Oleh : Sarinah wiwid anggraini
SIAPA SARINAH ?
Kita mungkin sering mendengar nama ini. Nama yang
sebenarnya tak beda dengan nama-nama lain yang ada di Indonesia maupun di
daerah manapun, layaknya nama Dewi, Ayu, Rangga, Smith maupun Park, Sarinah
juga memiliki kedudukan yang sama. Namun apa yang membedakannya?.. ya,
nama tersebut selalu mampu membawa kita kepada tokoh revolusioner bangsa
Indonesia, Soekarno. Hubungan yang sangat erat antara kedua manusia ini
namapaknya bisa kita cermati dari buku Soekarno, Penyambung Lidah Rakyat. Tak
kurang dari 8 kali, bung karno memunculkan nama beliau dalam tulisannya itu,
ini juga masih belum tehitung di dalam buku "SARINAH", Kewadjiban
Wanita Dalam Perdjoangan Republik Indonesia.
Sarinah merupakan wanita yang
menjadi figur kunci dari seorang Bung Karno sebagaimana dikutip dalam buku
Penyambung Lidah Rakyat, yakni :
"Sarinah adalah bagian dari rumah tangga kami. Tidak kawin. Bagi
kami dia seorang anggota keluarga kami. Dia tidur dengan kami, tinggal dengan
kami, memakan apa yang kami makan, akan tetapi ia tidak mendapat gaji
sepeserpun. Dialah yang mengajarku untuk mengenal cinta‐kasih. Aku tidak menyinggung
pengertian jasmaniahnya bila aku menyebut itu. Sarinah mengajarku untuk
mencintai rakyat. Massa rakyat, rakyat jelata. Selagi ia memasak di gubuk kecil
dekat rumah, aku duduk disampingnya dan kemudian ia berpidato, "Karno,
yang terutama engkau harus mencintai ibumu. Akan tetapi kemudian engkau harus
mencintai pula rakjat jelata. Engkau harus mencintai manusia umumnya."
Sarinah adalah nama yang biasa. Akan
tetapi Sarinah yang ini bukanlah wanita yang biasa. Ia adalah satu kekuasaan
yang paling besar dalam hidupku. Di masa mudaku aku tidur dengan dia. Maksudku
bukan sebagai suami‐isteri. Kami
berdua tidur di tempat tidur yang kecil. Ketika aku sudah mulai besar,
Sarinah sudah tidak ada lagi".
Dalam kutipan tulisan yang diambil dari buku
penyambung lidah rakyat diatas, kita dapat menangkap bahwa sosok sarinah
merupakan sosok yang sangat penting bagi Soekarno. Ajaran yang disampaikan oleh
Sarinah mengenai Cinta kasih yang merupakan nilai-nilai dari Humanisme selalu
melekat kedalam pemikiran Soekarno. Hal ini dibuktikan Bung Karno, ketika
beliau melakukan Perjalanan ke Bandung Selatan yang berakibat pertemuan dengan
petani Marhaen yang menginspirasi lahirnya Marhaenisme yang merupakan wujud kepedulian Bung Karno terhadap rakyat
jelata sesuai dengan pesan mbok Sarinah, menjadi suatu bukti bahwa nilai-nilai
yang selalu ditanamkan Sarinah ketika Soekarno kecil selalu menemaninya
memasak, teraplikasikan oleh Soekarno Dewasa.
Di dalam buku Sarinah, yang ditulis
oleh bung Karno ia berkata “ Saya namakan
kitab ini Sarinah sebagai tanda terima kasih saya kepada pengasuh saya ketika
saya masih kanak-kanak. Pengasuh saya itu bernama Sarinah. Ia “mbok” saya..
Dari dia, saya banyak mendapat pelajaran mencintai “orang kecil”. Dia sendiri
pun “orang kecil”, tetapi budinya besar.
Pengaruh Sarinah dalam kehidupan
Soekarno selalu menjadi latar belakang dari keberhasilan-keberhasilan beliau
dalam memberikan nilai-nilai yang terbaik bagi Negara ini.
