ETNIS
SASAK (NUSA TENGGARA BARAT)
Etnis Sasak adalah Etnis bangsa yang
mendiami pulau Lombok dan menggunakan bahasa Sasak. Sebagian besar Etnis Sasak beragama Islam, uniknya pada sebagian kecil
masyarakat Etnis Sasak, terdapat praktik agama Islam yang agak berbeda dengan
Islam pada umumnya yakni Islam Wetu Telu, namun hanya berjumlah sekitar 1% yang melakukan praktik
ibadah seperti itu. Ada pula sedikit warga Etnis Sasak yang menganut
kepercayaan pra-Islam yang disebut dengan nama "Sasak Boda"
Untuk
dapat menggali sejarah Etnis Sasak dapat dilihat dari beberapa sumber tertulis
diantaranya dari babad Lombok dan babad suwung. Menurut dua sumber ini sudah
ada kerajaan yang lebih tua dibandingkan dengan kerajaan Sasak. Menurut babad
Lombok sudah berdiri terlebih dahulu kerajaan Kerajaan Laeq (dalam bahasa
Sasak Laeq berarti waktu lampau), namun Babad Suwung, menyatakan jika kerajaan
tertua yang ada di Lombok adalah Kerajaan Suwung yang dibangun dan dipimpin
oleh Raja Betara Indera dan kemudian kerajaan ini redup. Kerajaan Sasak sendiri
berdiri pada abadke-9 dan ke -11, namun kerajaan sasak mampu dikalahkan oleh
salah satu kerajaan dari Bali.
Sejarah
Lombok tidak lepas dari silih bergantinya penguasaan dan peperangan yang
terjadi di dalamnya baik konflik internal, yaitu peperangan antar kerjaan di
lombok maupun ekternal yaitu penguasaan dari kerajaan dari luar pulau Lombok.
Perkembangan era Hindu, Budha, memunculkan beberapa kerajaan seperti selaparang
Hindu, Bayan. Kereajaan-kerajaan tersebut dalam perjalannya di tundukan oleh
penguasaan kerajaan Majapahit dari ekspedisi Gajah Mada pada abad XIII – XIV
dan penguasaan kerajaan Gel – Gel dari Bali pada abad VI. Antara Jawa, Bali dan Lombok mempunyai
beberapa kesamaan budaya seperti dalam bahasa dan tulisan jika di telusuri asal
– usul mereka banyak berakar dari Hindu Jawa hal itu tidak lepas dari pengaruh
penguasaan kerajaan Majapahit yang kemungkinan mengirimkan anggota keluarganya
untuk memerintah atau membangun kerajaan di Lombok.
Etnis
Sasak merupakan etnis mayoritas penghuni pulau Lombok, Etnis sasak merupakan
etnis utama meliputi hampir 95% penduduk seluruhnya. Bukti lain juga menyatakan
bahwa berdasarkan prasasti tong – tong yang ditemukan di Pujungan, Bali, Etnis
sasak sudah menghuni pulau Lombok sejak abad IX sampai XI masehi, Kata sasak
pada prasasti tersebut mengacu pada tempat Etnis bangsa atau penduduk seperti
kebiasaan orang Bali sampai saat ini sering menyebut pulau Lombok dengan gumi
sasak yang berarti tanah, bumi atau pulau tempat bermukimnya orang sasak.
Pengaruh
Bali memang sangat kental dalam kebudayaan Lombok hal tersebut tidak lepas dari
ekspansi yang dilakukan kerajaan Bali sekitar tahun 1740 di bagian barat pulau Lombok
dalam waktu yang cukup lama. Sehingga banyak terjadi akulturasi antara budaya
lokal dengan kebudayaan kaum pendatang hal tersebut dapat dilihat dari
terjelmanya genre – genre campuran dalam kesenian. Banyak genre seni
pertunjukan tradisional berasal atau diambil dari tradisi seni pertunjukan dari
kedua etnik. Sasak dan Bali saling mengambil dan meminjam dan terciptalah genre
kesenian baru yang menarik dan saling melengkapi.
Kebudayaan
sasak silih berganti mengalami peralihan kekuasaan hingga ke era Islam yang
melahirkan kerajaan Islam Selaparang dan Pejanggik. Islam masuk ke Lombok
sepanjang abad XVI ada beberapa versi masuknya Islam ke Lombok yang pertama
berasal dari Jawa masuk lewat Lombok timur. Yang kedua pengIslaman berasal dari
Makassar dan Sumbawa ketika ajaran tersebut diterima oleh kaum bangsawan ajaran
tersebut dengan cepat menyebar ke kerajaan – kerajaan di Lombok timur dan Lombok
tengah.
