikan gadis itu dirahasiakan, tidak boleh diketahui keluarga perempuan. 'Nyelabar', istilah bahasa setempat untuk pemberitahuan itu, dan itu dilakukan oleh kerabat pihak lelaki tetapi orangtua pihak lelaki tidak diperbolehkan ikut.
Rombongan 'nyelabar' terdiri lebih dari 5 orang dan wajib mengenakan berpakaian adat. Rombongan tidak boleh langsung datang kekeluarga perempuan. Rombongan terlebih dahulu meminta izin pada Kliang atau tetua adat setempat, sekadar rasa penghormatan kepada kliang, datang pun ada aturan rombongan tidak diperkenankan masuk ke rumah pihak gadis. Mereka duduk bersila dihalaman depan, satu utusan dari rombongan itu yang nantinya sebagai juru bicara menyampaikan pemberitahuan.
Etnis sasak menggunakan bahasa Asli yaitu bahasa sasak. Bahasa ini juga memiliki tungkatan seperti halnya bahasa Jawa dan bahasa Bali. Bahasa ini terdiri dari tiga tingkatan yaitu : Halus dalem, Halus biasa dan Halus kasar ( Bahasa Pasar). Bahasa halus digunakan untuk berbicara dengan orang yang lebih tua atau orang yang dihormati
Dalam kehidupan masyarakat sasak, rumah mempunyai fungsi penting, oleh karena itu perlu penghitungan yang cermat tentang waktu, hari dan tanggal untuk pembangunan,selain itu untuk merencanakan suatu upacara, pesta, atau mulai turun kesawah, mereka selalu memperhatikan waktu. Mereka percaya bilamana melakukan sesuatu pada hari baik maka akan memberikan hasil yang baik dan keberuntungan yang banyak, sebaliknya jika melakukan sesuatu pada hari yang jelek kemungkinan besar akan gagal atau mendapatkan hambatan bahkan bisa membawa musibah (Titto Adonis, 1989:100).
Penanggalan atau pengetahuan tentang waktu ini disebut dengan istilah Bintang Rowot. Yaitu penanggalan berdasankan Bntang Rowot yaitu gugusan bintang yang terletak disebah kiri atas orang yang memandangnya. Bintang rowot ini merupakan konsep penghitungan perjalanan bulan yang didasarkan pada pengamatan langsung digabungkan dengan konsep kalender Jawa dan Arab. Konsep ini diduga kuat merupakan hasil akulturasi kebudayaan antara kepercayaan Etnis Sasak asli dan kebudayaan Jawa dan Arab.
Pengetahuan tentang konsep bintang rowot sendiri merupakan ajaran turun temurun dari nenek moyang yang hanya dikuasai oleh pemimpin-pemimpin adat. Petunjuk waktu ini digunakan untuk menunjukan waktu yang baik untuk menanam dan memanen bagi para petani. Para petani biasanya mendatangi pemimpin adat untuk mengetahui penghitungan waktu yang baik bagi mereka dalam bercocok tanam melalui petunjuk bintang rowot.
Orang Sasak menamai bulan berdasarkan nama bulan Arab yang penghitungannya berdasaran pada terbitnya bintang rowot. Bintang rowot biasanya muncul  pada tanggal 5, 15 atau 25. Maka orang sasak mengenal bulan satu itu sesuai dengan kapan bintang rowot muncul. Ciri khas kemunculan bintang rowot adalah tidak pernah muncul bersamaan dengan bintang pari atau dalam istilah orang sasak kedua gugusan bintang tersebut tidak pernah bertemu.Dalam penghitungan bintang rowot sendiri terbilang cukup unik, jumlah hari dalam setahun adalah 360 hari atau 30 hari dalam sebulan.
Untuk tahun diberikan perhitungan dalam satu windu atau delapan tahun dalam sewindu setiap tahun diberikan nama tertentu dengan nilainya atau nektu. Sistem penganggalan ini mengadopsi budaya dari Jawa. Titto Andonis dalam bukunya menyimpulkan bahwa ras uku sasak lebih condong menekankan pentingnya masa lalu disbanding masa kini maupun depan. Masih sedikit sekali mereka menyadari waktu yang akan datang berupa perencanaan hidup untuk merubah hidup mereka. Pendapat ini didasari dengan adanya sekolah dasar yang kurang menarik perhatian. Sebaliknya rasa bangga terhadap masa lalunya dengan membanggakan kehidupan para leluhurnya.