Nasionalisme
Soekarno contohnya, merupakan Nasionalisme yang paling populer dan kemudian
diresmikan pada masa awal kemerdekaan. Nasionalisme Soekarno ini mengambil
platform Marhaenisme dan Sarinahisme sebagai common denominator untuk
menyatukan seluruh elemen bangsa melawan kolonialisme. Marhaen adalah seorang
petani dan Sarinah adalah pembantu rumah tangga. Marhaenisme adalah salah satu
konsepsi subatern yang berbeda dengan konsep proletar yang hanya ada dalam
masyarakat kapitalisme lanjut di negara Barat. Kalau proletar adalah orang yang
sama sekali tidak mempunyai modal selain tenaganya sehingga dia terpaksa
menjualnya pada pemilik modal, maka Marhaen, adalah seorang yang mempunyai
modal, seperti tanah dan hewan peliharaan, tetapi mereka tetap menjadi miskin.
MENGAPA SARINAH?
Suatu ketika Bung Karno bersama temannya dan
sitri temannya bersilahturahmi ke rumah temannya yang memiliki sebuah toko.
Saat sampai mereka dipersilahkan duduk dengan budi yang amat baik. Lalu bung
karno bertanya “bagaimana kesehatan?,”bagaimana perdangangan?. Lalu istri teman
bung karno ikut menambahi bagaimana keadaan nyonya rumah? . ia ingin berkenalan
dengan istrinya tuan rumah.
Sang tuan rumah sedikit malu-malu
menjawab pertanyaan, telinganya kemerah-merah lalu ia menjawab : O,terima kasih
ia dalam keasaan baik-baik saja, tetapi sayang seribu sayang ia kebetulaan
tidak ada di rumah,-ia menengok bibinya yang sedang sakit-”. (dikutip dari Buku
Sarinah).
Tetapi tak lama kemudian bung
karno melihat kain tabir / gorden yang tergantung dipintu uyang memisah bagian
toko dengan rumah, ia melihat Sepasang
mata yang sedang mengintai dan terlihat kakinya dengan sarung seorang
perepmuan. Bung karno menyadari bahwa yang dilihatnya ada seorang
perempuan-istri dari tuan rumah.
Kemerdekaan?
Apakah semua Sarinah-sarinah mendapat kemerdekaan ? kemerdekaan seperti apa?
Feminismekah? Atau kemerdekaan ala Kartini ?
Seorang
teman bung Karno, guru di Bengkulu, istrinya mengeluh kepada bung karno bahwa ia merasa dikekang. Ia tidak
diizinkan keluar rumah, justru karena ia amat cinta dan menjunjung tinggi sang
istri. “Percayalah Bung, saya tidak ada maksud mengurangi kebahagiaannya: saya
hargai ia sebagai sebutir mutiara”. Lalu beginikah sebuah kemerdekaan seorang
Sarinah ? jawabnya bukan.
GENDER DAN SEX.
Terdapat
kerancuan dalam pemaknaan istilah gender dan Seks yang tidak banyak diketahui
orang. Beberapa kalangan menganggap seks maupun Gender merupakan term yang
memiliki konotasi yang sama. Hal ini merupakan suatu kesalahan dimana dalam
implementasinya pemaknaan kedua istilah ini cukup memiliki perbedaan yang
penting untuk dibedakan.
Menurut
Mansoer Fakih dalam bukunya "Analisis Gender", beliau membedakan
pemaknaan istilah Gender dan Seks, dimana pengertian kedua istilah tesebut
yakni :
Gender
adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang
dikonstruksikan secara social maupun cultural. Anggapan bahwa permpuan itu
lemah lembut, cantik , emosional atau keibuan. Sedangkan laki-laki lebih kepada
kuat, rasional, perkasa. Sifat –sifat tersebut memiliki kemungkinan untuk
dipertukarkan.
Sex adalah
pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin menusia yang ditentukan secara
biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Alat-alat kelamin tersebut
tidak bisa dipertukarkan antar beda jenis, hal inilah yang kemudian sering
disebut sebagi ketentuan Tuhan atau Kodrat.
Dari
pengertian diatas, maka sesungguhnya tidak ada masalah yang serius
yang mampu menyebabkan ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu. Namun
dalam realitas yang ada berbeda. Bagi jenis kelamin tertentu, konstruksi social yang
terbentuk (bahkan sebelum dia dilahirkan), menyebabkan terjadinya perbedaan
gender yang kemudian memunculkan ketidak adilan.