Kata Sasak berasal dari kata sak sak, artinya satu satu.
Kata sak juga dipakai oleh sebagian Etnis Dayak di pulau Kalimantan untuk
mengatakan satu. Orang Sasak terkenal pintar membuat kain dengan cara menenun,
dahulu setiap perempuan akan dikatakan dewasa dan siap berumah tangga jika
sudah pandai menenun. Menenun dalam bahasa orang Sasak adalah Sèsèk. Kata sèsèk
berasal dari kata sesak,sesek atau saksak. Sèsèk dilakukan dengan cara
memasukkan benang satu persatu(sak sak), kemudian benang disesakkan atau
dirapatkan hingga sesak dan padat untuk menjadi bentuk kain dengan cara memukul
mukulkan alat tenun. Uniknya suara yang terdengar ketika memukul mukul alat
tenun itupun terdengar seperti suara sak sak dan hanya dilakukan dua kali saja.
Itulah asal kata sasak yang kemudian diambil sebagai nama Etnis dipulau Lombok.
Orang Etnis Sasak yang mula mula mendiami pulau Lombok menggunakan bahasa Sasak
sebagai bahasa sehari hari. Bahasa Sasak sangat dekat dengan bahasa Etnis
Samawa, Bima dan bahkan Sulawesi, terutama Sulawesi Tenggara yang berbahasa
Tolaki.
Asal nama Sasak kemungkinan berasal dari kata sak-sak yang artinya
sampan. Dalam Kitab Negara Kertagama kata Sasak disebut menjadi satu dengan
Pulau Lombok. Yakni Lombok Sasak
Mirah Adhi. Dalam tradisi lisan warga setempat kata sasak dipercaya
berasal dari kata "sa'-saq" yang artinya yang satu. Kemudian Lombok
berasal dari kata Lombok yang
artinya lurus. Maka jika digabung kata Sa' Saq Lombok artinya sesuatu yang
lurus. banyak juga yang menerjemahkannya sebagai jalan yang lurus.
Lombo Mirah Sasak Adi adalah salah satu kutipan dari kakawin
Nagarakretagama ( Desawarnana ), sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan
kepemerintahaan kerajaan Majapahit, gubanan Mpu Prapanca. kata
"lombok" dalam bahasa kawi berarti lurus atau jujur,
"Mirah" berarti permata, "sasak" berarti kenyataan dan
"adi" artinya yang baik atau yang utama. Maka Lombok Mirah Sasak Adi
berarti kejujuran adalah permata kenyataan yang baik.
Adat istiadat Etnis sasak dapat disaksikan pada saat resepsi
perkawinan, di mana perempuan apabila mereka mau dinikahkan oleh seorang lelaki
maka yang perempuan harus dilarikan dulu kerumah keluarganya dari pihak laki
laki, ini yang dikenal dengan sebutan merarik atau pelarian.
Caranya cukup sederhana, gadis pujaan itu tidak perlu
memberitahukan kepada kedua orangtuanya. Bila ingin menikah, gadis itu dibawa.
Namun jangan lupa aturan, mencuri gadis dan melarikannya biasanya dilakukan
dengan membawa beberapa orang kerabat atau teman. Selain sebagai saksi kerabat
yang dibawa untuk mencuri gadis itu sekalian sebagai pengiring dalam prosesi
itu. Dan gadis itu tidak boleh dibawa langsung ke rumah lelaki, harus
dititipkan ke kerabat laki-laki. Tentu menikahi gadis dengan meminta izin
kepada orang tuanya (redaq) lebih terhormat daripada mencuri gadis tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu, namun proses seperti ini sudah sangat jarang
ditemukan karena kebiasaan orang sasak lebih dominan mencurinya supaya tidak
terhambat oleh hal-hal yang tidak diinginkan seperti tidak disetujui orang tua
gadis atau keterbatasan kemampuan dalam hal materi karena proses
"redaq" biasanya menghabiskan biaya yang lebih besar daripada
melarikan gadis (merarik) tanpa izin.