     Rumah Adat Etnis Sasak
Rumah Etnis sasak masih memanfaatkan alam sebagi bahan utamanya. Atap rumah terbuat dari jerami sedangkan dindingnya atau gedek terbuat dari bamboo, namun dalam perkembangan selanjutnya ada yang dibuat setengah permanen. Lantainya terbuat dari tanah liat dan kotoran kerbau (Titto Adonis, 1989:36). Kotoran kerbau inilah yang membuat tanah menjadi keras. Untuk mengeraskan lantai juga bisa   Rumah adat Etnis Sasak hanya memiliki satu pintu berukuran sempit dan rendah, dan tidak memiliki jendela.
Dalam membangun rumah Etnis Sasak masih mempertahankan konsep penanggalan hari baik. Dan Etnis Sasak meyakini bahwa waktu yang baik untuk memulai membangun rumah adalah pada bulan ketiga dan bulan kedua belas penanggalan Sasak, yaitu bulan Rabiul Awal dan bulan Zulhijjah pada kalender Islam
Bangunan rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari beberapa macam, diantaranya adalah: Bale Tani Bale Jajar, Berugaq/Sekepat, Sekenam, Bale Bonter, Bale Beleq Bencingah, dan Bale Tajuk. Selain itu juga pada bangunan rumah adat Etnis sasak dilegkapi bangunan pendukung seperti seperti: samba (tempat menyimpan hasil pertanian), alang( Seperti halnya lumbung yang beratapkan alang-alang dan bangunan ini diletakan di bagian belakang rumah), dan lombung (tempat untuk menyimpan segala kebutuhan. Lumbung tidak sama dengan sambi dan alang, karena lumbung biasanya diletakkan di dalam rumah/kamar atau di tempat khusus diluar bangunan rumah. Lumbung berbentuk bulat, dibuat dari gulungan bedek kulitan dengan diameter 1,5 meter untuk lumbung yang ditempatkan di dalam rumah dan berdiameter 3 meter jika diletakkan di luar rumah.Bahan untuk membuat lumbung adalah bambu, bedek, dan papan kayu sebagai lantai. Di bawah papan lantainya dibuatkan pondasi dari tanah dan batu pada empat sudutnya. Atapnya disangga dengan tiang kayu atau bambu berbentuk seperti atap rumah tinggal.

Etnis sasak masih menggunakan sistem pelapisan sosial yang didasarkan pada keturunan yang berasal dari pihak laki-laki ( Patrilineal). Pelapisan sosial di Etnis Sasak sendiri dikenal dengan naman wangsa. Pelapisan sosial dibagi dalam 3 bagian besar yaitu :
a.         Perwangsa raden , yang merupakan tingkatan paling tinggi. Ebutan untuk pria di kelas ini adalah raden, sedangkan untuk wanita adalahdenda
b.        Triwangsa. Memakai gelar Lalu untuk pria danBaiq untuk wanitanya.
c.         Jajar karang. Panggialan untuk laki-lakinya adalah log. Dan untuk wanita le.
Dalam pelapisan sosial ini setiap lapisan memiliki perbedaan hak. Para bangsawan memiliki hak-hak khusus yang tidak dimiliki oleh golongan yang ada dibawahnya yaitu hak untuk tidak melakukan gotong royong. Hak-hak seperti inilah yang kemudian diteruskan kaum colonial dengan maksud agar lebih mudah memeras masyarakat. Perbedaan dalam kelas masyarakat tidak membawa kewajiban-kewajiban secara khusus karena statusnya. Kebanyakan kelas bangsawan adalah pemegang kekuasaan baik kepala desa, kepala distrik yang berkewajiban meneruskan perintah dari atasan.  Dalam bidang peranan di masyarakat perbedaan pelapisan tidak menunjukan peranan yang lebih besar satu dengan yang lainya. Semua anggota lapisan masyarakat harus menjunjung tingga agama dan adat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KAPITA SELEKTA SEJARAH INDONESIA : Korespondensi Cina Di Hindia Belanda 1865-1949

Korespondensi Cina Di Hindia Belanda, 1865-1949 SIEM TJONG HAN, M.D . Artikel ini merupakan upaya untuk menggambarkan beberapa aspek ...