“persamaan hak antara
perempuan dan laki-laki namun tidak melupakan kodratnya”
Sejak jaman Kerajaan
(feodal) perempuan maupun basis yang tertindas ini dibuktikan dengan adanya
pembagian kerja.
Pada masa
manusia komunal (kelompok), masa manusia masih hidup berpindah-pindah (nomaden). Ktika manusia berkelompok, dalam mencari
kebutuhan hidup maka dibentuklah “pembagian kerja”. Pembagian kerja inilah yang
menjadi penghalang atau batas antara laki-laki dan perempuan. Di zaman ini,
laki-laki kan berburu binatang, jarang ada perempuan yang ikut berburu, mereka
disuruh untuk menunggu di gua sambil mencari tumbuh-tumbuhan, kayu bakar untuk
memasak. Jika telah habis makanan dan sumber ari ditempat itu mereka pun pergi
berpindah ketempat yang lain. Hubungan suami istri juga belum ada. Mereka yang
ingin melakukan hubungan seksual akan melakukannya dengan yang mereka suka.
Lantas laki-laki tidak ada terkena dampak dengan hubungan itu. Sang
perempuanlah yang akhirnya harus mengandung dan melahirkan. Perempuan menjadi
makhluk yang ditaklukkan. Ia diperintah seenaknya saja oleh laki-laki. Kalau
kata August Babel, perempuan adalah budak, sebelum ada budak.
Lalu pada masa
berikutnya, masa dimulainya bercocok tanam, perempuan mulai menjadi seoarang
produsen yang berharga. Dimana dimulai jasanya untuk pertama kalinya melakukan
pertanian, ia berinisiatif untuk bercocok tanam dengan menanam benih tumbuhan.
perempuan merupakan seorang petani pertama. Lalu krtika perempuan tersebut
harus merawat anaknya dan mendapat tempat lindungan maka ia membangun rumah, ia
membangun tempat tinggal. Ialah yang pertama kali membuat sebuah peradaban yang
maju. Perempuan lah yang memberikan jasanya.
Namun, sistem
peribuan diberlakukan disini, dikarenakan wanita yang hamil tidak tahu siapa
bapaknya, namun ia tahu siapa ibunya karena dia yang melahirkan. Tetapi sistem
ini tidaklah adil dimana perempuan akan membawa laki-laki ke rumahnya dan bukan
perempuan yang ikut
Selanjutnya adalah masa
dimana laki-laki berternak, berternak tidak memakan banya waktu, iapun ikut
melakukan pertanian, membangun rumah, mencari tanahnya. Lalu muncullah
patriarchat untuk mewarisi hartanya. Perempuan kembali terbelakang, tidak lagi
menjadi produsen tertinggi. Perempuan selanjutnya berlomba agar mendapat
laki-laki yang mapan, dengan menggunakan kecantikan, solek dll.
Lalu bagiamana zaman
Matriarchat (peribuan), kedudukan perempuan lebih tinggi dari zaman sekarang,
laki-laki tertindas. Patriarchat sekarang ini kaum istri menjadi kaum yang
tertindas. Harus ada perimbagaan hak dan perimbangan perlakuan antara kaum
laki-laki dan perempuan yang sama berat dan adilnya.
Lalu apa tugas Sarinah
?
Sebagai seoarng
sarinah, seorang yang berpendidikan harus melakukan sesuatu tanpa adanya
pendapat bahwa ia lebih lemah daripada seorang laki-laki, tidak merasa kecil,
tidak merasa tertindas. Bahwa ia harus tahu bahwa kesetaraan itu dapat diraih.
Di akhir buku Sarinah,
Soekarno menuliskan :
Wanita Indonesia!
kewajibanmu telah terang, sekarang ikutlah untuk menyelamatkan republik, lalu
ikutlah menyusun Negara Nasioanl. Jangan ketinggalan di dalam Revolusi Nasional
ini dan jangan ketinggalan dlam menyusun masyarakat keadilan sosial dan
kesejahteraan sosial. Didalam masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan
sosial itulah engkat nanti menjadi wanita yang bahagia, wanita yang Merdeka!
*PENULIS MERUPAKAN ANGGOTA Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sumatera Utara (USU) .
*TULISAN INI DIBUAT SEBAGAI REFERENSI BUNG/SARINAH YANG BELUM MEMAHAMI ATAU MENGENAL SARINAH.