Dalam proses pencurian gadis, setelah sehari menginap pihak
kerabat laki-laki mengirim utusan ke pihak keluarga perempuan sebagai
pemberitahuan bahwa anak gadisnya dicuri dan kini berada di satu tempat tetapi
tempat menyembunyikan gadis itu dirahasiakan, tidak boleh diketahui keluarga
perempuan. 'Nyelabar', istilah bahasa setempat untuk pemberitahuan itu, dan itu
dilakukan oleh kerabat pihak lelaki tetapi orangtua pihak lelaki tidak diperbolehkan
ikut.
Rombongan 'nyelabar' terdiri lebih dari 5 orang dan wajib
mengenakan berpakaian adat. Rombongan tidak boleh langsung datang kekeluarga
perempuan. Rombongan terlebih dahulu meminta izin pada Kliang atau tetua adat
setempat, sekadar rasa penghormatan kepada kliang, datang pun ada aturan
rombongan tidak diperkenankan masuk ke rumah pihak gadis. Mereka duduk bersila
dihalaman depan, satu utusan dari rombongan itu yang nantinya sebagai juru
bicara menyampaikan pemberitahuan.
Etnis
sasak menggunakan bahasa Asli yaitu bahasa sasak. Bahasa ini juga memiliki
tungkatan seperti halnya bahasa Jawa dan bahasa Bali. Bahasa ini terdiri dari
tiga tingkatan yaitu : Halus dalem, Halus biasa dan Halus kasar ( Bahasa
Pasar). Bahasa halus digunakan untuk berbicara dengan orang yang lebih tua atau
orang yang dihormati
Dalam
kehidupan masyarakat sasak, rumah mempunyai fungsi penting, oleh karena itu
perlu penghitungan yang cermat tentang waktu, hari dan tanggal untuk
pembangunan,selain itu untuk merencanakan suatu upacara, pesta, atau mulai
turun kesawah, mereka selalu memperhatikan waktu. Mereka percaya bilamana
melakukan sesuatu pada hari baik maka akan memberikan hasil yang baik dan
keberuntungan yang banyak, sebaliknya jika melakukan sesuatu pada hari yang
jelek kemungkinan besar akan gagal atau mendapatkan hambatan bahkan bisa
membawa musibah (Titto Adonis, 1989:100).
Penanggalan
atau pengetahuan tentang waktu ini disebut dengan istilah Bintang Rowot. Yaitu
penanggalan berdasankan Bntang Rowot yaitu gugusan bintang yang terletak
disebah kiri atas orang yang memandangnya. Bintang rowot ini merupakan
konsep penghitungan perjalanan bulan yang didasarkan pada pengamatan langsung
digabungkan dengan konsep kalender Jawa dan Arab. Konsep ini diduga kuat
merupakan hasil akulturasi kebudayaan antara kepercayaan Etnis Sasak asli dan
kebudayaan Jawa dan Arab.
Pengetahuan tentang konsep bintang rowot sendiri merupakan
ajaran turun temurun dari nenek moyang yang hanya dikuasai oleh
pemimpin-pemimpin adat. Petunjuk waktu ini digunakan untuk menunjukan waktu
yang baik untuk menanam dan memanen bagi para petani. Para petani biasanya
mendatangi pemimpin adat untuk mengetahui penghitungan waktu yang baik bagi
mereka dalam bercocok tanam melalui petunjuk bintang rowot.
Orang Sasak menamai bulan berdasarkan nama bulan Arab yang
penghitungannya berdasaran pada terbitnya bintang rowot. Bintang rowot biasanya
muncul pada tanggal 5, 15 atau 25. Maka orang sasak mengenal bulan satu
itu sesuai dengan kapan bintang rowot muncul. Ciri khas kemunculan bintang
rowot adalah tidak pernah muncul bersamaan dengan bintang pari atau dalam
istilah orang sasak kedua gugusan bintang tersebut tidak pernah bertemu.Dalam
penghitungan bintang rowot sendiri terbilang cukup unik, jumlah hari dalam
setahun adalah 360 hari atau 30 hari dalam sebulan.
Untuk
tahun diberikan perhitungan dalam satu windu atau delapan tahun dalam sewindu
setiap tahun diberikan nama tertentu dengan nilainya atau nektu. Sistem
penganggalan ini mengadopsi budaya dari Jawa. Titto Andonis dalam bukunya
menyimpulkan bahwa ras uku sasak lebih condong menekankan pentingnya masa lalu
disbanding masa kini maupun depan. Masih sedikit sekali mereka menyadari waktu
yang akan datang berupa perencanaan hidup untuk merubah hidup mereka. Pendapat
ini didasari dengan adanya sekolah dasar yang kurang menarik perhatian.
Sebaliknya rasa bangga terhadap masa lalunya dengan membanggakan kehidupan para
leluhurnya.
Rumah
Adat Etnis Sasak
Rumah Etnis
sasak masih memanfaatkan alam sebagi bahan utamanya. Atap rumah terbuat dari
jerami sedangkan dindingnya atau gedek terbuat dari bamboo, namun dalam
perkembangan selanjutnya ada yang dibuat setengah permanen. Lantainya terbuat
dari tanah liat dan kotoran kerbau (Titto Adonis, 1989:36). Kotoran kerbau
inilah yang membuat tanah menjadi keras. Untuk mengeraskan lantai juga
bisa Rumah adat Etnis Sasak hanya memiliki satu pintu
berukuran sempit dan rendah, dan tidak memiliki jendela.
Dalam
membangun rumah Etnis Sasak masih mempertahankan konsep penanggalan hari baik.
Dan Etnis Sasak meyakini bahwa waktu yang baik untuk memulai membangun rumah
adalah pada bulan ketiga dan bulan kedua belas penanggalan Sasak, yaitu bulan
Rabiul Awal dan bulan Zulhijjah pada kalender Islam
Bangunan
rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari beberapa macam, diantaranya
adalah: Bale Tani Bale Jajar, Berugaq/Sekepat, Sekenam, Bale Bonter, Bale Beleq
Bencingah, dan Bale Tajuk. Selain itu juga pada bangunan rumah adat Etnis sasak
dilegkapi bangunan pendukung seperti seperti: samba (tempat menyimpan hasil
pertanian), alang( Seperti halnya lumbung yang beratapkan alang-alang dan
bangunan ini diletakan di bagian belakang rumah), dan lombung (tempat untuk
menyimpan segala kebutuhan. Lumbung tidak sama dengan sambi dan alang, karena
lumbung biasanya diletakkan di dalam rumah/kamar atau di tempat khusus diluar
bangunan rumah. Lumbung berbentuk bulat, dibuat dari gulungan bedek kulitan
dengan diameter 1,5 meter untuk lumbung yang ditempatkan di dalam rumah dan
berdiameter 3 meter jika diletakkan di luar rumah.Bahan untuk membuat lumbung
adalah bambu, bedek, dan papan kayu sebagai lantai. Di bawah papan lantainya
dibuatkan pondasi dari tanah dan batu pada empat sudutnya. Atapnya disangga
dengan tiang kayu atau bambu berbentuk seperti atap rumah tinggal.
Etnis
sasak masih menggunakan sistem pelapisan sosial yang didasarkan pada keturunan
yang berasal dari pihak laki-laki ( Patrilineal). Pelapisan sosial
di Etnis Sasak sendiri dikenal dengan naman wangsa. Pelapisan sosial dibagi
dalam 3 bagian besar yaitu :
a. Perwangsa
raden , yang merupakan tingkatan paling tinggi. Ebutan untuk pria di
kelas ini adalah raden, sedangkan untuk wanita adalahdenda
b. Triwangsa. Memakai
gelar Lalu untuk pria danBaiq untuk wanitanya.
c. Jajar
karang. Panggialan untuk laki-lakinya adalah log. Dan
untuk wanita le.
Dalam
pelapisan sosial ini setiap lapisan memiliki perbedaan hak. Para bangsawan
memiliki hak-hak khusus yang tidak dimiliki oleh golongan yang ada dibawahnya
yaitu hak untuk tidak melakukan gotong royong. Hak-hak seperti inilah yang
kemudian diteruskan kaum colonial dengan maksud agar lebih mudah memeras
masyarakat. Perbedaan dalam kelas masyarakat tidak membawa kewajiban-kewajiban
secara khusus karena statusnya. Kebanyakan kelas bangsawan adalah pemegang
kekuasaan baik kepala desa, kepala distrik yang berkewajiban meneruskan
perintah dari atasan. Dalam bidang peranan di masyarakat perbedaan
pelapisan tidak menunjukan peranan yang lebih besar satu dengan yang lainya.
Semua anggota lapisan masyarakat harus menjunjung tingga agama dan adat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar